Share

Bab 4 - Perjanjian Pra-Nikah

"Apa yang kamu lakukan di sini?!" Arga menajamkan kedua matanya dan mengepalkan kedua tanganya erat setelah melihat sosok Teresia memasuki ruangan kerja Ayahnya.

"Eh penguntit! Harusnya lo yang ngapain di sini?!"

Ayah Romi terbatuk pelan ketika mendengar panggilan yang Teresia gunakan untuk Arga.

Membuat kedua pasang mata menatapnya bingung.

Entah apa yang terjadi pada putranya dan wanita tersebut sehingga Teresia bisa memanggil putranya dengan panggilan penguntit.

Karena bagaimanapun, Arga tidak mungkin menguntit seorang wanita jika pria itu selalu takut dan tak nyaman di dekat wanita.

Wajah Arga memerah penuh kekesalan, dan belum pria itu membuka suara untuk membalas ucapan tak sopan Teresia, Ayah Romi rupanya menengahi dan menyudahi pertikaian di antara keduanya. 

"Arga cukup! Teresia kemarilah" panggil Ayah Romi pada Teresia agar mendekat. 

Teresia mendengus menatap Arga dan melangkahkan kakinya mendekat pada sofa tempat Ayah Romi duduk. 

Ia melintasi sosok Arga yang hanya Teresia lewati saja hawa dinginnya terasa menembus kulit telanjangnya. Tatapan kedua mata Arga yang menatap padanya membuat Teresia berdebar.

"Duduklah di sini, dan Arga kamu juga duduk" perintah Ayah Romi yang dituruti keduanya. 

Teresia menjaga jarak dari sosok Arga yang mengambil duduk di sebelahnya. 

Ayah Romi yang mengamati itu hanya mendesis geli dan menahan bibirnya agar tak membentuk sebuah senyuman. 

Melihat reaksi Arga pada Teresia membuat keyakinan di hati Ayah Romi terbukti. Arga tidak mual dan takut di dekat Teresia, namun sebaliknya. Pria itu justru terlihat kesal dan marah. 

Hal ini bisa menjadi langkah awal untuk menyembuhkan trauma Arga. 

"Karena kalian sudah ada di sini, jadi kita mulai saja pembicaraannya" 

Ayah Romi mengamati sejenak wajah kedua manusia di hadapannya yang wajahnya sama-sama tegang dan tidak ada yang mau saling melirik satu sama lain. 

"Kalian akan menikah!" 

Arga yang paling cepat bereaksi, dengan bangkit dari duduknya dan menatap sang Ayah dengan pandangan tak percayanya. 

Sementara Teresia hanya mampu membuka bibirnya kaget karena menyadari bahwa pria yang duduk di sebelahnya inilah yang akan menjadi suaminya. 

"Ayah?! Dia?!" Arga menunjuk kepala Teresia dengan tatapan tak percayanya. 

"Arga tenanglah, dan duduk. Dengarkan Ayah bicara sampai selesai dulu" 

Arga mendengus dan kembali duduk mendengarkan pembicaran Ayahnya yang baginya tak menarik sama sekali. 

Sedangkan Teresia setelah keterkejutannya itu, diam-diam melirik wajah Arga dari samping. 

Ia harus mengakui bahwa Arga itu terlihat sangat tampan dengan rahang tegas dan kedua alisnya yang tebal serta mata tajamnya. Dan jika di perhatikan lebih jauh lagi bibir Arga yang berwarna pink pucat itu terlihat sangat menggoda. 

Namun pandangan mata Teresia yang awalnya terpesona berubah menjadi tatapan sinis dan jijik ketika teringat bahwa pria tampan yang duduk di sebelahnya ini adalah seorang gay. 

Merasa di perhatikan, Arga menolehkan tatapannya pada Teresia yang tengah memicingkan kedua mata padanya. 

"Kenapa kamu melihatku?!" ujar Arga dengan suara sinisnya. 

Bibir Teresia berkedut "gue cuman perhatiin sekilas wajah lo, dan merasa apa yang gue pikirkan itu benar!" 

Arga menatap Teresia dengan tatapan tajam seolah kedua matanya bisa mengeluarkan laser dan melubangi kepala Teresia. "Apa yang kamu pikir itu benar?" 

"Semua gay itu pasti adalah laki-laki tampan! Gue mengakui kalau lo itu memang tampan, tapi gue tetap aja jijik sama lo"  Teresia bersidekap dan menatap merendahkan pada Arga yang wajahnya mulai memerah. 

"Sialan-"

"Cukup kalian berdua!" Ayah Romi menginterupsi keduanya. 

