Olivia turun dari mobil Ronan saat kendaraan itu telah sampai ke rumah. Gadis itu berlalu begitu saja dengan sikap tidak pedulinya. Bahkan dia enggan mengucapkan terima kasih pada kedua pria yang telah menjemput dan mengantarnya hingga sampai ke kamar sewa."Kau sudah pulang." Heru yang sedang duduk di teras menyambutnya dengan senyum ramah."Ya, Heru. Shif kita sepertinya selalu sama." Olivia menjawab tak kalah ramah."Mobil tadi...." Heru melihat Olivia turun dari mobil mewah. Tentu saja pemuda baik hati itu bertanya karena penasaran.Sudah dua kali dia melihat tetangganya itu pulang diantar dengan mobil selama tinggal di dekatnya. Yang pertama bersama Laura, dan kini bersama putranya.Mulutnya tak bisa menahan untuk tak bertanya."Hem, ya. Itu hanya seorang kenalan. Kebetulan searah, dan dia memberiku tumpangan." Olivia tak mungkin memberi jawaban yang sebenarnya.Gadis itu juga tidak ingin mengabaikan keingintahuan pemuda yang telah banyak membantunya."Oh, begitu." Heru masih men
Silvia berjalan mondar-mandir di kamarnya yang luas dengan cemas. Ukurannya bahkan lebih besar dari rumah yang dia tempati bersama Olivia.Hati gadis itu resah. Bagaimana bisa Ronan berniat datang ke kediaman keluarganya untuk memperkenalkan seorang gadis yang akan dia nikahi.Dari berita yang Silvia dengar dari pelayan pribadi yang ditunjuk khusus untuk melayaninya, tak sekali pun Ronan terdengar dekat dengan seorang wanita.Tunangannya yang berkhianat telah membuatnya membenci dan tak ingin terlibat lagi dengan wanita mana pun. Apalagi sampai mengikat diri dengan pernikahan.Itu tak terdengar seperti Ronan yang dia dengar dari semua penghuni rumah. Tapi baru saja satu bulan Silvia menjadi bagian dari keluarganya, laki-laki itu malah ingin mengakhiri masa kesendiriannya. Seolah tak memberinya kesempatan untuk mendekatkan diri.Bahkan Silvia masih memikirkan bagaimana caranya agar bisa memikat pria tersebut. Silvia merasa, pria yang sen
"Baguslah. Kalau begitu buatkan pesta yang paling meriah untuknya." Laura melirik Silvia dengan dingin.Tentu saja permintaannya bernada sindiran. Saat itu suaminya telah membuat pesta yang begitu semarak untuk menyambut putri kandungnya yang baru saja ditemukan.Air muka Martin berubah. Dia tahu bahwa istrinya belum sepenuhnya menerima keberadaan Silvia. Tapi baginya, gadis itu bukanlah anak haram. Martin menikahi Lea secara sah meski tanpa akte dari kantor agama. Dan istri mudanya itu hamil sesudahnya.Silvia sama sekali tak peduli apa yang diperdebatkan kedua orang tua itu. Dia hanya memikirkan bagaimana Ronan akan berubah pikiran dan berpaling padanya. Semakin dingin dan tak acuh sikapnya pada Silvia, gadis itu semakin menggilainya.Dia bahkan tak menyadari bahwa ibu tirinya tadi baru saja menyindirnya soal pesta. Gadis itu terkadang memang bermuka tembok dan tak tahu malu.*Di dalam mobil Olivia enggan berbicara sepatah kata pun.
