Rissa kali ini tidak bisa tinggal diam, dia harus lebih memperluas pengetahuannya mengenai Kang Alvin. Namun, kepalanya bisa saja pecah jika terus memikirkan persoalan mengenai suaminya. Mencari bukti mengenai perselingkuhan Kang Alvin membuatnya lupa dengan tanggal lahir pria itu. Ternyata hari ini suaminya berulang tahun, sudah menjadi keharusan baginya memberikan kejutan. "Kang ... mau pergi kerja?" tanya Rissa pelan. Pria itu mengangguk pelan membenarkan pertanyaan istrinya. Dia memang hendak pergi bekerja, bahkan dirinya sendiri melupakan tanggal kelahirannya. Hal itu menguntungkan bagi Rissa untuk membuat kejutan. "Iya dong. Masa enggak." Kang Alvin menyunggingkan senyumannya sangat manis. Kedua matanya keliaran mencari seseorang, gadis berbaju putih abu itu belum terlihat dari pandangannya. Ya, Nissa mengurung dirinya di dalam kamar mengatakan pada Nina jika dia tidak enak badan. "Nissa kenapa lagi?" tanya Kang Alvin. Dia meneguk segelas air putih sampai setengahnya. "Sa
Kang Alvin mencekal pergelangan tangan istrinya, dia seolah tidak ingin melepaskannya. Takut jika Rissa benar-benar akan pergi menemui wanita yang mengakui sebagai istrinya. "Lepasin, Kang! Aku pengin tahu siapa istri kamu!" sergahnya. Rissa berusaha melepaskan dirinya, tapi Kang Alvin tidak memberikannya kesempatan untuk pergi menemui wanita itu. "Kenapa kamu mencegah aku untuk menemui dia? Apa kamu takut, Kang?" tanya Rissa, matanya menatap tajam ke arah suaminya. Tidak terasa bulir bening yang menggenang di pelupuk matanya meluruh begitu saja bersamaan dengan isak tangisnya yang tidak bisa ditahannya lagi. "Aku mohon, Sayang. Percayalah pada aku. Aku hanya mempunyai kamu. Tolong, percayalah.""Lalu, kenapa kamu seperti ini mencegahku, Kang?" tanya Rissa, wanita itu cepat menyeka air matanya dengan kasar. Pria itu membenarkan ucapan istrinya, tidak seharusnya dia mencegah Rissa untuk menemui wanita itu di luar ruangan kalau pun memang dia tidak bersalah. Perlahan, genggamannya
"Kenapa kamu mau pergi dari rumah, Nissa?" tanya Nina yang berada di ambang pintu kamar. Jemari gadis itu saling bertautan bahkan tangannya gemetar ketakutan bagaimana jika ibunya sedari tadi berada di balik pintu dan mendengarkan ucapannya mengenai kehamilan Nissa. Apa yang harus dia jelaskan pada Nina jika ibunya menanyakan kebenaran tersebut? Nissa tidak bisa mengatakan tentang kehamilannya yang masih terbilang masih muda. Berita itu akan tersebar sampai ke telinga kakaknya, pasti Rissa akan sangat kecewa mendengar hal itu. Nissa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia kebingungan harus mengatakannya dari mana. "Jawab pertanyaannya. Kamu mau ke mana?" tanya Nina dengan suara lantang. Gadis itu terkesiap mencoba untuk menetralkan pemikirannya agar bisa menjawabnya dengan benar. "Nissa cuman mau berlibur, Mah.""Ke mana?" tanya Rissa yang tiba-tiba datang di belakang Nina. Keluarganya memang sangat over protektif kepada anak remaja itu. Mengetahui pergaulan zaman sekarang y
Plakkkk! Gadis berambut panjang itu mengusap pipi kanannya karena terasa kebas. "Kamu hamil sama siapa, Nissa?" tanya Rissa dengan suara menggelegar. Padahal gadis itu baru saja pulang dari luar, tapi sudah disuguhi dengan tamparan serta pertanyaan pedas dari kakak tirinya. Mulut Nissa bungkam seribu bahasa seolah tidak bisa untuk berkata. Lidahnya terlalu kelu mengatakan segala hal yang terjadi pada dirinya, dia bahkan tidak bisa menceritakan semuanya dari awal hingga akhir. "Jawab pertanyaannya!" sergah Rissa lagi. Sesekali Nissa menggeleng pelan mencoba memberikan isyarat jika permasalahan tersebut hanya hoax. Lagipula kakaknya tahu dari mana. Bi Ratih cepat pergi ke dapur menjauhi masalah antara adik-kakak yang saling berseteru. Nina pula kini keluar dari kamarnya karena mendengar suara yang cukup mengganggu pendengarannya. "Bukti sudah ada di tanganku, Nissa! Kamu tidak bisa mengelak." Rissa mengacungkan surat yang dipegangnya. Selembar kertas berwarna putih itu memperlihatk
