"Ini sudah ketiga kalinya kamu bertengkar dengan para pelanggan! Apa yang harus aku dengarkan alasanmu kali ini Teresia?"
Teresia meringis pelan ia menundukan kepalanya karena tau orang di depannya tengah benar-benar marah padanya. "Maaf Bu, tapi laki-laki itu duluan yang kurang ajar sama saya! Dia bahkan melecehkan saya, tidak mungkin saya diam saja-"
"Kamu tau dia orang penting?! Bagaimana jika dia melaporkan club ini dan nanti menutup tempat ini?! Apa kamu mampu membayar semua kerugiannya?!" wanita dengan dandanan full make-upnya itu memarahi Teresia dan benar-benar kesal pada Teresia yang baginya menjadi saingannya, hanya karena beberapa pria yang ditaksirnya justru memilih jatuh cinta pada Teresia.
"Aku akan memecatmu!"
Kedua mata Teresia terbuka lebar, lagi? Haruskah dia kembali mencari pekerjaan baru lagi?
"Tapi Bu-"
"Pergi sekarang!"
Teresia mengepalkan kedua tangannya, tatapan ramahnya sudah menghilang, kini ia menatap wanita di depannya dengan pandangan kesalnya. Apa masalahnya memang jika membela diri pada seseorang yang sudah kurang ajar padanya?!
"Baiklah! Lagi pula tempat ini gak cocok buat seseorang seperti saya! Di mana jika ada seseorang yang berniat jahat dan statusnya lebih tinggi dari para pelayan di sini tetap kami semua yang salah! Uang dan kuasa mengalahkan segalanya! Saya berharap anda tidak akan mengalaminya!"
Teresia melepas apron mini yang terikat di pinggulnya dan melempar kasar benda itu ke atas lantai. Mengabaikan omelan wanita tersebut padanya, Teresia keluar dari ruangan tersebut dan juga tak berkata apapun pada rekan-rekan kerjanya yang beberapa ada yang senang karena dia memilih berhenti.
Teresia pernah mendengar bahwa para wanita di sana merasa tersaingi karena wajah Teresia cukup dikagumi para pria. Sehingga beberapa pria yang sudah punya kekasih meminta Teresia menjadi simpanannya dengan imbalan uang untuk tutup mulut.
Teresia tau dia miskin namun jika harga dirinya sudah diinjak-injak seperti itu, Teresia tak terima. Dia bahkan mengatakan dengan jujur pada kekasih para pria itu namun sebaliknya, bukannya para wanita itu berterimakasih padanya karena telah jujur, Teresia justru dikatai wanita gatal.
Menyebalkan sekali memang.
"Sialanlah! Kemana lagi gue cari kerja kalo gini?!" desahnya pelan, ini adalah kesekian kalinya Teresia dipecat dari pekerjaannya.
Ia memang bekerja di sebuah club malam di mana berisi banyak orang mabuk, namun malam ini Teresia sudah hampir diperkosa karena ia mengantarkan botol minuman di dalam kamar tamu.
Saat berhasil melawan, Teresia justru dipanggil ke ruang bosnya dan dipecat.
Seharusnya itu bukanlah kesalahannya, pekerjaan Teresia hanya menjadi pelayan dan bukan pemuas nafsu.
Teresia melihat jam di ponselnya, sudah hampir jam dua dini hari. Teresia mendesah pelan, memikirkan hidupnya kedepan nanti.
"Ah Bapak itu kapan datang lagi ya? Capek banget hidup susah gini!"
Teresia menghentikan langkahnya saat merasa ada seseorang yang memperhatikan dirinya, dia menoleh ke belakang dan memeriksa siapa saja yang berada di belakangnya. Namun Teresia tak melihat ada sosok mencurigakan.
Perasaan ini sama seperti perasaan sebelum-sebelumnya.
Tak sekali ia merasakan hal ini, semenjak ia selalu pulang malam dari pekerjaannya, Teresia selalu merasa ada seseorang yang memperhatikannya dan mengikutinya dari belakang, namun ketika ia periksa tak ada siapapun yang mencurigakan.
Ia kembali melanjutkan langkahnya dengan perasaan was-was, karena merasa ada seseorang yang terus memperhatikannya dan mengikutinya diam-diam.
Langkahnya kian cepat dan Teresia buru-buru melewati tikungan, ia bersembunyi di balik bangunan tersebut dan menanti seseorang yang berjalan di belakangnya. Seseorang yang ia curigai itu.
Kupingnya menajam saat mendengar langkah sepatu yang kian dekat, dan saat langkah itu sudah berada di sampingnya, tak menunggu lama, Teresia melayangkan kepalan tinjunya pada hidung orang tersebut.
