Pembalasan Anak Laki-lakikuPart 29POV Rahman"Pak Rahman, lihatlah. Tidak ada pengaruh apapun ketika Anda memutuskan untuk pergi dari hidup kami," bisiknya tepat di telingaku. Setelah mengatakan itu dia langsung melepaskan pelukannya dan kembali menyambut tangan karyawan lain.Ingin sekali aku memaki dan mengatakan. Jika dia tidak akan sebesar dan segagah ini jika bukan karena aku. Dia akan hidup terkucilkan karena dia anak tanpa Ayah. Tapi dengan angkuhnya dia mengatakan jika aku tidak ada pengaruh apapun dalam hidup mereka. Dasar anak tidak tahu diri.Ali terus tersenyum didampingi oleh Handoko, sedangkan aku memilih untuk menjauh dan duduk di tempat lain. Aku mencomot beberapa kue yang telah disediakan. Lumayan untuk mengurangi rasa lapar. Semenjak menikah dengan Maya, aku jadi jarang sarapan pagi. Apalagi Maya juga tidak mau masak di rumah. Aku menyuruhnya untuk menyediakan pembantu. Tapi dia menolak, karena takut aku akan terpincut dengan pembantu di rumah.Maya selalu menaruh
Pembalasan Anak Laki-lakikuPart 30POV Ali"Terimakasih semuanya. Saya sangat berharap kerja sama kalian semua," ucapku ketika acara kecil-kecilan selesai. Padahal aku sudah mengatakan pada Om Handoko, jika tidak perlu repot-repot ingin mengadakan acara seperti ini. Toh semua orang kantor juga tau jika aku sudah menjadi manajer.Namun Om Handoko tetap bersikeras untuk membuat acara ini. Katanya hanya acara kecil-kecilan, penyambutan. Jujur aku sangat terharu dengan semua kebaikan Om Handoko padaku dan juga Ibu. Hanya saja, aku tidak terlalu berani berharap lebih. Karena aku pernah kecewa dengan orang yang aku anggap pahlawan.Ayah juga memberikan ucapan selamat, namun aku yakin dia sedikit minder karena posisinya berada di bawahku. Ibu, aku akan menjadi lebih baik untukmu dan adik-adik."Selamat, Bro. Akhirnya, btw itu motor udah bisa digudangkan. Karena mulai besok kamu bakalan ada mobil," ucap Yudi saat aku akan masuk ke dalam ruangan milikku."Mobil apa?" tanyaku pada Yudi, dia me
Pembalasan Anak Laki-lakikuPart 31POV Ali"Kalian semua sudah siap?" tanyaku pada Salma, Nanda dan Lukman. Hari ini Minggu, rencananya kami akan pergi liburan akhir pekan. Mumpung Ibu juga mau ikut, katanya masalah toko biar saja Mbak Ika pegawai di sini yang menjaga. Nenek juga katanya tidak ikut, karena sedang tidak enak badan.Setelah menjabat menjadi manajer di perumahannya Om Handoko. Aku memang difasilitasi mobil dan juga rumah. Hanya saja aku menolak tinggal di rumah itu karena aku masih tinggal di rumah Om Handoko. Ibu juga menolak tinggal di sana karena lebih memilih tinggal di toko. Katanya agar lebih leluasa untuk mengontrol pesanan orang. Memang dari awal buka butik Ibu tidak terlalu ramai. Hanya saja pesanan baju jahit tidak putus-putus dari hari pertama buka. Kami semua bersyukur masih bisa diberi kesempatan untuk bisa bertahan hidup. Karena sejak dulu, Ibu dan kami semua hanya mengandalkan Ayah untuk makan dan sekolah. Aku bahkan tidak tau rasanya mencari uang. Tapi
Pembalasan Anak Laki-lakikuPart 32POV Ali"Sejak kapan kalian saling mengenal?" tanya Ibu saat kami sedang duduk di pelataran cafe yang bernuansa putih. Cafe di sini memang tidak menyediakan kursi, karena menggunakan konsep rumahan. Jadi kalau kita ingin makan duduk lesehan mengelilingi meja."Sejak beberapa bulan yang lalu, Bu," jawabku sambil sedikit menunduk. Setelah itu aku bawa pandangan ini melihat ke arah luar. Tidak berani menatap mata Ibu yang mengundang tanya."Alea kamu kok nggak cerita kenal sama Ali? Ali ini anaknya teman Mama," tanya Tante Sarah lagi pada Alea."Jadi sebenarnya, dulu pas Alea cerita nabrak orang. Orang itu ya Ali, Ma," jawab Alea menjelaskan."Orang itu, Ali? Ya ampun, dunia sempit sekali," jawab Tante Sarah sambil sedikit tersenyum. Ibu juga tidak kalah kagetnya dengan Tante Sarah. Aku hanya bisa tersenyum canggung diperhatikan seperti ini. Karena selama ini aku selalu menyembunyikan perasaan dari Ibu. Aku terlampau malu jika Ibu sampai tau jika aku m
