Rissa menghamparkan sajadah mencoba untuk bersimpuh di atasnya sembari menengadahkan tangan mencoba untuk mencurahkan segala hal yang terjadi dalam hidupnya. Memang tidak mudah menjalani semuanya, tapi dia mencoba untuk menghadapinya dengan sabar. "Rasanya sangat sakit, Ya Rabb. Melihat dengan kedua mataku sendiri suamiku bermesraan dengan wanita lain. Apakah aku pantas mencemburui hal itu?" tanyanya, menutup mulutnya dengan tangan kanannya untuk menyamarkan suara isak tangisnya yang tidak saja mereda. Jika kembali dipikirkan dia memang bukan wanita sempurna yang bisa memberikan keturunan kepada suaminya. Rissa seharusnya memahami apa yang diinginkan seorang lelaki jika bukan anak yang diharapkannya dalam menjalin bahtera rumah tangga. Sehingga sangat memungkinkan untuknya jika dia mencari kenyamanan pada wanita lain. Alasan yang sangat logis dikarenakan keinginannya mempunyai keturunan. Di masjid yang berdominasi warna emas, dekat cafe coffee yang sebelumnya disinggahi. Hatinya m
"Rissa di mana, Mah?" tanya Kang Alvin pada ibu mertuanya yang tengah terduduk di meja makan. Tampaknya wanita itu tengah menikmati teh hangat di malam hari. Biasanya Nina melakukan seperti itu bergadang ditemani dengan suguhan yang menghangatkan tubuh ada suatu masalah dalam hidupnya yang menjadi beban pikirannya. Dia menoleh mendapati Kang Alvin yang berdiri di depannya. Stelan pakaiannya masih mengenakan kemeja dan jas seperti yang dilihatnya tadi pagi. Beberapa saat kemudian Nina memutuskan kontak matanya kembali mengarah pada cangkir teh yang masih terisi. "Dia tidak pulang." "Tidak pulang? Lalu, Rissa ke mana?" tanya pria itu sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Permasalahan yang terjadi dalam hidupnya semakin rumit saja. Padahal dia ingin cepat terbebas dari berbagai masalah yang telah menjeranya. Dari kejauhan Bi Ratih memandangi mereka yang tampaknya merasa cemas dengan permasalahan yang terjadi dalam lingkup keluarga majikannya. Zidan terus berceloteh karena anak beru
"Apa orang yang menyembunyikan rahasia hidupnya tidak lebih brengsek?" tanya Delon, melirik ke arah Kang Alvin yang kini mengusap wajahnya dengan kasar. Rissa sedari tadi menundukkan kepalanya karena merasa kisah ini seperti drama yang menyisakan banyak tanda tanya. Kenapa dan mengapa? "Maksud dia apa?" tanya Nina, pandangannya beralih pada menantunya yang sedari tadi diam tidak menimpali ucapan Delon. Dia seolah berpasrah, karena ingin menutupi segalanya pun rasanya sudah tidak perlu. "Dia mempunyai dua istri. Kak Rissa yang kedua." Nissa yang mendengar hal itu menutup mulutnya karena terkejut dengan pernyataan yang begitu mengejutkan. Dia seolah tidak mempercayainya karena kakak iparnya sangat mencintai Rissa, mana mungkin dia membohongi wanita itu. "Apa benar itu Alvin?" tanya Nina, menatap menantunya dengan sangat tajam. Kang Alvin pada akhirnya menganggukkan kepalanya pelan, dia tidak bisa menutupi sosok Keyla. Semuanya terbongkar begitu saja. Padahal dia ingin mengatak
"Bu Rissa seharusnya segera dicek ke lab mengenai keseluruhan kesehatannya." Wanita yang mengenakan jas putih itu menerangkan. "Memang kenapa?" tanya Kang Alvin, mengernyitkan dahinya tidak mengerti dengan apa yang diucapkan wanita itu. Sesekali pria itu melirik ke arah istrinya yang terbaring lemah di atas kasur berukuran king size. Kedua matanya terlihat sayu sepertinya Rissa menyimpan banyak kesedihan di sana. "Sepertinya ada masalah dalam kesehatannya." Wanita itu membereskan barang bawaannya dikembalikan ke dalam tas hitam yang dibawanya. Kang Alvin mengusap wajahnya dengan kasar, berulang kali dia melafalkan istighfar karena tidak tega memandangi istrinya yang pucat pasi. "Besok saya akan membawanya coba cek secara keseluruhan."Apapun hasil dari laboratorium Kang Alvin mencoba untuk berpikir positif jika istrinya baik-baik saja. Rissa sehat tidak mempunyai penyakit yang serius. Delon masih berada di ruang tamu, dia di sana juga karena keberadaannya ingin dianggap. Sosokny