Silvia dan Laura sama terkejutnya melihat Ronan merangkul Olivia. Namun Laura seperti bisa mengendalikan diri hingga tak sampai berdiri seperti yang Silvia lakukan.Gadis itu langsung berjalan dan menghampiri Ronan dan Olivia. Tangannya langsung menarik tangan kurus gadis di hadapannya."Apa-apaan ini, Olive? Apa yang sedang kau lakukan di sini?" Tanpa memedulikan Ronan yang berdiri di hadapannya, Silvia marah. Suaranya tertekan dengan deretan gigi yang dirapatkan.Olivia tak peduli. Dia tidak berhutang apa pun pada gadis itu. Demi keselamatan diri sendiri, dia terpaksa mengingkari janji."Menjauh darinya!" Ronan berbicara dengan tenang."Ronan, aku__.""Kembali ke tempatmu! Siapa bilang kau berhak menyentuhnya!" Ronan tak sudi menatap Silvia.Namun suaranya yang terkesan dingin dan tegas, mampu membuat gadis itu menurunkan tangannya dari tangan Olivia."Apa yang terjadi? Apa sebagai calon saudara ipar kalian sudah saling menge
Silvia tersenyum menang. Olivia bahkan tak bisa memberi kesan yang baik di malam perkenalan keluarga itu."Apa sebenarnya yang terjadi?" Ada apa dengan gadis itu?" Martin sepertinya orang yang paling tidak tahu apa-apa tentang yang terjadi."Gadis itu... hanya seorang pelayan di restoran." Laura berucap dingin.Martin terkejut. Penampilan gadis itu mampu menipu matanya. Dari gayanya berjalan, serta pakaian yang dia kenakan, gadis itu terlihat layaknya tuan putri. Semua orang mungkin bisa melihat, bahwa dia jauh lebih menawan dibanding dengan Silvia."Apa benar itu, Ronan? Kenapa kau melakukan itu pada kami. Dan kau Silvia, kau juga tahu tentang itu?" Martin melirik ke arah anak gadisnya."Ayah, itu...." Silvia menjawab ragu. "Dia pernah menjadi rekan kerjaku. Ayah tahu dulu aku hidup miskin. Jadi aku bekerja sebagai pelayan di restoran. Di sana aku dan dia bertemu. Tapi kami tidak terlalu akrab." Silvia enggan mengakui Olivia sebagai teman masa kec
Silvia tersentak. Gadis itu langsung melepaskan pegangannya dari pundak Olivia. Silvia tampak gugup dan ketakutan melihat Ronan yang tiba-tiba muncul."Katakan, kenapa Olivia tidak boleh menikah denganku?!" Ronan sengaja memancing Silvia agar memberikannya alasan.Gadis tak tahu malu itu pasti kebingungan. Ronan bisa saja curiga atau memikirkan yang tidak-tidak tentang pikirannya."Kenapa tidak menjawab? Apa ada hal yang membuat kami tidak boleh menikah yang aku tidak tahu?" Ronan mulai mendesak."Itu... bukan seperti itu. Maksudku...." Silvia semakin kebingungan."Dia hanya ingin membalas dendam karena aku pernah mengacaukan pernikahannya. Benar, kan, Silvia?" Olivia tergelak melihat Silvia yang merasa begitu ketakutan."Tentu saja!" Silvia langsung mendapatkan ide untuk mengelabui kakak tiri palsunya. "Kau sudah mengacaukan pernikahanku. Bagaimana mungkin aku membiarkan kau bahagia bersama kakakku!" Silvia tak punya pilihan lain. Ronan mendengus kesal. Merasa gadis yang akan dia n
"Berhenti!" Ronan memerintahkan pada Kim saat melintas di sebuah apotik. "Belikan gadis ini obat yang dapat mengeluarkan semua isi perutnya. Bahkan sampai ke usus-ususnya!""Baik, Pak!" Kim segera menjalankan perintah majikannya dan keluar dari mobil."Apa kau tidak punya kata-kata lain selain membelah, memotong, atau mematahkan organ tubuh orang lain?" Olivia tampak gerah dengan Ronan yang suka membuatnya merasa ngeri.Dia sudah melihat sendiri salah satu korban Ronan yang berakhir di kursi roda. Dia tak ingin apa yang diucapkan pria kasar itu juga terjadi padanya."Kenapa? kau takut? Maka lain kali jaga mulutmu itu agar tidak sembarangan mengunyah makanan!"Olivia hanya terdiam. Tak lama Kim muncul dengan satu bagpapper kecil di tangannya."Ini milik anda, Nona." Kim menyodorkan kantongan itu dari jendela tempat duduk Olivia. Lalu kembali ke kursi pengemudi.*"Mulai sekarang jaga sikapmu!" Ronan memberi perintah. "Kau sekarang adalah tunangan seorang Ronan Ellyas. Jangan sampai mem
Armaya membawa Olivia ke sebuah restoran dengan ornamen khas jepang. Seorang pelayan berpakaian kimono ala negeri sakura menggeser pintu sebuah ruangan. Armaya mempersilakan Olivia untuk masuk, lalu kembali menutup pintu. Olivia ragu untuk melangkah. Dia melihat Laura sedang duduk dengan tenang di bantal tipis di atas lantai.Meja pendek di hadapannya penuh dengan berbagai macam hidangan. Olivia masih membeku di depan pintu."Sampai kapan kau akan berdiri di situ?" Suara tenang Laura membuatnya bergidik.Gadis itu melangkah mendekati wanita yang memanggilnya ke tempat itu."Duduklah!" Olivia kembali menurut."Makanlah! Kau belum sempat makan, malam itu." Laura mengingatkannya tentang makan malam dua hari yang lalu.Olivia menelan ludah. Dia merasa seperti seekor sapi yang diberi banyak makan agar cepat gemuk. Kemudian dipotong untuk dicincang-cincang daging tebalnya. Olivia tanpa sadar mengusap lehernya sendiri karena takut."Kau takut aku membubuhi racun pada makananmu?" Laura kemb