Olivia membuka matanya setelah tertidur selama beberapa jam. Dia mendapati dirinya masih berada di ranjang nyaman milik Ronan. Dia memegangi tubuhnya yang masih berbalut dengan jas milik pria itu. Pakaian yang terasa begitu longgar di tubuh mungilnya. Bahkan rok celana pendek yang dia kenakan hampir tak terlihat.Olivia beranjak dari tempat tidur. Melirik jam beker digital di atas nakas. Hari sudah sangat sore. Dia berpikir harus segera pergi dari rumah itu.Olivia mengambil tas lusuhnya di sebelah jam beker, lalu berjalan menuju pintu. Baru saja tangannya bergerak menyentuh pegangan berwarna emas itu, pintu sudah terbuka dari luar."Anda sudah bangun, Nona Olivia?" Bibi Tina tersenyum hangat pada gadis itu dengan membawa nampan berisi steak dan segelas air lemon hangat."Ya, aku harus pulang." Olivia bersikap dengan sopan. "Terima kasih karena telah mengurusku, Bibi... Tina." Olivia berusaha bersikap ramah dengan menyebut namanya."Tuan Ronan meminta anda menunggu. Kurasa sebentar l
"Selamat pagi silvia. Apa aku mengganggumu?" Suara seorang wanita terdengar begitu ramah dan sok akrab."Kalau kau ingin tahu. Ya! Kau sangat mengganggu," ketus Silvia. Gadis yang baru saja mendengar suara asing itu tampak tidak senang. Dia merasa tak mengenalnya, lantas menjadi marah karena dibangunkan dari tidurnya yang hanya baru sebentar. Silvia sampai tak bisa tidur hingga larut malam karena memikirkan nasibnya yang tidak lebih beruntung dari Olivia. Bahkan laki-laki yang selalu diincar Silvia, keduanya lebih memilih bertekuk lutut dan tergila-gila pada Olivia."Baiklah. Aku minta maaf. Aku lupa memperkenalkan diri.""Jangan bertele-tele. Siapa kau, dan bagaimana kau bisa mendapatkan nomorku!"Silvia sama sekali tak ingin bersikap ramah. Sejak dia dinobatkan menjadi keluarga Ellyas, banyak sekali gadis kaum sosialita yang ingin menjadi temannya. Level keluarga Ellyas yang tergolong kelas nomor satu menjadi suatu kebanggaan bagi siapa saja yang berada di sekitarnya.Silvia menja
Olivia adalah gadis yang sangat kuat. Meski kejadian kemarin sempat membuatnya trauma, namun hari ini dia kembali hidup seperti biasanya.Dengan masker yang menutupi sebagian wajahnya, dia masih dengan cekatan menangani beberapa tamu di restoran. Bengkak di wajahnya sudah mulai mengempes. Hanya luka memar saja yang tidak ingin dia tunjukkan pada tamu.Saat keluar dari ruang VIP I, Olivia berpapasan dengan seorang pria. Olivia hampir saja menabraknya jika pria itu tak segera menghindar."Maafkan aku, Tuan...." Olivia tak lagi meneruskan kata-katanya begitu tahu siapa pria yang ada di hadapannya. Pria berambut ikal dengan tangan yang dibalut perban dan digendong dengan kain pengikat di lehernya."Kau selalu saja membuatku sial meski sudah menutupi wajah jalangmu itu!" umpat Daniel.Olivia melotot tajam. Tak terima dengan ucapan kasar yang dilontarkan oleh tuan muda kaya raya yang sombong itu. Dia ingin sekali memaki, bahkan mencekik leher si otak mesum itu. Namun saat ini dia harus mamp
"Apa yang terjadi pada tanganmu, Daniel?" Cleo berbasa-basi menyapa pria yang baru saja dikenalnya."Ini karena seorang jalang! Sekarang dia punya anjing setia yang dengan senang hati melindungi dan menggigit siapa saja yang mengganggunya!" Daniel mendengus kesal.Cleo hanya tersenyum tipis. Tak terlalu peduli dengan apa yang dialami oleh pria itu.Berpapasan dengan Olivia tadi membuat Daniel merasa sedikit khawatir. Dia kembali teringat saat Kim memukulinya habis-habisan. Dia menjelaskan bahwa tunangan Olivia adalah seorang Ellyas. Daniel terkejut. Setahunya perusahaan Ellyas merupakan pimpinan tertinggi dari perusahaan yang dimiliki oleh orang tuanya. Tentu saja dia sangat takut. Karena itu dia tak lagi berani mengganggu Olivia.Sejak kejadian itu, baru kali ini dia datang ke restoran itu lagi. Itu pun atas permintaan Silvia. Dan gadis itu tak menyinggung soal Olivia sama sekali.*"Apa yang kau rencanakan, Silvia?" Olivia melirik tajam pada gadis yang memanggilnya sebagai pelayan