Pembalasan Anak Laki-lakikuPart 32POV Aini"Kalau bisa Om Handoko jangan sampai tau kalau kamu dekat dengan Alea. Karena hubungan Om Handoko dengan Hendri tidak pernah bagus. Mereka rival abadi sepertinya," ucap Ibu lagi."Ya itu kayaknya bukan urusan Om Handoko, Bu. Aku memang bekerja di perusahaan dia. Hanya saja itu hal pribadiku, jadi terserah aku mau dekat dengan siapa. Kecuali Om Handoko Ayahku, itu baru dia mempunyai hak untuk mengatur hidupku," balasku sambil sedikit tertawa. Tapi Ibu sama sekali tidak tertawa ataupun tersenyum. Wajahnya pias dan sedikit pucat.**Ada kalanya aku sengaja menghantamkan diriku pada hampa. Sengaja membenamkan tutur pada rongga dada dan tempurung kepala. Sebenernya banyak sekali hal yang ingin aku ceritakan pada Ali. Namun nyatanya aku belum juga siap untuk dibenci.Aku sudah terlalu banyak merasakan kehilangan. Tidak mungkin lagi aku lagi aku mau kehilangan Ali. Aku belum siap untuk dibenci, aku belum siap untuk kembali ditinggalkan.Sebenarnya
Pembalasan Anak Laki-lakikuPart 33POV AiniTidak ada lagi balasan dari Mas Rahman setelah aku membalas pesannya tadi. Hanya centang dua biru, itu artinya dia sudah membaca pesan dariku.Aku memang lemah, Mas. Tapi maaf, jika urusan anak aku akan berusaha bersikap tegas. Aku tidak akan membiarkan anakku masuk ke dalam neraka wanita itu.Setelah memastikan tidak ada lagi gangguan dari Mas Rahman. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan memandikan ulang Mia dan juga Anto. Hatiku masih terasa nyeri dengan kata-kata Mas Rahman tadi. Kuciumi Mia dan Anto berkali-kali, sungguh aku ikhlas Mas Rahman pergi. Tapi aku tidak akan membiarkan anak-anakku jauh dariku.Jika selama ini aku diam, anggap saja hatiku masih terlalu syok dengan cobaan yang menguji. Aku memang tidak pernah menyangka jika dalam hidup akan mendapatkan cobaan seperti ini. Namun pesan yang dikirim oleh Mas Rahman tadi. Menyadarkan jika aku harus bangkit dan melindungi anak-anakku.–Jangan terlalu menyimpan harapan kepada orang lai
Pembalasan Anak Laki-lakikuPart 35POV HandokoSejauh apapun kita melangkah, tetap saja cinta tempat kita untuk kembali. Tidak ada cinta yang sakit atau cinta yang indah. Yang ada hanyalah keinginan kita untuk menjadi sempurna. Aku tidak pernah menyalahkan Aini karena dia memilih untuk menikah dengan Arman. Karena itu haknya, aku bisa apa jika dia tidak memilih untuk menungguku.Setelah sekian tahun lamanya terpisah, aku pikir rasa itu sudah mati. Tapi ternyata aku salah, cinta itu hanya terhalang kabut waktu. Namun sekarang cinta bukanlah prioritasku lagi. Yang menjadi tujuan akhirku saat ini adalah anak.Aku tidak menyangka jika aku mempunyai anak dengan Aini. Memang dulu aku dan Aini pernah khilaf dan melakukannya. Namun itu hanya sekali. Pantas saja saat pertama kali bertemu dengan Ali aku bisa merasakan getaran yang berbeda.Aku merasa sangat menyayanginya. Entah kenapa rasa itu semakin kuat dan aku merasa tidak ingin jauh darinya. Seharusnya aku sadar dari dulu, jika aku dan Al
Pembalasan Anak Laki-lakikuPart 36POV Handoko"Masuk kamu!" bentakku mendorong tubuh Rahman ke dalam ruangan. Rahman terlihat sangat terkejut mendapat perlakukan seperti ini dariku. Tubuhnya limbung dan terjerembab ke lantai akibat doronganku yang terlalu kuat. Wajahnya terlihat pias, aku tau sekarang dia sedang ketakutan."Kamu mau apa, Handoko?" tanya Rahman yang melihatku mengunci pintu dari dalam."Aku akan membun uhmu kali ini, Rahman!" desisku dengan amarah yang sudah memuncak."Kamu jangan gila, Handoko. Cuma demi wanita kamu rela menyakiti aku sahabatmu dari kecil," ucap Rahman yang dengan cepat bangkit dari lantai dan langsung berdiri. Kedua tangannya terangkat dengan telapak tangannya menghadap ke arahku. Dia memohon agar aku tidak menyakitinya. Tapi sepertinya dia sudah sangat terlambat, emosiku sudah terlanjur meluap."Sahabat? Sahabat macam apa yang rela menikung sahabatnya sendiri. Kamu yang memulai Rahman. Kamu yang memfitnahku pada Aini. Padahal jelas-jelas dulu aku