"Ahh Shit!!"
"Sialan lo! Lo mau mesum ya?! Ngapain lo ikutin gue?!"
Teresia memelototkan matanya dengan galak ke arah pria tinggi yang tengah meringis dan menahan hidungnya yang baru saja mendapat bogeman darinya.
Bibir Teresia menyunggingkan senyum miring saat melihat darah mengalir keluar dari hidung pria itu.
"What the- Ahh, sialan!! Apa yang ada di otakmu?!" Pria itu menatap marah pada Teresia, dia membersihkan darah yang keluar dari hidungnya dengan sapu tangan yang dibawanya. Menatap nyalang pada Teresia yang terkekeh dan bersedekap.
Baru kali ini ada seorang wanita yang memukulnya hingga berdarah.
"Gue udah curiga ada yang ngikutin gue! Apa lo juga yang setiap malam selalu ikutin gue pulang?! Lo mau macem-macem kan?!" Teresia sedikit tak tega melihat wajah tampan di depannya harus terluka karena pukulannya.
Namun namanya orang jahat tetap tak ada pengampunan. Setidaknya itulah menurutnya.
"Aku tak mengikutimu! Minta maaf padaku! Dan bayar kerugian yang kamu sebabkan!" desis pria itu terdengar galak dan menunjuk hidungnya yang sudah Teresia lukai.
Teresia hanya berdecih dan merasa tak takut pada pria tersebut, "lo tunggu di situ!" kemudian Teresia mengambil ponselnya dan membuka fitur kamera, dengan cepat ia memotret wajah pria tersebut.
"Buat apa itu! Kamu tau mengambil foto orang lain tanpa izin itu salah?! Kamu bisa ku laporkan!"
"Sebelum lo lakuin itu! Gue yang lebih dulu melapor! Lo mau macam-macam sama gue! Lo selalu ngikutin gue pulang!"
Pria tersebut menggeram kesal dan kedua tangannya terangkat ingin sekali ia membalas perlakuan Teresia. "Aku berharap tak pernah bertemu denganmu lagi! Akan aku ingat hal ini seumur hidupku!"
Pria itu mengeram kesal dan berjalan melalui Teresia.
Teresia tak menerima saat pria yang ia anggap orang yang ingin menjahatinya itu kabur begitu saja.
"Sialan lo jangan kabur!!"
Pria yang tak dikenalnya itu memberhentikan taksi dan kemudian melaju di kegelapan malam.
Teresia mendesis kesal. Kedua tangannya mengepal erat karena seluruh amarahnya belum sepenuhnya ia keluarkan.
"Semoga gue gak pernah lagi ketemu cowok mesum itu!"
***
Arga membuang tisu yang baru saja dipakainya untuk membersihkan sisa darah di hidungnya.
Terluka karena seseorang wanita yang asal menuduhnya dan tiba-tiba saja memukulnya.
"Siapa yang melakukan hal ini padamu?"
Arga melirik sinis pada adiknya yang terlihat baru juga tiba di rumah sama sepertinya.
"Seorang wanita gila yang menuduhku menguntitnya dan berniat melakukan hal buruk padanya!"
Revo tertawa mendengar gerutuan Arga, Kakaknya. Pria itu terdengar memendam kekesalan pada wanita yang berhasil membuat Arga terus memikirkannya.
Dan melupakan satu fakta buruk tentang Arga yang anti seorang wanita.
"Wanita itu cukup lucu"
Arga mendesis dan berdecak pelan "dia kasar dan sangat menyebalkan! Wanita itu berhasil membuatku benar-benar ingin ku balas atau setidaknya mengerjainya! Aku ingin dia mengetahui siapa aku dan kemudian berlutut meminta maaf!"
Revo menarik sudut bibirnya, ia duduk di kursi bar mengamati wajah Kakaknya yang menegang dan wajah Arga yang datar menatap dinding di depannya.
Dia cukup menyimak bagaimana Arga yang tengah mengeluarkan suara hatinya tentang perempuan yang baru ditemuinya ini.
Tak ada raut jijik atau tanda-tanda trauma Arga yang bangkit hanya karena mengingat wanita tersebut.
Sebagai adik Arga dan mengenal Arga cukup dekat, Revo memahami bahwa Arga tak menaruh rasa traumanya pada wanita yang baru saja diceritakan Arga padanya.
Dan Revo juga berpikir apa wanita itu bisa membantu Arga untuk keluar dari rasa takutnya terhadap wanita dan juga menghentikan kegilaan Arga yang bermain dengan para pria hingga bisa disimpulkan bahwa Arga adalah seorang gay?
Mendadak Revo penasaran siapa sosok wanita itu.
