Share

14. Tumben

“Kamu tidak berhak menerima uang dari Mas Teguh!” bentak Mas Ardan kepadaku saat kami berada di kamar.

Aku diam, memandangi wajahnya yang menyimpan amarah. Sejak pulang kerja tadi, dia hanya diam. Kemudian, saat aku masuk ke kamar, ia langsung menyusul dan sekarang … mengucapkan kalimat itu.

Malas menanggapinya, aku melengos dan sibuk mengutak-atik ponsel di tangan. Entah sejak kapan aku merasa sangat tak penting menanggapi Mas Ardan yang selalu tantrum seperti seorang balita. Toh nanti, ia akan tenang sendiri.

“Aku sedang ngomong sama kamu! Jangan kurang aja kamu, Shanum!” hardiknya lagi.

Aku kembali mendongak, menatapnya malas. Kuhembuskan napas panjang, lalu berbaring memunggunginya.

“SHANUM!” teriak Mas Ardan memekakkan telinga. Padahal hari sudah malam. Semoga saja Ibu sudah tidur, jadi tidak mendengar teriakan dari dedemit barusan.

“Apa, sih? Teriak-teriak kayak orang gila?” Aku menoleh. Napas Mas Ardan memburu, dengan kedua tangan mengepal membentuk tinju.

“Aku ngomong sama kam
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status