Arga melirik kesal pada sang Ayah yang memaksa dia untuk ikut bertemu dengan seorang wanita. Wanita yang sebentar lagi akan dinikahkan olehnya, hanya demi memulihkan nama baik keluarga mereka, membuktikan pada kerabat dan seluruh client sang Ayah bahwa Arga bukanlah seorang gay.
Jika bukan karena nasib hak waris dan kekuasaan Ayahnya yang akan diserahkan padanya, Arga pasti sudah menolak hal ini! Arga tak mengerti mengapa Ayah Romi sampai harus memaksa dia tinggal dengan wanita asing yang mungkin bisa membangkitkan lagi kenangan buruknya tentang wanita.
"Perlihatkanlah wajah ramahmu Arga!" Ayah Romi menegur cucunya saat terlihat betapa muramnya wajah Arga.
"Sedang ku usahakan Ayah" gerutu Arga pelan.
Ayah Romi mendesah pelan, kenyataannya Ayah Romi sendiri khawatir untuk menikahkan Arga dengan seorang wanita asing, yang bahkan ia belum mengenal baik pada wanita ini.
Terlebih mengingat masalalu yang pernah menimpa putra tersayang sehingga mencipta trauma berat bagi Arga jika menyangkut wanita, membuat Ayah Romi menaruh kecemasan jika Arga justru ketakutan pada wanita asing ini.
Kepala Ayah Romi menggeleng kuat, dia belum mencobanya, mungkin hal ini bisa berjalan lancar, dan baik Ayah Romi atau Teresia, wanita yang sudah dipilihnya untuk ia nikahkan dengan Arga bisa saling mengerti dan hidup berdampingan secara baik-baik.
"Apakah wanita itu sudah tau tentangku? dan dia menerimanya tanpa merasa keberatan?" Arga sedikit curiga tentang wanita yang sebentar lagi akan dinikahkan olehnya ini. Kebanyakan wanita pasti akan menolak untuk dinikahkan pada seorang pria yang tidak menyukai wanita.
Namun jika wanita ini menyetujuinya, tentu Arga harus curiga.
"Akan Ayah jelaskan jika wanita itu sudah datang, Tenzo sedang dalam perjalanan menjemput wanita itu kemari"
Ayah Romi memejamkan kedua matanya. Hal yang membuatnya mempercepat pernikahan sang putra karena malam tadi ia menerima panggilan telepon yang rupanya dari Teresia.
Teresia mengatakan kesediaannya untuk menikah dengan Putranya, tanpa mengatakan alasannya yang Ayah Romi sendiri tak memaksa Teresia untuk bercerita, Ayah Romi sudah meminta Teresia untuk datang ke rumah utamanya.
Dengan dijemput oleh orang kepercayaan Ayah Romi sudah dipastikan sebentar lagi wanita itu akan datang dan kedua manusia yang akan dinikahkannya itu akan saling bertemu.
"Ck! Dia sangat lama! Aku akan menunggu di kamarku!" Arga menyentak bangun dari kursinya dan berniat untuk pergi, sebelum Ayah Romi membuka bibir menahan kepergian Arga, pintu di samping mereka terbuka perlahan dan sontak membuat empat pasang mata itu menoleh ke arah pintu.
***
Teresia sudah memikirkan keuntungan dan kerugiannya tentang menerima atau menolak permintaan Ayah Romi.
Dan sudah diputuskan juga bahwa dia akan menerimanya! Membayangkan kehidupannya yang sebentar lagi akan berbalik dan tak lagi bersusah payah mencari uang untuk kebutuhannya, Teresia menjadi semangat dan mengabaikan apa saja yang akan menjadi masalah baru untuknya jika ia benar-benar menikahi seorang pria yang menyukai jenisnya sendiri.
Teresia bertekad tak mau menggunakan hati pada pria itu. Keinginannya hanya hidup enak, lebih bagus lagi jika ia bisa berfoya-foya menggunakan uang Ayah Romi yang banyak itu.
Bibirnya menyunggingkan senyum lebar.
Kini dia tengah berada di jalan, dengan seorang pria baya yang menjadi supirnya, mengantar dia ke rumah Ayah Romi.
Hari ini Ayah Romi bertujuan untuk mempertemukan dirinya dengan cucunya, sekaligus seseorang yang sebentar lagi akan menikahinya.
"Anda gugup Nona?"
Kedua mata Teresia menatap si supir yang tiba-tiba saja bersuara dan mengajaknya bicara.