"Kenapa aku pula dilibatkan dalam permasalahan ini?" tanya Kang Alvin mengerutkan dahinya kebingungan. Nissa sedari tadi menutupi mulutnya dengan telapak tangan menyamarkan suara isak tangisnya yang pecah begitu saja. Sesekali gadis itu memeluk tubuh kurusnya dengan kedua tangan. Kisah hidupnya memang tidak seindah cerita dalam novel romansa selalu diawali dengan bahtera cinta dan diakhiri pula kebahagiaan. Sebagai seorang ibu yang berperan penting dalam kehidupan putrinya, Nina merasa gagal menjaga Nissa. Dia salah dalam mendidik anak kandungnya hingga kini nelangsa atas persoalan kehilangan kehormatannya. Bagaimana awak media mengetahui kenakalan anak gadisnya yang tengah mengandung satu bulan? "Noda itu, Kang. Noda itu apa milik adikku Nissa atas perbuatan kamu, hah?"Kekesalan Rissa sudah memuncak tepat di ubun-ubun, dia tidak bisa menahannya lagi. Perihal bercak noda yang selama ini menjadi tanda tanya dalam kepalanya hari ini terkuak begitu saja. Tanpa disadari tangannya meng
Nina merasa kecewa pada putri kandungnya yang sudah melakukan hal keji, dia melemparkan pandangannya ke arah lain meski Nissa membujuknya untuk menatap ke arahnya. Berulang kali Nissa bersimpuh pada sang ibu, tapi Nina tetap diam membungkam mulutnya. Dia sudah tidak ingin mengatakan apa pun lagi, karena kini hatinya sangat hancur saat mendengar pernyataan yang menusuknya bagai belati tajam. Di sana ada Kang Alvin juga yang menutup wajahnya, sesekali mengacak rambutnya frustasi. Awalnya dia hendak pergi mengikuti sang istri, tapi Nina mencegahnya membiarkan putri tirinya mempunyai waktu sendiri. "Apa benar kalian melakukan sesuatu di belakang Rissa?" tanya Nina akhirnya. Dia ingin memecahkan teka-teki yang membuat rumah tangga putri tirinya tidak harmonis. Wanita paruh baya itu mencoba untuk menyatukan segalanya yang telah hancur. Kini, dia tahu kejadian apa yang menimpa Rissa. "Aku tidak mungkin melakukan hal keji seperti itu dengan adik iparku, Mah." Kang Alvin membela diri. "To
"Keyla? Kenapa dia bisa mengenal Rissa?" tanyanya lirih nyaris tidak terdengar. Kang Alvin perlahan melangkah mundur mencoba menjauh dari kawasan kedua wanita yang tengah berbincang sambil sesekali menyesap kopi. Langkahnya terhenti di luar cafe yang bersatu dengan parkir motor dan mobil. Dia ingin mengajak istrinya pulang ke rumah, tapi nyalinya menciut begitu kedua matanya terpaku pada sosok wanita yang tengah terduduk di depan Rissa. Sebenarnya apa yang ditakutkan Kang Alvin sampai dia tidak berani menemui mereka? Apakah pria itu menyembunyikan rahasia besar hingga membuatnya ketakutan kalau pun Rissa mengetahuinya? Terlalu banyak teka-teki dalam hidupnya sampai istrinya sendiri tidak mengetahui apa yang terjadi. Langkahnya tergesa kembali memutar balik mobilnya. Dia pergi dengan segala kecemasan, sebenarnya Rissa dan Keyla sedang membicarakan apa? Lelaki itu sesekali memijat pelipisnya yang terasa pening. Pria itu terus saja memikirkan mereka, dia seolah ingin mencegah mereka
"Pasien atas nama Alvin Mahendra di ruangan mana ya, Sus?" tanya Rissa pada seorang wanita yang mengenakan pakaian serba putih. "Oh pasien yang baru saja mengalami kecelakaan ya?" tanyanya. Rissa membenarkan pertanyaannya, wanita itu mengangguk pelan. "Ada di ruangan nomer 102, Bu. Sudah dipindahkan ke ruang rawat kok." Wanita berhijab pashmina berwarna khaki cepat bergegas ke arah ruangan yang disebutkan oleh suster. Langkahnya sangat cepat karena keinginannya segera bertemu dengan pria yang sangat dicintainya. Mengingat perlakuan pria itu yang menutupi segala rahasianya, kehidupannya penuh dengan misteri hingga Rissa pun sebagai istrinya tidak mengetahui segala tentangnya. Akan tetapi, tidak membuatnya membenci sepenuhnya pada Kang Alvin. Mana mungkin dia membiarkan suaminya kesakitan di dalam rumah sakit sendirian, pria itu sangat membutuhkan seseorang hadir di sampingnya. Siapa lagi jika bukan dirinya yang harus terduduk di sana. Melihat dari balik kaca jendela kedua matanya