Share

Bab 2 - Bertemu

"Ini sudah ketiga kalinya kamu bertengkar dengan para pelanggan! Apa yang harus aku dengarkan alasanmu kali ini Teresia?"

Teresia meringis pelan ia menundukan kepalanya karena tau orang di depannya tengah benar-benar marah padanya. "Maaf Bu, tapi laki-laki itu duluan yang kurang ajar sama saya! Dia bahkan melecehkan saya, tidak mungkin saya diam saja-" 

"Kamu tau dia orang penting?! Bagaimana jika dia melaporkan club ini dan nanti menutup tempat ini?! Apa kamu mampu membayar semua kerugiannya?!" wanita  dengan dandanan full make-upnya itu memarahi Teresia dan benar-benar kesal pada Teresia yang baginya menjadi saingannya, hanya karena beberapa pria yang ditaksirnya justru memilih jatuh cinta pada Teresia. 

"Aku akan memecatmu!" 

Kedua mata Teresia terbuka lebar, lagi? Haruskah dia kembali mencari pekerjaan baru lagi? 

"Tapi Bu-"

"Pergi sekarang!" 

Teresia mengepalkan kedua tangannya, tatapan ramahnya sudah menghilang, kini ia menatap wanita  di depannya dengan pandangan kesalnya. Apa masalahnya memang jika membela diri pada seseorang yang sudah kurang ajar padanya?!

"Baiklah! Lagi pula tempat ini gak cocok buat seseorang seperti saya! Di mana jika ada seseorang yang berniat jahat dan statusnya lebih tinggi dari para pelayan di sini tetap kami semua yang salah! Uang dan kuasa mengalahkan segalanya! Saya berharap anda tidak akan mengalaminya!" 

Teresia melepas apron mini yang terikat di pinggulnya dan melempar kasar benda itu ke atas lantai. Mengabaikan omelan wanita tersebut padanya, Teresia keluar dari ruangan tersebut dan juga tak berkata apapun pada rekan-rekan kerjanya yang beberapa ada yang senang karena dia memilih berhenti. 

Teresia pernah mendengar bahwa para wanita di sana merasa tersaingi karena wajah Teresia cukup dikagumi para pria. Sehingga beberapa pria yang sudah punya kekasih meminta Teresia menjadi simpanannya dengan imbalan uang untuk tutup mulut. 

Teresia tau dia miskin namun jika harga dirinya sudah diinjak-injak seperti itu, Teresia tak terima. Dia bahkan mengatakan dengan jujur pada kekasih para pria itu namun sebaliknya, bukannya para wanita itu berterimakasih padanya karena telah jujur, Teresia justru dikatai wanita  gatal. 

Menyebalkan sekali memang. 

"Sialanlah! Kemana lagi gue cari kerja kalo gini?!" desahnya pelan, ini adalah kesekian kalinya Teresia dipecat dari pekerjaannya. 

Ia memang bekerja di sebuah club malam di mana berisi banyak orang mabuk, namun malam ini Teresia sudah hampir diperkosa karena ia mengantarkan botol minuman di dalam kamar tamu. 

Saat berhasil melawan, Teresia justru dipanggil ke ruang bosnya dan dipecat. 

Seharusnya itu bukanlah kesalahannya, pekerjaan Teresia hanya menjadi pelayan dan bukan pemuas nafsu.

Teresia melihat jam di ponselnya, sudah hampir jam dua dini hari. Teresia mendesah pelan, memikirkan hidupnya kedepan nanti. 

"Ah Bapak itu kapan datang lagi ya? Capek banget hidup susah gini!" 

Teresia menghentikan langkahnya saat merasa ada seseorang yang memperhatikan dirinya, dia menoleh ke belakang dan memeriksa siapa saja yang berada di belakangnya. Namun Teresia tak melihat ada sosok mencurigakan. 

Perasaan ini sama seperti perasaan sebelum-sebelumnya. 

Tak sekali ia merasakan hal ini, semenjak ia selalu pulang malam dari pekerjaannya, Teresia selalu merasa ada seseorang yang memperhatikannya dan mengikutinya dari belakang, namun ketika ia periksa tak ada siapapun yang mencurigakan. 

Ia kembali melanjutkan langkahnya dengan perasaan was-was, karena merasa ada seseorang yang terus memperhatikannya dan mengikutinya diam-diam. 

Langkahnya kian cepat dan Teresia buru-buru melewati tikungan, ia bersembunyi di  balik bangunan tersebut dan menanti seseorang yang berjalan di belakangnya. Seseorang yang ia curigai itu. 

Kupingnya menajam saat mendengar langkah sepatu yang kian dekat, dan saat langkah itu sudah berada di sampingnya, tak menunggu lama, Teresia melayangkan kepalan tinjunya pada hidung orang tersebut. 