Saat jam makan siang, Ronan meminta Kim untuk mengantarnya ke tempat tinggal Olivia. Gadis itu bahkan tak mengindahkan pesan-pesan dan panggilan telepon dari Ronan. Membuat pria dingin itu menggeram kerena tak tahu bagaimana keadaan tunangannya.Ronan bahkan memarahi Bibi Tina karena tak bisa mencegah kepergian gadis itu. Dia pikir Olivia masih terbaring lemah di atas ranjang besarnya, hingga Ronan tak memberi kabar bahwa dia tidak bisa pulang dengan cepat. Pimpinan tertinggi perusahaan Ellyas itu harus terbang ke luar kota sore itu juga.Ronan kembali pulang dengan penerbangan berikutnya. Meski begitu susah mendapatkan tiket first class, dia tetap memilih pulang meski hanya duduk di kursi kelas bisnis. Dan itu sudah hampir pagi.Pagi harinya saat Ronan baru sampai, dia juga harus segera ke kantor untuk menghadiri rapat penandatanganan proyek bernilai milyaran. Dan saat inilah dia baru memiliki kesempatan untuk menemui calon istrinya yang terus saja membuat dirinya merasa cemas."Ing
Bagaimanapun, dia hanya punya waktu kurang dari enam bulan lagi untuk membuat Olivia benar-benar menjadi bagian dari Ellyas. Tentu saja satu-satunya keturunan Martin Ellyas yang asli.Dia berharap gadis itu tak akan pernah pergi lagi. Baik dari keluarga, ataupun... darinya."Tunggu sampai aku menangkap basah dirimu. Sekali saja kau melakukan kesalahan, aku akan mengirim kau dan keluargamu keluar dari planet ini!"Ronan bergegas meninggalkan tempat itu. Diikuti Kim yang langsung mendahului dan membukakan pintu mobil untuk majikannya yang terlihat kian memanas."Tunggu saja sampai aku bertemu dengannya!" Ronan mendengus kesal.*Kim melajukan mobil dengan kencang menuju tempat kerja Olivia. Tak ada lagi pembicaraan di antara sopir dan majikan itu. "Panggilkan Nona Olivia!" Kim meminta pada salah seorang pelayan saat memasuki restoran itu. "Olivia?" ulang seorang gadis dengan nametag Helen yang membukakan pintu kaca saat melihat Kim datang.Helen berpikir bahwa Kim adalah salah seorang
Olivia langsung memberengut. Lalu membuang pandangan dari Ronan. Tak mau sampai bertatap mata dan memperlihatkan rasa kecewa di raut wajahnya. "Jika masih ada yang kalian inginkan, tekan saja belnya. Aku akan datang. Permisi!" Olivia bersikap layaknya melayani tamu yang lain. Dia hendak melangkah, namun lengannya tertangkap oleh Ronan yang tak membiarkannya beranjak dari dalam sana sebelum mendapat penjelasan."Kenapa tak menjawab?! Kenapa kalian berkumpul di sini? Bersamanya?" Ronan menoleh ke arah Daniel dengan tatapan membunuh.Daniel yang sudah keringat dingin sejak Ronan muncul tadi langsung menelan ludah. Berulang kali dia mengusap pergelangan tangannya yang masih terbungkus, saking takutnya."Maaf, kurasa aku salah tempat. Aku sama sekali tidak tahu kalau si jal__." Olivia melotot mendengar bahwa pria mesum itu akan memanggilnya si jalang. "Mak__maksudku Olivia. Aku tidak tahu bahwa dia juga berada di ruangan ini."Daniel tahu bahwa Ronan tidak main-main dalam bertindak. Pria
Olivia kembali mengalihkan pandangan. Dia benci jika berlama-lama berada di tengah-tengah mereka. Orang-orang yang selalu saja berusaha mengganggu dan membuat hidupnya tidak tenang.Namun Olivia tak bisa berbuat apa-apa. Tugasnya sebagai seorang pelayan membuatnya harus menuruti permintaan tamu yang telah memesan ruangan paling mahal di restoran itu."Bisa aku pergi sekarang?" Olivia kembali bertanya."Kau belum menjawab pertanyaanku!" sahut Ronan. "Kenapa tiba-tiba kau meninggalkan ranjangku dan pergi bekerja hari ini. Kau sangat tidak patuh!" Ronan masih geram jika mengingat begitu keras kepalanya gadis itu.Cleo dan Silvia sama-sama tercengang mendengar kata ranjang yang diucapkan oleh Ronan. Tidak terkecuali Daniel yang masih berdiri di depan pintu bersama Kim yang menjaganya.Siapa pun pasti menduga apa maksud dari ucapan Ronan. Olivia seperti tiba-tiba meninggalkannya setelah mereka tidur bersama.Tangan Olivia mengepal. Ronan seperti sengaja membuat ke tiga orang itu larut dal