Wanita berambut pirang dan berbaju ketat di depanku tersenyum."Vanianya, ada?" tanya wanita itu. Aku masih melongo."Eh, i—iya ada. Ada perlu apa?" Aku balik bertanya."Saya mau ketemu aja!" jawabnya tiba-tiba judes."Ok, tunggu. Saya panggilkan!" Aku berlalu ke dalam.Vania terlihat menyeka keringatnya. Menjemur pakaian bukanlah hal berat, tapi ia kelihatan letih sekali. Mungkin karena sudah lama ia tidak melakukan pekerjaan rumah."Ada yang mencarimu di depan," kataku sambil mendekatinya."Siapa?" sahutnya."Abang gak tau. Rambutnya pirang!" Mata Vania langsung berbinar mendengar jawabanku. Diletakkannya keranjang pakaian, lalu langsung berlari ke depan. Aku yang merasa penasaran, diam-diam mengekor."Bella!" teriak Vania girang. Kedua perempuan itu kemudian berpelukan seperti Teletubbies."Apa kabar, Van?" kata wanita yang ternyata bernama Bella."Ayo, duduk dulu. Aku baik-baik aja, Bell. Ya ampun, udah lama banget gak ketemu. Kamu tambah cantik aja!" puji Vania. Aku yang mendenga
Tanganku sedikit bergetar saat melihat story WA Vania. Kuremas geram ponsel di genggaman. Rahangku mengeras."Kamu yang bohong, atau Vania, Dan?" tanya Kak Fitri.Aku tertunduk, masih memandangi foto itu tak percaya."Istrimu Kakak lihat, kok pergaulannya seperti liar begitu? Kamu bilang dia sedang tak enak badan di rumah?" imbuh Kak Fitri lagi.Aku tak bisa berkata-kata. Dalam foto itu, terpampang jelas Vania yang sedang tersenyum hanya menggunakan hot pants dan sport bra di dalam sebuah gym. Lekuk tubuh dan auratnya terlihat jelas. Sementara di sampingnya berdiri Bella dengan penampilan yang sama.Yang menjadi masalah lagi, di kiri dan kanan mereka berdiri dua orang pria bertampang bule yang dengan bangga memamerkan perut sixpack. Salah satunya dengan sangat lancang merangkul pundak Vania! Kurang ajar!Aku mengembuskan napas kasar. Segera kutelpon Vania untuk menyuruhnya cepat pulang. Tak ada jawaban darinya. Sudah pasti ia sengaja tak mengangkat panggilan."Kakak tidak bermaksud ke
Sebuah mobil sudah terparkir di depan rumah. Ternyata Vania sudah pulang, sedang duduk mengobrol dengan Bella di teras. Bagus, sekarang dia sudah mengenakan pakaian sporty yang tadi pagi ia pakai sebelum pergi. Pintar sekali. Sementara, di dalam mobil berkaca hitam itu, sekilas kulihat dua orang pria yang ada dalam foto Vania tadi sedang duduk. Mungkin menunggu Bella.Saat turun dari motor, mereka tak menggubrisku sedikit pun. Vania melirik sekilas tanpa kata. Tak ada sambutan atau apa pun. Bahkan saat kuucap salam, tak ada jawaban. Kumasuki rumah dengan perasaan tak menentu. Vania dan Bella masih mengobrol sambil cekikikan. Duh, cepatlah kau pulang, Bella!Do'aku terkabul. Tak lama kemudian, Bella pamit. Vania masuk ke dalam. Aku yang sudah menunggu sejak tadi, langsung berdiri menghadang."Abang mau bicara, duduk dulu!" titahku tanpa basa-basi."Nanti saja bicaranya, Bang! Aku mau mandi, bau keringat!" ujarnya sambil berlalu.Kucekal tangannya, lalu kududukkan ia ke kursi."Duduk, V
(PoV Vania)Namaku Vania. Saat ini hidupku sedang sangat menderita. Belum setahun aku menikmati manisnya pernikahan, suamiku malah terkena PHK. Hari-hariku yang dulu aku habiskan dengan bersenang-senang dan belanja, kini terasa hampa. Aku banyak menghabiskan waktu di rumah saja, sampai merasa bosan.Suamiku sekarang bekerja sebagai kuli bangunan, yang gajinya tidak seberapa. Bayangkan, dia yang tadinya seorang manager, sekarang menjadi seorang kuli. K-U-L-I. Aku sangat malu dengan profesinya yang baru, tidak bergengsi sama sekali. Bagaimana kalau ada orang yang bertanya apa pekerjaan suamiku?Masa aku jawab kuli! Vania yang terkenal mewah, punya suami kuli. Belum lagi, uang gajinya sangat jauh lebih kecil dibandingkan gajinya yang dulu. Aku tak bisa bebas jajan sana sini. Duh, pokoknya benar-benar sial hidupku!Dulu itu, aku sangat terpesona dengan Bang Dani. Selain wajahnya yang gak terlalu malu-maluin, dia juga sangat royal. Dirayu sedikit saja, dia langsung luluh dan memberikan ap