"Ahh Shit!!" 

"Sialan lo! Lo mau mesum ya?! Ngapain lo ikutin gue?!" 

Teresia memelototkan matanya dengan galak ke arah pria tinggi yang tengah meringis dan menahan hidungnya yang baru saja mendapat bogeman darinya. 

Bibir Teresia menyunggingkan senyum miring saat melihat darah mengalir keluar dari hidung pria itu. 

"What the- Ahh, sialan!! Apa yang ada di otakmu?!" Pria itu menatap marah pada Teresia, dia membersihkan darah yang keluar dari hidungnya dengan sapu tangan yang dibawanya. Menatap nyalang pada Teresia yang terkekeh dan bersedekap. 

Baru kali ini ada seorang wanita yang memukulnya hingga berdarah. 

"Gue udah curiga ada yang ngikutin gue! Apa lo juga yang setiap malam selalu ikutin gue pulang?! Lo mau macem-macem kan?!" Teresia sedikit tak tega melihat wajah tampan di depannya harus terluka karena pukulannya. 

Namun namanya orang jahat tetap tak ada pengampunan. Setidaknya itulah menurutnya. 

"Aku tak mengikutimu! Minta maaf padaku! Dan bayar kerugian yang kamu sebabkan!" desis pria itu terdengar galak dan menunjuk hidungnya yang sudah Teresia lukai. 

Teresia hanya berdecih dan merasa tak takut pada pria tersebut, "lo tunggu di situ!" kemudian Teresia mengambil ponselnya dan membuka fitur kamera, dengan cepat ia memotret wajah pria tersebut. 

"Buat apa itu! Kamu tau mengambil foto orang lain tanpa izin itu salah?! Kamu bisa ku laporkan!" 

"Sebelum lo lakuin itu! Gue yang lebih dulu melapor! Lo mau macam-macam sama gue! Lo selalu ngikutin gue pulang!" 

Pria tersebut menggeram kesal dan kedua tangannya terangkat ingin sekali ia membalas perlakuan Teresia. "Aku berharap tak pernah bertemu denganmu lagi! Akan aku ingat hal ini seumur hidupku!"

Pria itu mengeram kesal dan berjalan melalui Teresia. 

Teresia tak menerima saat pria yang ia anggap orang yang ingin menjahatinya itu kabur begitu saja.

"Sialan lo jangan kabur!!"

Pria yang tak dikenalnya itu memberhentikan taksi dan kemudian melaju di kegelapan malam.

Teresia mendesis kesal. Kedua tangannya mengepal erat karena seluruh amarahnya belum sepenuhnya ia keluarkan.

"Semoga gue gak pernah lagi ketemu cowok mesum itu!"

***

Arga membuang tisu yang baru saja dipakainya untuk membersihkan sisa darah di hidungnya.

Terluka karena seseorang wanita yang asal menuduhnya dan tiba-tiba saja memukulnya.

"Siapa yang melakukan hal ini padamu?"

Arga melirik sinis pada adiknya yang terlihat baru juga tiba di rumah sama sepertinya.

"Seorang wanita gila yang menuduhku menguntitnya dan berniat melakukan hal buruk padanya!"

Revo tertawa mendengar gerutuan Arga, Kakaknya. Pria itu terdengar memendam kekesalan pada wanita yang berhasil membuat Arga terus memikirkannya.

Dan melupakan satu fakta buruk tentang Arga yang anti seorang wanita.

"Wanita itu cukup lucu"

Arga mendesis dan berdecak pelan "dia kasar dan sangat menyebalkan! Wanita itu berhasil membuatku benar-benar ingin ku balas atau setidaknya mengerjainya! Aku ingin dia mengetahui siapa aku dan kemudian berlutut meminta maaf!"

Revo menarik sudut bibirnya, ia duduk di kursi bar mengamati wajah Kakaknya yang menegang dan wajah Arga yang datar menatap dinding di depannya.

Dia cukup menyimak bagaimana Arga yang tengah mengeluarkan suara hatinya tentang perempuan yang baru ditemuinya ini.

Tak ada raut jijik atau tanda-tanda trauma Arga yang bangkit hanya karena mengingat wanita tersebut.

Sebagai adik Arga dan mengenal Arga cukup dekat, Revo memahami bahwa Arga tak menaruh rasa traumanya pada wanita yang baru saja diceritakan Arga padanya.

Dan Revo juga berpikir apa wanita itu bisa membantu Arga untuk keluar dari rasa takutnya terhadap wanita dan juga menghentikan kegilaan Arga yang bermain dengan para pria hingga bisa disimpulkan bahwa Arga adalah seorang gay?

Mendadak Revo penasaran siapa sosok wanita itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status