Arga melirik kesal pada sang Ayah yang memaksa dia untuk ikut bertemu dengan seorang wanita. Wanita yang sebentar lagi akan dinikahkan olehnya, hanya demi memulihkan nama baik keluarga mereka, membuktikan pada kerabat dan seluruh client sang Ayah bahwa Arga bukanlah seorang gay. Jika bukan karena nasib hak waris dan kekuasaan Ayahnya yang akan diserahkan padanya, Arga pasti sudah menolak hal ini! Arga tak mengerti mengapa Ayah Romi sampai harus memaksa dia tinggal dengan wanita asing yang mungkin bisa membangkitkan lagi kenangan buruknya tentang wanita. "Perlihatkanlah wajah ramahmu Arga!" Ayah Romi menegur cucunya saat terlihat betapa muramnya wajah Arga. "Sedang ku usahakan Ayah" gerutu Arga pelan. Ayah Romi mendesah pelan, kenyataannya Ayah Romi sendiri khawatir untuk menikahkan Arga dengan seorang wanita asing, yang bahkan ia belum mengenal baik pada wanita ini. Terlebih mengingat masalalu yang pernah menimpa putra tersayang sehingga mencipta trauma berat bagi Arga jika menya
"Apa yang kamu lakukan di sini?!" Arga menajamkan kedua matanya dan mengepalkan kedua tanganya erat setelah melihat sosok Teresia memasuki ruangan kerja Ayahnya."Eh penguntit! Harusnya lo yang ngapain di sini?!"Ayah Romi terbatuk pelan ketika mendengar panggilan yang Teresia gunakan untuk Arga.Membuat kedua pasang mata menatapnya bingung.Entah apa yang terjadi pada putranya dan wanita tersebut sehingga Teresia bisa memanggil putranya dengan panggilan penguntit.Karena bagaimanapun, Arga tidak mungkin menguntit seorang wanita jika pria itu selalu takut dan tak nyaman di dekat wanita.Wajah Arga memerah penuh kekesalan, dan belum pria itu membuka suara untuk membalas ucapan tak sopan Teresia, Ayah Romi rupanya menengahi dan menyudahi pertikaian di antara keduanya. "Arga cukup! Teresia kemarilah" panggil Ayah Romi pada Teresia agar mendekat. Teresia mendengus menatap Arga dan melangkahkan kakinya mendekat pada sofa tempat Ayah Romi duduk. Ia melintasi sosok Arga yang hanya Teresia
"Jadi benar-benar karena uang, kamu menerima tawaran Ayah?" sinis Arga bertanya pada Teresia. Arga menghampiri sosok Teresia yang tanpa malu duduk di dapur rumahnya unuk meminta dibuatkan makan pada juru masak rumahnya. "Iya! Tadi gue udah bilang kan?" balas Teresia merasa kehadiran Arga mengganggu mood baiknya yang tidak sabar untuk mencoba masakan enak dari seorang chef profesional yang dipekerjakan di rumah pribadi Ayah Romi."Gue bisa kasih lo uang yang banyak, tapi bilang sama Ayah kalau lo nolak dan menyerah!" Teresia memutar kursinya menghadap pada Arga yang berdiri di sampingnya "dengar! Kita baru aja tanda tangan perjanjian nikah! Dan lo mau gue buat nyerah?! Gak akan! Lagian uang yang lo kasih pasti lebih sedikit dari Ayah lo! Pria tua itu sudah janji mau kasih setengah warisannya ke gue!" bangga Teresia di akhir kalimatnya. Arga menggeram kesal, dan bibirnya berkedut jengkel melihat Teresia justru keasikan bermain dengan kursi putar itu dan menghiraukannya. "Hanya uang
"Hai Chef Radit, lama tidak bertemu! Dimana Chef Artur?"Tak hanya Chef Raditya, Teresia juga ikut menoleh ke asal suara yang memanggil Chef Radit dari arah belakangnya.Pria tinggi yang berpenampilan santai dengan kaos oblong dan celana pendek nya itu berjalan dan duduk di kursi sebelah Teresia dengan kedua pandang yang masih menatap pada Chef Radit."Tuan Revo, lama tidak bertemu! Saat ini Artur sedang berbelanja Tuan"Pria itu yang bernama Revo!Teresia mengamati sosok Revo yang masih berbicara dengan Chef Radit, menduga-duga jika laki-laki di sampingnya juga ikut memiliki kesimpangan yang sama seperti Kakaknya itu.Merasa diperhatikan, Revo melirik ke sampingnya dan kedua matannya membulat sempurna melihat sosok Teresia yang kedapatan tengah menatapnya dengan lekat seolah menilainya."Logayjuga?" tanpa dicegah, pertanyaan itu meluncur mulus dari bibir Teresia untuk Revo yang
