Share

POV Eva

POV Eva

Bagaimana rasanya jika sebagai istri, tapi tak pernah diakui. Keberdaanku bagai bangkai yang harus ditutupi. Padahal, jika di depanku, mereka memperlakukanku bak putri raja.

Aku, Eva Puspita Ningsih, pernah beranggapan bahwa diriku mempunyai suami yang hampir sempurna. Hidup kami sangat bahagia meskipun belum dikarunia seorang anak. Aku juga mempunyai mertua, kakak ipar dan adik ipar yang sangat menyayangiku. 

Meskipun, secara perekonomian hampir 80% kebutuhan ibu mertua aku yang menanggung. Bahkan, kakak iparku sering sekali meminjam uang tanpa ingat mengembalikanny. Sengaja tak pernah aku tagih. Anggap saja, sebagai rasa hormat kepada saudara. Menurutku, uang bisa dicari. Sedangkan saudara serta cinta adalah hal yang susah dicari dan tak bisa dibeli. 

Namun, ternyata aku salah menilai mereka. Tak ada kasih sayang untukku.  Mereka munafik. Hanya baik di depan, tapi busuk dibelakang. Aku hanya menantu sekaligus adik ipar yang ditemui saat mereka butuh. Sedangkan, jika tak butuh mereka melupakanku. Bahkan tak menganggapku. 

Fakta itu, aku dapatkan dari kejadian tiga bulan lalu. Saat ulang tahun ibu mertuaku. 

"Dek, Mas izin ke Jakarta dulu yah. Ada urusan bisnis."

Aku selalu percaya dengan alasan Mas Adi setiap pergi ke luar kota. Namun, saat itu ada fakta mengejutkan. Satu hari setelah  kepergian  Mas Adi, aku melihat postingan Mbak Ratna di fecebook.

"Eva, ini suamimu sama keluarganya 'kan?" tanya Lala, sahabatku.

Sore itu, Lala yang sedang pulang kampung  menemuiku di perkebunan kopi. Dia menunjukan sebuah postingan yang sangat menohok hati.

"Iya ini Mas Adi dan keluarganya. Tapi, siapa perempuan itu?"

Aku menunjuk  seorang perempuan berkulit putih, dengan baju selutut. Dia ada di samping Mas Adi. Perempuan itu menggandengnya. Memancarkan senyum bahagia berada di tengah-tengah keluarga suamiku.

"Mana aku tahu. Baca deh captionnya."

[Selamat ulang tahun Ibuku tercinta. Sehat selalu dan panjang umur. Akhirnya, formasi keluarga lengkap di hari ultah ibu.]

"Masa kamu gak diajak sih?"

"En-engak, La."

"Gila tuh si Adi. Kamu harus selidikin ini, Va. Pasti ada alasan kenapa kamu gak dikasih tahu acara keluarga mereka.Kaya gak dianggap, loh. Terus, perempuan itu, siapa coba?"

"Aku tidak tahu, La. Mungkin Mas Adi lupa ngasih tahu tentang acara ultah ibunya. Soal perempuan itu, mungkin saudara jauh Ibu."

Aku berusaha menutupi rasa cemas di depan Lala. Bagaimanapun Mas Adi adalah suamiku. Sudah sepatutnya aib dan masalah rumah tangga aku simpan rapat. 

"Eva, jangan bodoh dong jadi cewek. Kamu harus selidiki tentang keluarga suamimu dan juga cewek itu. Pasti ada yang gak beres."

Aku hanya terdiam. Jujur, rasa penasaran dan insting sebagai seorang istri sangat kuat. Hati kecilku mengatakan, bahwa suamiku dan keluarganya menyimpan rahasia besar di belakangku.

"Kamu tenang ajah, La. Aku akan cari tahu. Kamu tentu tahu karakterku."

"Aku percaya sama kamu, Eva. Meskipun keliatan lugu, tapi kamu perempuan berani dan tegas mengambil keputusan."

Setelah pembicaraan kami, aku putuskan untuk segera pulang dari perkebunan kopi. Mulai memikirkan langkah apa yang harus dilakukan. 

Selama ini, sikapku memang tak pernah membantah ataupun curiga yang berlebihan pada suami. Namun, jika sudah ada hal yang janggal, maka aku tidak akan diam saja.

Sebagai perempuan kita memang ditakdirkan menjadi makhluk yang lebih sering menggunakan perasaan. Berhati lembut. Namun, percayalah perempuan bukan makhluk yang rapuh. Dia bisa berbuat apapun ketika cinta tulusnya sudah  tidak dihargai.

"Mau pergi ke mana, Ndok?"

"Eva mau ke rumah saudaranya Mas Adi, Lik."

"Apa kamu yakin, saudaranya Adi bisa menjawab kecurigaanmu, Ndok?"

"Insyalloh, Lik. Gusti Allah maha adil. Pasti menunjukan kebenaran."

"Bismillah, Ndok. Hati-hati, yah."

Aku hanya mengangguk. Lalu, memeluk Lik Janah. Dia sudah aku anggap seperti orang tua sendiri. Lik Janah sangat memahami posisiku saat ini. Kondisi penuh dengan banyak pertanyaan. Tidak ingin gegabah memilih Langkah. Kecuali sudah mendapatkan bukti kuat tentang kemungkinan buruk yang aku khawatirkan.

