"Baguslah. Kalau begitu buatkan pesta yang paling meriah untuknya." Laura melirik Silvia dengan dingin.
Tentu saja permintaannya bernada sindiran. Saat itu suaminya telah membuat pesta yang begitu semarak untuk menyambut putri kandungnya yang baru saja ditemukan.
Air muka Martin berubah. Dia tahu bahwa istrinya belum sepenuhnya menerima keberadaan Silvia. Tapi baginya, gadis itu bukanlah anak haram. Martin menikahi Lea secara sah meski tanpa akte dari kantor agama. Dan istri mudanya itu hamil sesudahnya.
Silvia sama sekali tak peduli apa yang diperdebatkan kedua orang tua itu. Dia hanya memikirkan bagaimana Ronan akan berubah pikiran dan berpaling padanya. Semakin dingin dan tak acuh sikapnya pada Silvia, gadis itu semakin menggilainya.
Dia bahkan tak menyadari bahwa ibu tirinya tadi baru saja menyindirnya soal pesta. Gadis itu terkadang memang bermuka tembok dan tak tahu malu.
*
Di dalam mobil Olivia enggan berbicara sepatah kata pun.
Silvia dan Laura sama terkejutnya melihat Ronan merangkul Olivia. Namun Laura seperti bisa mengendalikan diri hingga tak sampai berdiri seperti yang Silvia lakukan.Gadis itu langsung berjalan dan menghampiri Ronan dan Olivia. Tangannya langsung menarik tangan kurus gadis di hadapannya."Apa-apaan ini, Olive? Apa yang sedang kau lakukan di sini?" Tanpa memedulikan Ronan yang berdiri di hadapannya, Silvia marah. Suaranya tertekan dengan deretan gigi yang dirapatkan.Olivia tak peduli. Dia tidak berhutang apa pun pada gadis itu. Demi keselamatan diri sendiri, dia terpaksa mengingkari janji."Menjauh darinya!" Ronan berbicara dengan tenang."Ronan, aku__.""Kembali ke tempatmu! Siapa bilang kau berhak menyentuhnya!" Ronan tak sudi menatap Silvia.Namun suaranya yang terkesan dingin dan tegas, mampu membuat gadis itu menurunkan tangannya dari tangan Olivia."Apa yang terjadi? Apa sebagai calon saudara ipar kalian sudah saling menge
Silvia tersenyum menang. Olivia bahkan tak bisa memberi kesan yang baik di malam perkenalan keluarga itu."Apa sebenarnya yang terjadi?" Ada apa dengan gadis itu?" Martin sepertinya orang yang paling tidak tahu apa-apa tentang yang terjadi."Gadis itu... hanya seorang pelayan di restoran." Laura berucap dingin.Martin terkejut. Penampilan gadis itu mampu menipu matanya. Dari gayanya berjalan, serta pakaian yang dia kenakan, gadis itu terlihat layaknya tuan putri. Semua orang mungkin bisa melihat, bahwa dia jauh lebih menawan dibanding dengan Silvia."Apa benar itu, Ronan? Kenapa kau melakukan itu pada kami. Dan kau Silvia, kau juga tahu tentang itu?" Martin melirik ke arah anak gadisnya."Ayah, itu...." Silvia menjawab ragu. "Dia pernah menjadi rekan kerjaku. Ayah tahu dulu aku hidup miskin. Jadi aku bekerja sebagai pelayan di restoran. Di sana aku dan dia bertemu. Tapi kami tidak terlalu akrab." Silvia enggan mengakui Olivia sebagai teman masa kec
Silvia tersentak. Gadis itu langsung melepaskan pegangannya dari pundak Olivia. Silvia tampak gugup dan ketakutan melihat Ronan yang tiba-tiba muncul."Katakan, kenapa Olivia tidak boleh menikah denganku?!" Ronan sengaja memancing Silvia agar memberikannya alasan.Gadis tak tahu malu itu pasti kebingungan. Ronan bisa saja curiga atau memikirkan yang tidak-tidak tentang pikirannya."Kenapa tidak menjawab? Apa ada hal yang membuat kami tidak boleh menikah yang aku tidak tahu?" Ronan mulai mendesak."Itu... bukan seperti itu. Maksudku...." Silvia semakin kebingungan."Dia hanya ingin membalas dendam karena aku pernah mengacaukan pernikahannya. Benar, kan, Silvia?" Olivia tergelak melihat Silvia yang merasa begitu ketakutan."Tentu saja!" Silvia langsung mendapatkan ide untuk mengelabui kakak tiri palsunya. "Kau sudah mengacaukan pernikahanku. Bagaimana mungkin aku membiarkan kau bahagia bersama kakakku!" Silvia tak punya pilihan lain. Ronan mendengus kesal. Merasa gadis yang akan dia n
"Berhenti!" Ronan memerintahkan pada Kim saat melintas di sebuah apotik. "Belikan gadis ini obat yang dapat mengeluarkan semua isi perutnya. Bahkan sampai ke usus-ususnya!""Baik, Pak!" Kim segera menjalankan perintah majikannya dan keluar dari mobil."Apa kau tidak punya kata-kata lain selain membelah, memotong, atau mematahkan organ tubuh orang lain?" Olivia tampak gerah dengan Ronan yang suka membuatnya merasa ngeri.Dia sudah melihat sendiri salah satu korban Ronan yang berakhir di kursi roda. Dia tak ingin apa yang diucapkan pria kasar itu juga terjadi padanya."Kenapa? kau takut? Maka lain kali jaga mulutmu itu agar tidak sembarangan mengunyah makanan!"Olivia hanya terdiam. Tak lama Kim muncul dengan satu bagpapper kecil di tangannya."Ini milik anda, Nona." Kim menyodorkan kantongan itu dari jendela tempat duduk Olivia. Lalu kembali ke kursi pengemudi.*"Mulai sekarang jaga sikapmu!" Ronan memberi perintah. "Kau sekarang adalah tunangan seorang Ronan Ellyas. Jangan sampai mem