Hari yang dinanti Ayah Romi pun tiba.Pernikahan Arga dan Teresia! Di ruang tamu yang disulap menjadi tempat akad, pun sudah berjalan dengan lancar. Ayah Romi begitu bahagia meski sayang wajah Arga serta Teresia yang menikah tidak ada yang menarik bibir membentuk senyuman. Meski Pernikahan ini hanya diadakan secara privat, Ayah Romi tetap memerintahkan orang-orangnya untuk meliput kegiatan ini dan menyebarkannya. Membuktikan pada semua orang bahwa Arga bukan seorang Gay, dan bisa menikahi wanita. Meski nanti akan ada berita terbaru mengenai kedua wajah mempelai yang terkesan datar tak menunjukan ekspresi. Ingatkan Ayah Romi untuk menyuruh Teresia dan Arga tersenyum saat keluar rumah nanti. Teresia menarik tangan Arga untuk menciumnya yang kini sudah secara sah menjadi sang suami. Ia mencoba menarik sudut bibirnya untuk tersenyum ke arah kamera saat benda tersebut terarah padanya yang justru tak menunjukan sebuah senyum manis melainkan senyum konyol. Jangan ditanya bagaimana eksp
Arga menutup laptopnya dan meletakan di atas nakas. Ia mengambil sebuah dasi dari dalam laci dan mendekati Teresia yang mendadak gugup dengan apa yang ingin Arga lakukan padanya. "Akan aku buktikan bahwa ancaman yang aku beri padamu itu benar-benar nyata! Akan aku buat kamu menurut dan tidak lagi menantangku!" Arga menangkap kedua tangan Teresia dan mengikatnya menjadi satu di belakang tubuh Teresia. Teresia mulai panik dan memberontak untuk bisa lepas dari cekalan kedua tangan Arga. Terlebih lilitan kain di dadanya mulai mengendur dan terbuka akibat gerak tubuhnya yang tak beraturan. Arga benar-benar serius dengan ucapannya!"Iya-iya gue- ehh aku salah! Aku minta maaf!!" Teresia menjerit panik saat ia mulai merasakan angin berhembus di kulit dada telanjangnya. Kain kebayanya tepat berada di atas putingnya, dan jika Teresia bergerak sedikit lagi, kain tersebut akan jatuh dan menampilkan dada telanjangnya. Bodohnya dia yang menantang Arga tadi, kini dirinya sendiri dibuat panik set
Teresia sudah selesai membersihkan tubuh, dirinya juga sudah selesai berkemas menggunakan pakaian yang menurutnya paling bagus.Siang ini dia akan pergi berbelanja banyak pakaian baru untuk dibawanya berlibur sore nanti. Teresia akan menemui Ayah Romi dan menuntut haknya untuk menghabiskan uang milik orangtua tersebut.Sentuhan terakhir di wajahnya, Teresia memoles lipstik miliknya membuat bibirnya lebih cerah dan berwarna. Setelah dirasa ia sudah lebih cantik dan siap, barulah Teresia berjalan menuju pintu kamar"Astaga hari yang gue pikir gak akan pernah datang sekarang bisa jadi kenyataan!" pekiknya menahan kesenangan.Namun ketika tangannya memegang kenop pintu dan mencoba menariknya, senyum perlahan luntur dari wajahnya.Pintu tersebut tidak bisa terbuka!Teresia kembali menarik dan mendorong pintu tersebut lebih kuat, namun hasilnya tetap sama. Pintu tersebut memang terkunci dari luar."Arga b
Setelah mendapat pelepasannya yang tak meninggalkan perasaan puas di rumah Sony, justru yang Arga rasakan hanya perasaan hampa dan sebuah perasaan salah. Dia lansung bergegas pergi tanpa menghiraukan panggilan Sony yang memintanya tinggal dan tetap bersamanya. Arga pergi ke club favoritnya untuk memesan minum. Ia sedang kalut dengan pikirannya sendiri mengenai seseorang wanita asing yang sangat aneh dan masuk ke dalam hidupnya. Wanita itu Teresia, tidak membuatnya takut, tidak membuatnya mual dan tidak mengingatnya tentang trauma masalalunya jika ia melihat gadis itu. Apakah Teresia adalah wanita pilihan Tuhan yang diberikan untuknya? Arga masih mencoba mendalaminya dan perlahan-lahan akan menerima Teresia. Hanya saja ia sedikit kesal pada gadis itu yang bersikap tidak seperti wanita pendiam melainkan sangat berisik dan menyebalkan. Merasa sudah cukup untuk minum, karena Arga tidak ingin mabuk berat di siang hari. Arga berpikir untuk