Share

8. Perang Sindir (1)

Pagi ini Mas Ardan pergi kerja tanpa menyantap sarapan yang aku hidangkan. Menghadap ke dapur pun dia seperti tak sudi. Biarlah, kalau dia lapar pasti akan mencari makan sendiri di luar. Yang penting, aku masih mengerjakan kewajibanku seperti biasanya.

Dengan sisa uang yang ditarik dari ATM kemarin, aku masih bisa membeli sayur mayur dan lauk pauk. Sedangkan sisanya, aku siapkan untuk berjaga-jaga jika ada kebutuhan mendesak. Mas Ardan yang pelit itu, benar-benar tak meninggalkan sepeser uang pun untukku dan Ibu.

Saat keluar dari pintu rumah tadi, ia tak mengucapkan sepatah kata pun. Hanya suara bantingan pintu yang menjadi penanda bahwa dia sudah pergi.

Untungnya, Ibu seperti tak terganggu dengan sikap suamiku itu. Kami sama-sama sudah paham. Jika keinginannya tak dipenuhi, maka pastilah Mas Ardan akan marah, uring-uringan sampai berhari-hari. Seperti anak kecil yang merajuk karena tak dibelikan mainan saja. Sungguh kekanak-kanakan.

“Num … kamu hari ini sudah mulai mau mencari kerja?
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status