Armaya membawa Olivia ke sebuah restoran dengan ornamen khas jepang. Seorang pelayan berpakaian kimono ala negeri sakura menggeser pintu sebuah ruangan. Armaya mempersilakan Olivia untuk masuk, lalu kembali menutup pintu. Olivia ragu untuk melangkah. Dia melihat Laura sedang duduk dengan tenang di bantal tipis di atas lantai.Meja pendek di hadapannya penuh dengan berbagai macam hidangan. Olivia masih membeku di depan pintu."Sampai kapan kau akan berdiri di situ?" Suara tenang Laura membuatnya bergidik.Gadis itu melangkah mendekati wanita yang memanggilnya ke tempat itu."Duduklah!" Olivia kembali menurut."Makanlah! Kau belum sempat makan, malam itu." Laura mengingatkannya tentang makan malam dua hari yang lalu.Olivia menelan ludah. Dia merasa seperti seekor sapi yang diberi banyak makan agar cepat gemuk. Kemudian dipotong untuk dicincang-cincang daging tebalnya. Olivia tanpa sadar mengusap lehernya sendiri karena takut."Kau takut aku membubuhi racun pada makananmu?" Laura kemb
Olivia langsung membuang pandangan melihat senyum seringai dari pria itu. Dia mencoba melewatinya, namun pria itu kembali menghalangi dengan tubuhnya."Munggirlah, aku sedang bekerja." Olivia bersikap tak peduli."Kau masih saja bersikap jual mahal, Olivia!" Pria berambut ikal itu sedang menyindirnya. Dia terus melangkah, hingga Olivia harus bergerak mundur. "Apa kau masih mau mengaku kalau kau punya kekasih?" Pria itu sedang mengejeknya. "Kudengar kau berbagi pacar dengan salah satu rekanmu. Hem, aku tidak melihatnya malam ini. Bagaimana jika kalian juga berbagi ranjang denganku!""Kau masih tetap menjijikkan, Daniel!" Olivia mencibir.Daniel adalah salah satu pria yang ditolak oleh Olivia. Pemuda itu kerap kali menggodanya dengan kekayaan yang selalu dia pamerkan. Di sisi lain, Silvia mengincarnya, bahkan pernah menemaninya bermalam. Saat itulah Silvia mengatakan kalau kekasih Olivia jatuh cinta dan akhirnya memilih dirinya, lalu membuang gadis itu."Sekarang kau sudah bebas. Kau
Ronan mendengus kesal. Dia memijat pelipisnya sendiri. Sebenarnya benda itu tidak terlalu penting bagi dia. Hanya saja dia enggan berselisih dengan ibunya hanya karena harus membela gadis yang akan dia nikahi."Pindah dari sana!" perintah Ronan pada Olivia yang masih tampak gelisah.Mereka kini berada di ruang VIP, karena Ronan memesan tempat itu dan meminta Olivia melayaninya. Pria yang baru saja mematahkan pergelangan tangan seseorang itu ingin berbicara dengan leluasa."Apa yang anda katakan. Anda benar-benar akan meratakan tempat itu dengan tanah?" "Sudah kubilang jaga sikapmu. Kau akan segera menikah, tapi kau masih tinggal sekamar dengan kekasihmu."Alis Olivia mengkerut."Anda telah berpikir bahwa aku memiliki kekasih. Dan anda masih berniat menikahiku? Apa maksud anda sebenarnya?" Olivia tak habis pikir."Kau berhubungan dengan lelaki mana pun, aku tidak peduli. Bahkan dengan pria yang telah mengkhianati dirimu!""Lalu apa masalahnya?""Kita akan menikah. Aku tak mau kau mer
"Rupanya hidupmu selalu dikelilingi para pria, heh? Ingatkan pemuda itu untuk selalu menjaga pergelangan tangan dan juga rahangnya!" Ronan mendengus kesal. Lalu meninggalkan gadis itu yang penuh heran."Jalan!" Ronan memerintahkan Kim sembari melonggarkan dasi dan kerah kemejanya. Bahkan dia tampak kepanasan meski AC mobil sedang menyala.Kim tersenyum melihat majikannya yang gelisah. Sepertinya Kim lebih memahami bagaimana perasaan pria itu ketimbang Ronan sendiri."Kau juga ingin aku mematahkan rahangmu agar tak bisa tersenyum lagi, Kim?" Suara horor itu membuat bibir Kim terkatup sempurna.Dia bahkan tak berani melirik majikannya dari kaca spion.*Olivia menggunakan hari liburnya untuk memenuhi permintaan Ronan. Pria itu memintanya datang ke sebuah toko dan menunggu.Olivia baru saja menunggu selama lima menit, lalu mobil hitam Ronan berhenti tepat di depannya."Tak bisakah kau menunggu di dalam saja? Kau seperti pengemis di emperan toko." Ronan merapikan jas setelah Kim membukaka