Tujuan utamaku adalah rumah Lik Sumi. Adik Perempuan dari Bapak Mertuaku. Aku yakin, dia bisa membantu. Meskipun, Lik Sumi masih termasuk salah satu keluarga Mas Adi, tapi aku yakin, dia tidak sama seperti mereka. Selama ini, Lik Sumi yang selalu memberi nasihat tentang rumah tanggaku. Dia juga yang paling peduli. Semoga saja, ekspektasiku tentangnya tidak meleset.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Eva. Ayok, masuk Ndo."

"Eva, Lilik kaget saat kamu bilang mau mampir ke rumah Lilik."

"Maaf Lik, kasih taunya mendadak."

"Ndak papa. Lilik buatin minum dulu, yah." 

Aku hanya mengangguk. Meremas baju karena gugup. Semoga saja, Lik sumi bisa memberitahu informasi penting untukku. Semoga dia ada dipihakku. Tak ada lagi yang bisa aku mintai pertolongan. Mas Adi tak pernah mengenalkanku  kepada saudaranya yang lain, kecuali Lik Sumi. Tak mungkin mencari info dari Kakak atau Adiknya Mas Adi. 

"Lik, Sebenernya, Eva mau menanyakan sesuatu."

Lik Sumi meletakan gelas berisi teh manis di atas meja. Wajahnya semringah. Seperti orang yang baru berjumpa dengan kerabat dekat. Apakah dia tulus? atau hanya pura-pura?

"Tentang apa, Ndo?"

"Apa Mas Adi ada di rumah Ibunya?"

"Adi? maksudnya gimana, Ndo?"

"Apa Lilik tahu kalau Mas Adi datang ke acara ulangtahun Ibunya tanpa memberitahuku?"

"Soal itu ...."

Lik Sumi nampak Iba menatapku. Wajahnya berubah murung. Aku yakin, dia tahu sesuatu. Rasa tak enak hati, terpancar jelas pada irasnya.

"Eva yakin Lik Sumi orang yang baik dan jujur. Sama seperti almarhum bapak mertua."

Lik Sumi hanya diam. Lalu, menuduk. Entah apa yang ada sedang dia pikirkan.

"Assalamualaikum."

Seorang pria berperawakan atletis tiba-tiba masuk ke rumah. Nampaknya, dia anak Lik Sumi yang pernah diceritakannya. Wajahnya hampir mirip. Berkulit sawo matang. Berhidung mancung bak artis India.

"Gibran."

"Dia anak Lik  Sumi?"

"Iya, Ndo. Gibran kenalkan dia Eva."

"Gibran."

"Aku Eva. Istrinya Mas Adi."

"Istrinya Adi?" 

Pria itu sangat sok. Kami memang baru pertama kali bertemu. Saat pernikahanku, memang tak dihadiri banyak saudara dari pihak Mas Adi. Hanya ramai dari pihakku saja. 

"Iya. Aku istrinya Mas Adi. Apa Lik Sumi gak pernah cerita?"

Gibran menggeleng. Kami saling menatap heran. Kemudian,memandang Lik Sumi meminta jawaban.

"Apa benar Bu?"

"Iya, Nang. Dia istri pertamanya Adi."

"Apa Maksud Lilik?" 

"Pangampurane Eva. Lilik, akeh dosa Karo koe."

(Maaf Eva. Bibi, banyak dosa sama kamu)

Lik Sumi menangis di sampingku. Dia memelukku sambil terus meminta maaf. Kemudian, dia ceritakan semuanya tentang kebusukan Mas Adi dan keluarganya.

Membuka tabir kebenaran tentang pengkhianatan yang dilakukan suamiku. Yang paling menyakitkan, aku yang selalu diandalkan masalah keuangan, tapi Nayla, Gundik suamiku yang lebih dibanggakan. Bahkan, diakui sebagai istri pertama dan satu-satunya.

Hari itu, nyawa seakan lepas dari raga. Tubuhku membeku. Lidah Kelu tak bisa mengucap apa-apa. Semua penjelasan Lik Sumi, bagai letusan gunung Merapi yang menghanguskan jiwa dan ragaku. Lahar panas, seakan mengguyur tubuh ini.

"Edan! kita harus beri pelajaran si Adi dan keluarganya itu."

"Aku harus pergi."

"Jangan Ndo, jangan."

Lik Sumi menahanku untuk pergi. Padahal, aku ingin sekali mengamuk di rumah ibunya Mas Adi. Mengeluarkan sakit hati yang kurasa. Teganya mereka hanya memanfaatkanku sebagai mesin pencetak uang. 

"Biarkan dia pergi, Bu. Kalau perlu kita juga ikut. Si Adi itu sudah keterlaluan."

"Kita tidak bisa melakukan seperti itu, Gibran."

"Kenapa Lik? Kenapa?" Aku mengguncang tubuh Lik Sumi. Mengeluarkan semua air mata kepedihan.

"Sertifikat perkebunan kopi dan pabrik milikmu ada di tangan mereka. Kita tidak bisa gegabah. Aku sangat kenal Mbak Maria. Dia itu berbahaya dan berbahaya."

Aku hanya bisa terduduk lemas. Tak menyangka mereka begitu keji. Bagaimana sertifikat tanah perkebunan dan pabrik ada di tangan mereka? Beraninya mengambil milikku dengan cara yang licin. Aku tak akan tinggal diam! 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
Alhamdulillah ghibran dan ibunyaendukung eva
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status