Suara dering ponsel terdengar dari saku jas milik Ronan. Pria itu langsung melirik arloji setelah melihat nomor telepon dari kantor yang memanggil."Aku belum terlambat, kan?" Ronan langsung bertanya karena dia masih memiliki waktu untuk memimpin rapat."Maafkan aku, Pak. Aku tidak bermaksud mengganggu anda. Tapi bukan itu yang ingin aku sampaikan," sahut suara wanita dari seberang sana."Jangan bertele-tele. Ada masalah apa?""Seseorang dari toko pakaian memberitahu bahwa mereka menangkap maling yang sudah mencuri kartu debit anda. Sekarang mereka sedang mengurungnya di gudang. Apa yang harus aku katakan pada mereka, Pak? Anda ingin menyerahkannya pada polisi?""Apa katamu? Mereka mengurungnya?" Tangan Ronan mengepal kuat. "Batalkan rapat hari ini!" Ronan langsung menutup sambungan telepon."Kim! Kembali ke toko!"Kim mengerti, lalu membanting stir untuk memutar arah. Dia mengerti, bahwa calon Nyonya mudanya sedang berada dalam masalah. Tak perlu lagi Ronan memberi perintah untuk m
Steve terbelalak. Lalu bersujud hingga tangannya menyentuh lantai."Maafkan aku, Tuan. Aku tidak tahu semua itu. Aku tidak tahu kalau gadis itu adalah tunangan anda. Ampuni aku, Tuan." Steve berteriak histeris, hingga kedua rekannya terkejut. Lalu ikut memohon dan memelas."Bawa aku pergi!" Olivia membuang pandangan, lalu memejamkan mata dengan air yang masih keluar dari sudut matanya."Urus mereka!" Ronan kembali menegaskan pada Kim tentang hukuman ke tiga orang itu. Lalu berjalan menuju pintu keluar.Di balik pintu, Ronan mengentikan langkah. Melihat Sally berdiri ketakutan dengan kaki yang gemetar."Kim!" Ronan berteriak dari luar sana. "Kirim wanita ini ke rumah pelacuran. Pastikan dia tidak bisa keluar dari sana sampai monopouse!"Sally menangis histeris. Berlutut dan memohon ampun. Dia tahu bahwa perintah dari keluarga Ellyas adalah mutlak dan tak akan bisa tersentuh oleh hukum. Dia bahkan berjalan dengan lututnya untuk memohon keringanan hukuman.Ronan tak lagi memedulikan. Dia
Olivia membuka matanya setelah tertidur selama beberapa jam. Dia mendapati dirinya masih berada di ranjang nyaman milik Ronan. Dia memegangi tubuhnya yang masih berbalut dengan jas milik pria itu. Pakaian yang terasa begitu longgar di tubuh mungilnya. Bahkan rok celana pendek yang dia kenakan hampir tak terlihat.Olivia beranjak dari tempat tidur. Melirik jam beker digital di atas nakas. Hari sudah sangat sore. Dia berpikir harus segera pergi dari rumah itu.Olivia mengambil tas lusuhnya di sebelah jam beker, lalu berjalan menuju pintu. Baru saja tangannya bergerak menyentuh pegangan berwarna emas itu, pintu sudah terbuka dari luar."Anda sudah bangun, Nona Olivia?" Bibi Tina tersenyum hangat pada gadis itu dengan membawa nampan berisi steak dan segelas air lemon hangat."Ya, aku harus pulang." Olivia bersikap dengan sopan. "Terima kasih karena telah mengurusku, Bibi... Tina." Olivia berusaha bersikap ramah dengan menyebut namanya."Tuan Ronan meminta anda menunggu. Kurasa sebentar l
"Selamat pagi silvia. Apa aku mengganggumu?" Suara seorang wanita terdengar begitu ramah dan sok akrab."Kalau kau ingin tahu. Ya! Kau sangat mengganggu," ketus Silvia. Gadis yang baru saja mendengar suara asing itu tampak tidak senang. Dia merasa tak mengenalnya, lantas menjadi marah karena dibangunkan dari tidurnya yang hanya baru sebentar. Silvia sampai tak bisa tidur hingga larut malam karena memikirkan nasibnya yang tidak lebih beruntung dari Olivia. Bahkan laki-laki yang selalu diincar Silvia, keduanya lebih memilih bertekuk lutut dan tergila-gila pada Olivia."Baiklah. Aku minta maaf. Aku lupa memperkenalkan diri.""Jangan bertele-tele. Siapa kau, dan bagaimana kau bisa mendapatkan nomorku!"Silvia sama sekali tak ingin bersikap ramah. Sejak dia dinobatkan menjadi keluarga Ellyas, banyak sekali gadis kaum sosialita yang ingin menjadi temannya. Level keluarga Ellyas yang tergolong kelas nomor satu menjadi suatu kebanggaan bagi siapa saja yang berada di sekitarnya.Silvia menja