"Tidak juga"
Bibir pria baya itu tersenyum tipis "ini kali pertama kalinya saya mengantar seorang wanita ke rumah Tuan Romi, biasanya beliau sangat tertutup bahkan untuk mencari pekerja baru, beliau juga menghindari seorang wanita muda. Namun hari ini betapa beruntungnya anda bisa menjadi yang pertama yang akan datang ke rumah Tuan Romi serta akan dipertemukan oleh Tuan muda Arga"
"Arga?" gumam Teresia pelan, menyebut nama pria itu di bibirnya dan mencoba mengingatnya di otak kecilnya.
"Iya, beliau pria yang sangat baik hingga kebaikannya pernah disalahgunakan oleh para wanita jahat" kedua tangan si supir itu mengerat di atas stir kemudi, pemandangan itu tak lepas dari pengamatan Teresia.
"Apa maksud anda Pak?" tanya Teresia mencoba mengerti kalimat yang supir itu katakan.
Tenzo terlihat bersalah dan kemudian mencoba mengalihkan pembicaraan dengan Teresia. Karena bukan haknya untuk dia membicarakan masalah pribadi majikannya tersebut.
Teresia tau ini adalah pengalihan, tapi dia sendiri juga tak mau mengulik apa maksud ucapan Tenzo tadi mengenai kebaikan Arga yang disalahgunakan wanita, bukan urusannya dan tentu Teresia tak tertarik sama sekali.
Karena kini yang ada di pikirannya hanya, apa yang akan ia lakukan jika sudah memiliki banyak uang?
***
Tenzo menghentikan mobilnya tepat di depan halaman rumah utama keluarga Anata yang luas dan besarnya mampu membuat Teresia tak berkedip saat memasuki gerbang utama tadi.
"Silahkan Nona, Tuan dan Tuan muda sudah menunggu anda di dalam"
Teresia diperlakukan layaknya dia adalah putri kerajaan, meski dia meminta pada Tenzo untuk tak bersikap berlebihan dengan memanggilnya Nona, namun tak didengarkan apa maunya.
Selama memasuki rumah utama Ayah Romi, sejauh mata memandang yang Teresia temui hanya para pelayan dan pekerja laki-laki. Teresia tak melihat wanita yang ada di rumah besar ini.
"Apa yang boleh bekerja di rumah ini hanya laki-laki?" Teresia tak mampu menahan rasa penasarannya, dan mengajukan tanya pada Tenzo yang berjalan di depannya, mengantar dia ke ruangan Ayah Romi.
"Ehm ... Ya begitulah, Tuan muda tidak nyaman jika ada wanita. Tapi tidak semua pekerja di sini laki-laki, tepat di belakang bangunan utama ada sebuah bangunan lainnya yang menjadikan tempat tinggal para pekerja di rumah ini, di sana ada beberapa wanita yang hanya bekerja saat Tuan Muda sedang tak ada di rumah"
Teresia bergumam pelan. Pikirannya berkelana memikirkan apa yang ada di dalam otak laki-laki bernama Arga itu. Mengapa seolah pria itu sangat menghindari wanita jika dia hanya karena menyukai laki-laki.
Apakah Arga takut dia akan kembali normal jika melihat wanita?
Dan Arga hanya akan nyaman dengan penyimpangannya ini?
Entah mengapa, dada Teresia berdebar. Ia seolah mendapat tantangan untuk menaklukkan seorang Arga. Jika bisa membuat pria itu normal, mungkin selamanya Teresia akan tinggal di rumah besar ini.
Demi kemakmuran hidupnya, dan memperbaiki keturunannya dengan ekonomi yang baik merupakan impiannya.
"Di dalam ruangan ini Tuan dan Tuan muda menunggu anda. Silahkan masuk" Tenzo menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu kayu jati besar yang diukir dan dipahat begitu indah.
Teresia menghilangkan bayangan di dalam otaknya dan kini kembali fokus pada tujuan utamanya datang ke tempat ini.
Sebelum membuka pintu kayu jati tersebut, lebih dulu Teresia menarik napasnya dalam dan menghembuskannya pelan.
Teresia menarik kenop pintu tersebut dan mendorongnya pelan.
Ia melihat Ayah Romi, dan seseorang yang berdiri di depan sofa yang diduduki oleh si pria baya.
Senyum yang sudah Teresia pasang di wajahnya luntur, digantikan dengan wajah kagetnya saat melihat wajah pria itu.
Teresia sangat ingat pria yang berdiri tak jauh di depannya. Pun dengan Arga yang membulatkan kedua matanya kaget.
"Kamu?!"
"Lo?!"
Dan keduanya saling bertatapan dengan kedua mata terbuka lebar.
Ayah Romi melirik Teresia dan kemudian Arga, ia menipiskan bibirnya, seperti sebuah takdir, bahwa Ayah Romi tau keduanya pernah bertemu sebelumnya dilihat dari reaksi sang putra dan wanita yang berada di depan pintu sana.