"Ternyata kamu istri kedua suami saya." Keyla menatap Rissa sinis. Padahal saat pertama kali bertemu dia bersikap ramah bahkan tidak jarang berbagi cerita yang mengesankan. Kang Alvin memang sengaja mengadakan pertemuan antara kedua istrinya. Putrinya juga ikut serta dalam perkumpulan itu, Lea berada dalam pangkuannya. Dia berusia empat bulan seperti usia pernikahan Kang Alvin dan Rissa. Lea memang sedikit mirip dengan pria yang duduk bersebelahan dengan wanita berbaju gamis biru muda. Sesekali Rissa melirik bayi itu, meski hanya sesaat saja. "Justru kamu yang kedua!" sergah Keyla, jarinya menunjuk ke arah Rissa. "Rissa, kamu memang istriku yang kedua." Kali ini Kang Alvin yang membuka suara. Rissa terperangah tidak mempercayai apa yang terjadi dengan permasalahan rumah tangganya. Padahal dia tahu betul jika Kang Alvin sangat mencintainya. Akan tetapi, mengingat jika suaminya menikahi Keyla karena rasa kasihan ditinggalkan suaminya yang tidak lain adalah kakaknya bernama Kevin, m
Untuk saat ini Rissa tidak lagi mencurigai adiknya sebagai selingkuhan suaminya, malahan dia menjadi sangat menyayangi sang adik meskipun perlakuannya di luar batas nalarnya. Dia berhubungan dengan Delon melebihi sepasang kekasih yang dimabuk cinta, malah seperti suami-istri yang saling memenuhi kewajibannya. Rissa menggenggam tangan sang adik dengan erat, dia juga meminta maaf karena selama ini sudah mencurigainya atas permasalahan noda bercak darah di seprainya pada saat malam pertama. "Nissa ... maafin kakak ya." Rissa berujar, karena dia merasa bersalah sudah menganggap adiknya sebagai selingkuhan suaminya. Dia merasa bukan seorang kakak yang baik teruntuknya. Nissa malah tersenyum samar, dia juga mengerti bagaimana perasaan kakaknya dulu. Dia mencurigainya karena bersamaan saat itu juga Kang Alvin tengah bermain api di belakangnya. "Bagaimana sekarang Delon? Apa dia akan bertanggung jawab?" tanya Rissa, menatap adiknya lekat. "Dia mau saja bertanggung jawab, tapi ....""Tapi
Mulai sekarang Rissa menata hatinya lagi untuk mencoba ikhlas berbagi suami, meski dia sebenarnya tidak bisa menerima kenyataan yang terlalu pahit seperti ini. Dia menyiapkan hidangan makanan teruntuk suaminya, kali ini dia memesannya bukan hasil buatannya. Karena kalau dicicipi lagi rasa masakannya memang terkesan asin. "Aku harus menjadi istri yang baik buat dia. Tidak boleh kalah dong sama Keyla."Nina melihat putrinya yang begitu semangat memberikan kenyamanan teruntuk suaminya membuat sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman. "Rajin banget nih istri sholehah." Nina merayu putri tirinya, dia melongok sajian makanan yang dihidangkan Rissa satu persatu. Rissa terkekeh-kekeh mendengar rayuan ibunya, senyumannya kini sudah seperti dulu lagi mengembang bagai bunga mawar. Padahal baru saja beberapa hari lalu wanita itu memasang wajah murung karena kebohongan suaminya terbongkar. "Aku pengin jadi istri yang terbaik teruntuk Kang Alvin, Mah."Wanita paruh baya itu menganggu
"Kalian berdua harus menghargai keputusanku yang sudah menjadi ketetapan untuk selamanya." Kang Alvin memandangi dua wanita yang tengah terduduk berhadapan dengannya. Mereka saling menenggelamkan semua pertanyaan yang terkumpul dalam kepala mengenai kenapa, dan bagaimana? Keyla membatin, "bagaimana caranya aku menyingkirkan Rissa dalam hidup Mas Alvin?"Tidak hanya wanita itu saja, karena Rissa pun menggerutu dalam hati. "Kenapa Kang Alvin memutuskan keputusan yang sangat sulit bagiku?""Mengenai keadilan nafkah batin dan lahir aku berjanji akan memberikannya rata. Jadi, kalian enggak perlu khawatir mengenai hal itu." Kang Alvin mencoba meluruskan semuanya. Nina juga berada di sana, tapi jaraknya berjauhan beberapa langkah dari mereka. Dia hanya ingin memastikan jika putri tirinya mendapatkan keadilan. Dia tidak akan rela jika Rissa dibiarkan begitu saja, apalagi kalau saja keadilan yang disebutkan Alvin tidak seimbang malah terlalu mengarah pada Keyla. "Untuk kamu Keyla, tidurlah