(PoV Vania)Sayang seribu kali sayang, hanya beberapa bulan saja aku bisa menikmati semua itu. Saat mendengar kabar bahwa Bang Dani terkena PHK, aku sangat terguncang. Aku tidak mau hidup miskin! Bagaimana dengan hobi belanjaku? Mama dan Papa pasti tidak mau memberiku uang lagi. Bang Dani selalu coba menenangkan aku.Berminggu-minggu kulihat ia kesana kemari mencari pekerjaan baru. Namun, hasilnya masih nihil. Aku menjadi sangat ketakutan dan stres. Ujung-ujungnya dia malah jadi kuli. Untung saja aku menuruti kata Mama untuk tidak cepat-cepat hamil! Kalau sudah hamil, mungkin aku akan tambah kebingungan. Mama memang selalu benar.Sekarang, aku jadi malas sekali melihat wajah Bang Dani. Mukanya terlihat lebih tua dan gelap. Tidak bersih dan putih lagi. Mungkin karena terik matahari dan debu. Jangankan bermesra-mesraan seperti dulu, dipegangnya saja aku enggan sekali. Agak jijik rasanya. Aku juga mulai malas berbicara dengannya. Untuk apa?Toh, dia sudah tak bisa membahagiakanku seperti
Samar-sama kudengar Vania berbicara lirih di telepon. Sekali-kali ia tertawa manja. Kalau tidak salah dengar, dia memanggil 'Sayang'? Saat melihatku berdiri di pintu belakang, dia tampak sangat terkejut. Hampir saja ponsel itu lolos dari genggamannya. Dengan tiba-tiba, panggilan dia putuskan."E–eh, Abang! Su–sudah lama berdiri di situ, Bang?" cicitnya, tergagap-gagap.Aku tak lantas menjawab. "Memangnya kenapa?" tanyaku sambil menatapnya."Gak apa-apa, sih. Tadi Bella yang telepon," ucapnya, tanpa kutanya. Ponselnya ia genggam erat, lalu dimasukkan ke kantung baju sweater."Oooh, Bella .... Sama Bella, panggilnya sayang-sayangan?" sindirku.Wajah Vania terlihat sedikit kaget, tapi segera ditutupinya. Ia lalu tertawa sumbang, padahal tak ada yang lucu. Sangat mencurigakan."Hehehe, iya Bang! Sama Bella, panggilnya sayang-sayang. Oh ya, Abang kan, sudah telat!" Vania lantas masuk ke ruang tengah.Aku langsung tersadar. Kalau saja waktunya sedang tidak mepet, pasti sudah kuperiksa ponse
Kuputuskan saja panggilan dari Mama. Kepalaku berdenyut-denyut mendengar omelannya. Kutelan ludah yang terasa kental. Dadaku berdebar-debar kencang. Seharusnya tak usah kuangkat saja tadi. Kalau sudah berurusan dengan Mama, pasti ujung-ujungnya uang.Ponselku kembali bergetar. Biarlah, kuabaikan saja. Kulanjutkan mengambil wudhu yang sempat tertunda. Waktu ishoma sebentar lagi habis.Setelah zuhur, kukeluarkan ponsel untuk mengecek. Di sana tertera 15 panggilan tak terjawab dari Mama. Pantas saja, selama aku salat ponselku tak henti bergetar. Belum lagi pesannya yang memaki-maki di aplikasi berwarna hijau. Tak lupa Mama membuat status bertuliskan 'Menantu Tak Berguna' di story-nya.Kuembuskan napas kasar. Cepat atau lambat, pasti akan ada masalah lagi. Entah sampai kapan keadaan akan terus begini. Mama yang selalu menuntut, dan istri yang kurang pengertian membuatku pusing bukan kepalang. Hanya bisa berdo'a, semoga roda cepat berputar kembali ke atas.🌷Sebelum pulang ke rumah, kuse
Sudah hampir jam setengah sembilan. Hujan bertambah deras. Kuputuskan untuk mencari Vania. Setelah mengenakan mantel plastik yang sudah sedikit robek, aku nekat menerobos hujan dengan motor. Kususuri jalan dengan pelan. Siapa tau Vania sedang berteduh di suatu tempat. Sesekali kuperhatikan juga mobil yang lewat. Yang kuingat, mobil Bella berwarna putih dengan tempelan stiker bertuliskan Baby Bella.Tak lupa aku selalu berhenti di tempat-tempat yang dulu senang ia kunjungi. Tujuan pertamaku adalah restoran seafood langganan kami dulu. Setelah turun dari motor, aku bergegas masuk. Suasana di dalam sangat ramai. Pemilik restoran yang mengenaliku, langsung menyapa. Pria yang kupanggil Koko itu lantas mendekat."Lho, Bang Dani? Sudah lama gak mampir. Mau pesan apa, Bang?" tanyanya, terlihat senang melihatku. Karena dulu aku selalu royal saat makan di sana."Bukan mau makan, Ko. Saya lagi cari Vania. Tadi ada mampir di sini tidak?" jawabku sedikit malu-malu."Ohhh Vania! Tidak ada. Seingatk