Olivia adalah gadis yang sangat kuat. Meski kejadian kemarin sempat membuatnya trauma, namun hari ini dia kembali hidup seperti biasanya.Dengan masker yang menutupi sebagian wajahnya, dia masih dengan cekatan menangani beberapa tamu di restoran. Bengkak di wajahnya sudah mulai mengempes. Hanya luka memar saja yang tidak ingin dia tunjukkan pada tamu.Saat keluar dari ruang VIP I, Olivia berpapasan dengan seorang pria. Olivia hampir saja menabraknya jika pria itu tak segera menghindar."Maafkan aku, Tuan...." Olivia tak lagi meneruskan kata-katanya begitu tahu siapa pria yang ada di hadapannya. Pria berambut ikal dengan tangan yang dibalut perban dan digendong dengan kain pengikat di lehernya."Kau selalu saja membuatku sial meski sudah menutupi wajah jalangmu itu!" umpat Daniel.Olivia melotot tajam. Tak terima dengan ucapan kasar yang dilontarkan oleh tuan muda kaya raya yang sombong itu. Dia ingin sekali memaki, bahkan mencekik leher si otak mesum itu. Namun saat ini dia harus mamp
"Apa yang terjadi pada tanganmu, Daniel?" Cleo berbasa-basi menyapa pria yang baru saja dikenalnya."Ini karena seorang jalang! Sekarang dia punya anjing setia yang dengan senang hati melindungi dan menggigit siapa saja yang mengganggunya!" Daniel mendengus kesal.Cleo hanya tersenyum tipis. Tak terlalu peduli dengan apa yang dialami oleh pria itu.Berpapasan dengan Olivia tadi membuat Daniel merasa sedikit khawatir. Dia kembali teringat saat Kim memukulinya habis-habisan. Dia menjelaskan bahwa tunangan Olivia adalah seorang Ellyas. Daniel terkejut. Setahunya perusahaan Ellyas merupakan pimpinan tertinggi dari perusahaan yang dimiliki oleh orang tuanya. Tentu saja dia sangat takut. Karena itu dia tak lagi berani mengganggu Olivia.Sejak kejadian itu, baru kali ini dia datang ke restoran itu lagi. Itu pun atas permintaan Silvia. Dan gadis itu tak menyinggung soal Olivia sama sekali.*"Apa yang kau rencanakan, Silvia?" Olivia melirik tajam pada gadis yang memanggilnya sebagai pelayan
Saat jam makan siang, Ronan meminta Kim untuk mengantarnya ke tempat tinggal Olivia. Gadis itu bahkan tak mengindahkan pesan-pesan dan panggilan telepon dari Ronan. Membuat pria dingin itu menggeram kerena tak tahu bagaimana keadaan tunangannya.Ronan bahkan memarahi Bibi Tina karena tak bisa mencegah kepergian gadis itu. Dia pikir Olivia masih terbaring lemah di atas ranjang besarnya, hingga Ronan tak memberi kabar bahwa dia tidak bisa pulang dengan cepat. Pimpinan tertinggi perusahaan Ellyas itu harus terbang ke luar kota sore itu juga.Ronan kembali pulang dengan penerbangan berikutnya. Meski begitu susah mendapatkan tiket first class, dia tetap memilih pulang meski hanya duduk di kursi kelas bisnis. Dan itu sudah hampir pagi.Pagi harinya saat Ronan baru sampai, dia juga harus segera ke kantor untuk menghadiri rapat penandatanganan proyek bernilai milyaran. Dan saat inilah dia baru memiliki kesempatan untuk menemui calon istrinya yang terus saja membuat dirinya merasa cemas."Ing
Bagaimanapun, dia hanya punya waktu kurang dari enam bulan lagi untuk membuat Olivia benar-benar menjadi bagian dari Ellyas. Tentu saja satu-satunya keturunan Martin Ellyas yang asli.Dia berharap gadis itu tak akan pernah pergi lagi. Baik dari keluarga, ataupun... darinya."Tunggu sampai aku menangkap basah dirimu. Sekali saja kau melakukan kesalahan, aku akan mengirim kau dan keluargamu keluar dari planet ini!"Ronan bergegas meninggalkan tempat itu. Diikuti Kim yang langsung mendahului dan membukakan pintu mobil untuk majikannya yang terlihat kian memanas."Tunggu saja sampai aku bertemu dengannya!" Ronan mendengus kesal.*Kim melajukan mobil dengan kencang menuju tempat kerja Olivia. Tak ada lagi pembicaraan di antara sopir dan majikan itu. "Panggilkan Nona Olivia!" Kim meminta pada salah seorang pelayan saat memasuki restoran itu. "Olivia?" ulang seorang gadis dengan nametag Helen yang membukakan pintu kaca saat melihat Kim datang.Helen berpikir bahwa Kim adalah salah seorang