Arga menarik napas dan menghembuskannya pelan, mengabaikan Teresia yang tersenyum lebar penuh kemenangan. Kali ini Arga mengalah, namun tidak untuk hari-hari selanjutnya. Bibir Arga tertarik membentuk senyum kecil, dia akan membuat hidup Teresia di neraka andai gadis itu benar-benar menyetujui untuk dinikahkan dengannya. 

"Kita akan membahas mengenai pernikahan kalian! Ini demi nama baik keluarga Anata dan juga kehidupan Teresia yang sebentar lagi akan berubah" Ayah Romi mengambil satu kertas dari laci meja kerjanya dan menyerahkan benda tersebut di atas meja, tepat di hadapan kedua orang tersebut. 

"Ini adalah syarat dariku untuk kalian berdua. Masing-masing dari kalian bisa mencantumkan satu syarat"

Arga serta Teresia sama-sama melirik ke dalam kertas  tersebut yang sudah tertulis satu syarat dari Ayah Romi. 

1. Arga dan Teresia harus tidur di satu ranjang dan kamar yang sama, dan dalam waktu satu tahun Teresia harus bisa mengandung anak Arga untuk penerus keluarga Anata.

Kedua mata Teresia membulat lebar saat membaca satu syarat dari sang Kakek untuk dirinnya dan cucu pria tersebut. 

"Maksud Ayah apa?! Ayah tau jelas aku tidak bisa bersentuhan dengan wanita!" protesnya sudah Arga salurkan, dan Teresia hanya bisa menganggukan kepalanya menyetujui protes Arga.

"Ayah tau itu, tapi Ayah sudah memperhatikan interaksi kalian sejak tadi, sama sekali kamu tidak merasa mual atau takut saat berhadapan dengan Teresia. Dan Ayah juga menginginkan cucu darimu sebelum Ayah mati!" sesungguhnya kertas tersebut tak pernah ingin Ayah Remi keluarkan. Namun melihat reaksi dari keduanya dan bagaimana Arga yang tak menatap Teresia dengan pandangan jijik memberanikan Ayah Romi untuk memberikannya pada Arga dan Teresia. 

Wajah Teresia memerah malu, membayangkan ia disentuh oleh seseorang yang memiliki kelainan seks menyimpang. 

"Aku tidak mau!" 

"Saya juga!" 

Ayah Romi mengangguk mengerti "kalian bisa menolaknya, namun untukmu Arga, Ayah tidak akan memberikanmu warisan seperserpun. Kamu harus memulai bisnismu sendiri dari awal dan tanpa bantuan dari Ayahmu, seluruh harta Ayah lebih baik Ayah sumbangkan pada yayasan dan sebagian akan Ayah beri pada Revo untuk mengelolanya! Dan untukmu Teresia, kamu akan kembali hidup susah tanpa pekerjaan dan sulit untuk mencari tempat tinggal!" 

Sebuah ancaman yang Ayah Romi yakinkan akan memberatkan kedua anak manusia di hadapannya ini. Terlihat dari bagaimana wajah Arga yang menegang dan tak percaya lalu pada wajah Teresia yang pucat pasi. 

"Dan biarkan ggsip buruk tentangmu akan tersebar di seluruh penjuru di dunia ini, apa kamu menginginkan itu Arga?" tambah Ayah Romi yang membuat wajah Arga memerah kesal. 

"Hal ini menjadi keputusan kalian, apa kalian mau menyudahinya dan mengakhirinya?" 

Teresia dan Arga saling diam dan melirik satu sama lain. Teresia membuang pandangnya dan gadis itu mengangguk pelan. 

"Saya setuju harus menikah dengan orang itu" ujarnya tanpa mau memandang wajah Ayah Romi maupun Arga yang kian mendesah pelan. 

"Baiklah! Aku menerimanya" 

Diam-diam Ayah Romi tertawa dalam hatinya. Keduanya pasti tidak akan sanggup menolak keinginannya. 

"Kalau begitu, tulis syarat dari kalian berdua di bawah ini" 

Arga mengambil pulpen di dekatnya dan menuliskan syarat nomor dua. 

2. Tidak saling mencampuri urusan masing-masing.

Setelah menulisnya, Arga mendorong kertas tersebut pada Teresia. Namun Teresia justru menolaknya dan menyingkirkan kertas tersebut, mengembalikannya pada Ayah Romi. 

"Saya tidak perlu menuliskan syarat apapun. Selagi saya mendapat apa yang anda janjikan saya akan menuruti semua syaratnya" Teresia tak peduli mendapat pandangan sinis dari Arga, yang berpikir dia pasti wanita yang haus akan uang. 

Teresia mengakui itu, karena keputusannya untuk menikah dengan Arga memang karena ia butuh uang dan juga mewujudkan cita-citanya untuk bisa hidup berfoya-foya dan membeli banyak barang yang dia suka. 

"Baiklah, kalau begitu perjanjian ini resmi!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status