Share

BAB 07 - RENCANA RISSA

Seprai bernoda darah saat di malam pertamanya, kini sudah memudar tidak terlihat lagi. Bahkan sekarang sudah kering setelah dicuci. Rissa memandangi seprai itu dengan pandangan nanar, entah kenapa melihat kain berwarna putih yang kini masih menggantung berjemur membuat hatinya terasa sakit. 

Bayangan suaminya memenuhi kepalanya, mana mungkin Kang Alvin berbuat yang tidak senonoh di belakangnya. Bahkan di malam pertama mereka dia sudah lebih dulu menyakiti hatinya. Wanita itu menggeleng pelan berusaha menjauhkan pemikiran yang seharusnya tidak dipikirkan. 

"Mana mungkin Kang Alvin sejahat itu." Dia menyeka air matanya yang membasahi permukaan wajahnya. 

Dikarenakan tidak ada bukti yang meyakinkan hatinya jika Kang Alvin berselingkuh dengan pembantunya sendiri. Untuk saat ini dia mencoba untuk berpikir positif selama dirinya mencari bukti mengenai perselingkuhan mereka. 

Mengingat perlakuan manis dari Kang Alvin membuatnya tidak mempercayai jika suaminya mengkhianati dirinya. Meski rasanya sangat sakit menerima faktanya, tapi kenyataannya dibenarkan jika suaminya ada main dengan asisten rumah tangganya. 

"Nyonya ...," panggil Bi Ratih yang tiba-tiba datang memergoki Rissa. 

"Ngapain kamu ke sini?" tanya Rissa ketus. 

"Saya mau ambil jemuran, Nyonya." Janda muda itu menyambar seprai yang dibenci oleh Rissa. 

"Buang seprai itu!" sergah Rissa dengan amarah. Kedua matanya menyilang penuh kebencian terhadap wanita di depannya. 

Bi Ratih mengernyitkan dahinya tidak mengerti. "Kenapa, Nyonya? Seprainya masih bagus kok."

"Buang!" Rissa menatapnya dengan tatapan tidak suka. Perempuan itu pun melenggang meninggalkan Bi Ratih yang masih mematung di tempatnya. 

***

"Apa Rissa sudah mulai curiga?" tanya Kang Alvin yang sedari tadi tidak fokus mengerjakan pekerjaannya. Meski kedua matanya menatap tajam ke arah layar monitor, tapi pemikirannya melanglang buana entah ke mana. 

Kedua ekor matanya melirik ke arah benda pipih yang tergeletak di atas nakas. Dia meraihnya, berniat untuk menghubungi sang istri. Maklum pengantin baru sedang berada di fase manja-manjain pasangan. 

Dia mencoba untuk mengetik sesuatu di layar canggih benda berbentuk pipih. Melihat arloji menunjukkan pukul tiga sore berarti istrinya sedang bersantai di rumah. 

[Sayang, lagi apa?]

Tidak berselang lama kontak yang diberi nama 'istriku' sedang mengetik. Sudut bibir Kang Alvin tertarik ke atas membentuk senyuman manis. 

[Masakin buat kamu]

Pria itu menelan salivanya dengan susah payah. Ternyata istrinya tidak akan menyerah belajar masak dari gurunya di youtube. Sudah mencoba masakannya sehari yang lalu ternyata dia memasukkan banyak sekali penyedap rasa membuat kepalanya terasa pening karena terlalu asin. 

[Kenapa enggak sama Bi Ratih aja, Sayang?]

Perempuan di sebrang sana yang semula mengulum senyum, kini bibirnya mengerucut sebal atas ucapan suaminya yang menyebut kembali nama pembantunya. Sudah jelas dia cemburu, kenapa Kang Alvin tidak bisa melihat kecemburuannya? 

[Kenapa? Mau dimasakin sama Bi Ratih terus? Kamu istrinya tuh aku atau dia?]

Kang Alvin menghela napasnya pelan, ternyata jemarinya salah mengetik. Seharusnya dia tidak berkata seperti itu, jika saja pria itu berpikir lebih dulu sebelum mengirimkan pesannya, mungkin tidak akan membuat istrinya mengajukan pertanyaan seperti itu. 

[Bukannya gitu, Sayang. Aku kepingin kamu diam aja manjain diri sendiri.]

Istrinya kembali mengetik, sepertinya dia memasak sambil memainkan ponsel karena melihat tutorial dari guru onlinenya, youtobe. 

[Aku kan kepengin jadi istri yang baik masakin suaminya sendiri.]

Pria itu menghembuskan napasnya pelan, dia tidak bisa mencegah keinginannya. Daripada terjadi perang dunia saat dia pulang nanti, lebih baik mencari aman saja. 

[Iya boleh, Sayang. Masakin yang banyak ya, Sayang.]

Kali ini pesannya hanya dilihat saja, dia tidak membalasnya mungkin tengah sibuk menyiapkan masakan untuk nanti. Kang Alvin memutuskan untuk kembali memfokuskan dirinya menatap layar monitor di depannya, dia harus segera pulang karena pasti istrinya sudah menunggu di rumah. 

***

Meski tidak begitu lihai memotong sayuran, tapi Rissa dapat menyelesaikan beberapa macam menu masakannya. Dia menghela napas lega karena bisa tepat waktu menyajikan makanan yang kini sudah tersaji di atas meja makan. 

"Ini semuanya kamu yang bikin, Riss?" tanya Nina yang sedari tadi menggeleng pelan tidak mempercayai dengan perubahan putri tirinya yang bisa dibilang drastis. 

Padahal setahunya Rissa tidak bisa memasak, kalau saja dia ke dapur pasti ada barang pecah karena anak tirinya juga tidak bisa membereskan alat perkakas. Kalau pun dia merapikannya, pasti saja selalu ada barang yang pecah. 

"Iya dong, Mah. Ayo dicoba." Rissa mempersilakan ibu tirinya. 

Meski awalnya enggan, tapi Nina akhirnya terduduk di sana. Lagipula tidak ada salahnya dia mencoba masakan buatan anak tirinya

"Ke mana Nissa? Dia belum pulang?" tanya Rissa, kepalanya celingukan mencari adik tirinya yang tidak kelihatan batang hidungnya. 

"Kayaknya belum pulang deh."

Tidak lama suara Nissa terdengar mengucapkan salam. Bajunya masih mengenakan seragam putih abu, berarti benar dia memang baru pulang. 

"Cepetan ganti baju, Dek. Nanti makan bareng di sini," ucap Rissa. 

"Nissa makannya nanti aja, Kak."

Dia pun berlalu begitu saja meninggalkan mereka. Rissa dan Nina saling bertatapan secara bergantian. Tidak biasanya gadis itu menjauh dari perkumpulan keluarganya. 

Tidak berselang lama Kang Alvin datang dengan wajah sumringah. Rissa cepat menyambutnya dengan menyalami punggung tangan suaminya. 

Ekor matanya melirik Bi Ratih yang tengah menggendong Zidan dari jarak jauh. Anak berusia dua tahun itu terus mengoceh bahasa planet sangat menggemaskan. 

Begitu Kang Alvin menyadari keberadaan anak laki-laki yang sangat menggemaskan. Dia cepat menghampiri Zidan, lalu meraihnya dari pangkuan Bi Ratih. 

"Hallo Zidan, Sayang."

"Sepertinya aku harus segera promil," ucap Rissa lirih. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status