"Apa yang kamu lakukan di sini?!" Arga menajamkan kedua matanya dan mengepalkan kedua tanganya erat setelah melihat sosok Teresia memasuki ruangan kerja Ayahnya."Eh penguntit! Harusnya lo yang ngapain di sini?!"Ayah Romi terbatuk pelan ketika mendengar panggilan yang Teresia gunakan untuk Arga.Membuat kedua pasang mata menatapnya bingung.Entah apa yang terjadi pada putranya dan wanita tersebut sehingga Teresia bisa memanggil putranya dengan panggilan penguntit.Karena bagaimanapun, Arga tidak mungkin menguntit seorang wanita jika pria itu selalu takut dan tak nyaman di dekat wanita.Wajah Arga memerah penuh kekesalan, dan belum pria itu membuka suara untuk membalas ucapan tak sopan Teresia, Ayah Romi rupanya menengahi dan menyudahi pertikaian di antara keduanya. "Arga cukup! Teresia kemarilah" panggil Ayah Romi pada Teresia agar mendekat. Teresia mendengus menatap Arga dan melangkahkan kakinya mendekat pada sofa tempat Ayah Romi duduk. Ia melintasi sosok Arga yang hanya Teresia
"Jadi benar-benar karena uang, kamu menerima tawaran Ayah?" sinis Arga bertanya pada Teresia. Arga menghampiri sosok Teresia yang tanpa malu duduk di dapur rumahnya unuk meminta dibuatkan makan pada juru masak rumahnya. "Iya! Tadi gue udah bilang kan?" balas Teresia merasa kehadiran Arga mengganggu mood baiknya yang tidak sabar untuk mencoba masakan enak dari seorang chef profesional yang dipekerjakan di rumah pribadi Ayah Romi."Gue bisa kasih lo uang yang banyak, tapi bilang sama Ayah kalau lo nolak dan menyerah!" Teresia memutar kursinya menghadap pada Arga yang berdiri di sampingnya "dengar! Kita baru aja tanda tangan perjanjian nikah! Dan lo mau gue buat nyerah?! Gak akan! Lagian uang yang lo kasih pasti lebih sedikit dari Ayah lo! Pria tua itu sudah janji mau kasih setengah warisannya ke gue!" bangga Teresia di akhir kalimatnya. Arga menggeram kesal, dan bibirnya berkedut jengkel melihat Teresia justru keasikan bermain dengan kursi putar itu dan menghiraukannya. "Hanya uang
"Hai Chef Radit, lama tidak bertemu! Dimana Chef Artur?"Tak hanya Chef Raditya, Teresia juga ikut menoleh ke asal suara yang memanggil Chef Radit dari arah belakangnya.Pria tinggi yang berpenampilan santai dengan kaos oblong dan celana pendek nya itu berjalan dan duduk di kursi sebelah Teresia dengan kedua pandang yang masih menatap pada Chef Radit."Tuan Revo, lama tidak bertemu! Saat ini Artur sedang berbelanja Tuan"Pria itu yang bernama Revo!Teresia mengamati sosok Revo yang masih berbicara dengan Chef Radit, menduga-duga jika laki-laki di sampingnya juga ikut memiliki kesimpangan yang sama seperti Kakaknya itu.Merasa diperhatikan, Revo melirik ke sampingnya dan kedua matannya membulat sempurna melihat sosok Teresia yang kedapatan tengah menatapnya dengan lekat seolah menilainya."Logayjuga?" tanpa dicegah, pertanyaan itu meluncur mulus dari bibir Teresia untuk Revo yang
Hari yang dinanti Ayah Romi pun tiba.Pernikahan Arga dan Teresia! Di ruang tamu yang disulap menjadi tempat akad, pun sudah berjalan dengan lancar. Ayah Romi begitu bahagia meski sayang wajah Arga serta Teresia yang menikah tidak ada yang menarik bibir membentuk senyuman. Meski Pernikahan ini hanya diadakan secara privat, Ayah Romi tetap memerintahkan orang-orangnya untuk meliput kegiatan ini dan menyebarkannya. Membuktikan pada semua orang bahwa Arga bukan seorang Gay, dan bisa menikahi wanita. Meski nanti akan ada berita terbaru mengenai kedua wajah mempelai yang terkesan datar tak menunjukan ekspresi. Ingatkan Ayah Romi untuk menyuruh Teresia dan Arga tersenyum saat keluar rumah nanti. Teresia menarik tangan Arga untuk menciumnya yang kini sudah secara sah menjadi sang suami. Ia mencoba menarik sudut bibirnya untuk tersenyum ke arah kamera saat benda tersebut terarah padanya yang justru tak menunjukan sebuah senyum manis melainkan senyum konyol. Jangan ditanya bagaimana eksp
Arga menutup laptopnya dan meletakan di atas nakas. Ia mengambil sebuah dasi dari dalam laci dan mendekati Teresia yang mendadak gugup dengan apa yang ingin Arga lakukan padanya. "Akan aku buktikan bahwa ancaman yang aku beri padamu itu benar-benar nyata! Akan aku buat kamu menurut dan tidak lagi menantangku!" Arga menangkap kedua tangan Teresia dan mengikatnya menjadi satu di belakang tubuh Teresia. Teresia mulai panik dan memberontak untuk bisa lepas dari cekalan kedua tangan Arga. Terlebih lilitan kain di dadanya mulai mengendur dan terbuka akibat gerak tubuhnya yang tak beraturan. Arga benar-benar serius dengan ucapannya!"Iya-iya gue- ehh aku salah! Aku minta maaf!!" Teresia menjerit panik saat ia mulai merasakan angin berhembus di kulit dada telanjangnya. Kain kebayanya tepat berada di atas putingnya, dan jika Teresia bergerak sedikit lagi, kain tersebut akan jatuh dan menampilkan dada telanjangnya. Bodohnya dia yang menantang Arga tadi, kini dirinya sendiri dibuat panik set
Teresia sudah selesai membersihkan tubuh, dirinya juga sudah selesai berkemas menggunakan pakaian yang menurutnya paling bagus.Siang ini dia akan pergi berbelanja banyak pakaian baru untuk dibawanya berlibur sore nanti. Teresia akan menemui Ayah Romi dan menuntut haknya untuk menghabiskan uang milik orangtua tersebut.Sentuhan terakhir di wajahnya, Teresia memoles lipstik miliknya membuat bibirnya lebih cerah dan berwarna. Setelah dirasa ia sudah lebih cantik dan siap, barulah Teresia berjalan menuju pintu kamar"Astaga hari yang gue pikir gak akan pernah datang sekarang bisa jadi kenyataan!" pekiknya menahan kesenangan.Namun ketika tangannya memegang kenop pintu dan mencoba menariknya, senyum perlahan luntur dari wajahnya.Pintu tersebut tidak bisa terbuka!Teresia kembali menarik dan mendorong pintu tersebut lebih kuat, namun hasilnya tetap sama. Pintu tersebut memang terkunci dari luar."Arga b
Setelah mendapat pelepasannya yang tak meninggalkan perasaan puas di rumah Sony, justru yang Arga rasakan hanya perasaan hampa dan sebuah perasaan salah. Dia lansung bergegas pergi tanpa menghiraukan panggilan Sony yang memintanya tinggal dan tetap bersamanya. Arga pergi ke club favoritnya untuk memesan minum. Ia sedang kalut dengan pikirannya sendiri mengenai seseorang wanita asing yang sangat aneh dan masuk ke dalam hidupnya. Wanita itu Teresia, tidak membuatnya takut, tidak membuatnya mual dan tidak mengingatnya tentang trauma masalalunya jika ia melihat gadis itu. Apakah Teresia adalah wanita pilihan Tuhan yang diberikan untuknya? Arga masih mencoba mendalaminya dan perlahan-lahan akan menerima Teresia. Hanya saja ia sedikit kesal pada gadis itu yang bersikap tidak seperti wanita pendiam melainkan sangat berisik dan menyebalkan. Merasa sudah cukup untuk minum, karena Arga tidak ingin mabuk berat di siang hari. Arga berpikir untuk
"Arga temui Ayah di ruang kerja Ayah sekarang!" Arga baru saja masuk ke dalam rumahnya ketika ia selesai membakar habis seluruh baju Teresia, tak ada perasaan bersalah sama sekali di dalam benaknya setelah melakukan hal tersebut. Kejam? Ya, kini Arga sedang melakukan peran sebagai ibu tiri. Entah kenapa Arga ingin sekali melihat gadis itu marah dengannya dan Arga melakukan hal kekanakan tersebut, namun bukannya marah Teresia justru menangis.Tapi tak berlansung lama karena gadis itu kehilangan kesedihannya dan lansung pergi meninggalkannya. Menyingkirkan sejenak tentang Teresia, Arga kini lebih mempertanyakan tentang apa yang ingin Ayahnya bicarakan dengannya, sampai harus memanggilnya ke ruangan kerjanya. "Kak" Arga menghentikan sejenak langkahnya mendengar suara Revo yang memanggilnya dan menahan ia untuk berjalan. "Ada apa?" "Kamu tidak menemani istrimu?" Arga berdecak pelan mendengar Revo yang terus saja membahas Teresia dengannya. "Aku tidak mau menganggapnya sebagai is