Share

Bab 6 - Si Penguntit

"Hai Chef Radit, lama tidak bertemu! Dimana Chef Artur?" 

Tak hanya Chef Raditya, Teresia juga ikut menoleh ke asal suara yang memanggil Chef Radit dari arah belakangnya. 

Pria tinggi yang berpenampilan santai dengan kaos oblong dan celana pendek nya itu berjalan dan duduk di kursi sebelah Teresia dengan kedua pandang yang masih menatap pada Chef Radit. 

"Tuan Revo, lama tidak bertemu! Saat ini Artur sedang berbelanja Tuan" 

Pria itu yang bernama Revo!

Teresia mengamati sosok Revo yang masih berbicara dengan Chef Radit, menduga-duga jika laki-laki di sampingnya juga ikut memiliki kesimpangan yang sama seperti Kakaknya itu. 

Merasa diperhatikan, Revo melirik ke sampingnya dan kedua matannya membulat sempurna melihat sosok Teresia yang kedapatan tengah menatapnya dengan lekat seolah menilainya. 

"Lo gay juga?" tanpa dicegah, pertanyaan itu meluncur mulus dari bibir Teresia untuk Revo yang menganga akan ucapan Teresia. 

Chef Raditya yang sudah tau bagaimana sosok Teresia berbicara pun hanya bisa tersenyum geli akan tingkah polosnya. 

Revo mendengus geli dan terkekeh pelan "aku normal! Boleh aku tanya kenapa kamu bisa ada di sini? Aku memeriksa rumah kontrakanmu dan kamu tidak pernah lagi kelihatan juga di club tempat kamu bekerja kamu juga sudah tidak ada di sana-"

Ucapan Revo terpotong saat Teresia bangkit dari posisi duduknya dan menatap kaget pada sosok Revo. 

Bagaimana tidak kaget, jika Teresia merasa tak mengenal Revo namun pria itu seolah sudah mengenalnya dengan mengatakan tak pernah melihat dia lagi di tempat kerjanya serta di rumah kontrakannya. 

"Lo siapa?! Kenapa lo tau itu semua?!" Teresia menunjuk wajah Revo dengan telunjuknya. 

Revo menatap Teresia sejenak sebelum ia beri senyum geli. "Duduk di sini, aku sudah tau kamu siapa, Teresia" 

Teresia menggeleng pelan, mungkin tak aneh bagi pria di depannya ini mengetahui namanya jika dia sudah tau bahwa Teresia adalah calon istri Kakaknya. Namun yang jelas membuat Teresia kaget adalah pria di depannya ini tau dimana tempatnya bekerja dan tempatnya tinggal. 

Jelas Revo sudah mengamati sejak lama tentang dirinya. 

"Akan aku jelaskan semuanya, setelah kamu duduk di sini dan tenang" ucap Revo dengan senyum manisnya nampak berbeda dengan Kakaknya yang hanya bisa memberikan raut datar dan galak pada Teresia. 

Teresia kembali duduk di samping Revo dengan memberi jarak karena merasa ia sedikit terancam akan sosok Revo. 

"Aku suka padamu sejak pertama kali melihatmu bekerja di club itu!" mulai Revo tanpa basa-basi menjelaskan alasan pertama bagaimana dia bisa mengenal Teresia. 

"Kenapa-"

"Aku mau mendekatimu, tapi melihatmu yang selalu marah-marah dan merasa kesal jika ada pria asing di dekatmu membuatku mengurungkan niatku" Revo mencegah Teresia yang ingin memotong kalimatnya. 

"Sejak itu aku selalu mencari tau tentangmu bahkan mengikutimu pulang untuk tau di mana rumahmu berada-"

"Ahhh jadi lo penguntit itu?!" Teresia kembali bangkit dari posisi duduknya dan memelototkan kedua matanya pada Revo yang tak merasa bersalah dan justru terkekeh geli merasa malu sudah ketahuan oleh Teresia yang biasa ia buntuti. 

"Maaf buat kamu tidak nyaman, tapi aku tidak pernah punya niat jahat-"

"Dengan lo ikutin gue aja itu udah termasuk kejahatan! Lo gak tau gue selalu takut pulang malem karena merasa ada yang selalu ikutin gue?!" dan masalah lain hadir di kepala Teresia mengenai dirinya yang pernah melukai Arga dan menuduhnya sebagai penguntit. 

Haruskah Teresia meminta maaf padanya? Karena Teresia merasa bersalah pada pria itu.

"Aku minta maaf sekali lagi" Revo terlihat benar-benar merasa bersalah, dan Teresia hanya bisa menghembuskan napasnya kasar. Perasaan bersalahnya pada Arga membuatnya tak tenang. 

"Sekarang kamu di rumah ini apa kamu sedang mencari pekerjaan baru lagi?" tanya Revo yang merasa penasaran dengan sosok Teresia di rumah Ayahnya. Padahal niatnya datang kesini karena Revo penasaran dengan gadis malang yang sebentar lagi akan bersanding dengan Kakaknya tersebut. 

"Lo salah! Gue di sini sebagai calon istri Kakak lo! Yang artinya lo akan jadi adik ipar gue" bangga Teresia memamerkan senyum cerahnya. 

Tak tau saja bagaimana wajah Revo yang perlahan memucat setelah mendengar penjelasan dari Teresia itu. 

Namun mencoba tak mempercayai apa yang Teresia katakan, Chef Radit justru membuka bibir untuk meyakinkan Revo bahwa Teresia memang wanita yang ingin dinikahkan oleh Kakaknya. 

 "Nona- Maksudnya Teresia memang sudah dipilih Tuan Romi untuk menjadi istri dari Tuan Arga" 

Teresia mengangguk setuju "meski gue gak suka sama Kakak lo tapi demi jadi kaya raya gue akan menyetujuinya!" 

Revo memaksakan senyum di bibirnya meski ada sebagian hatinya yang kecewa mendapati bahwa Teresia lah orang yang Ayahnya pilih untuk dinikahkan dengan Arga, Kakaknya. 

"Kamu sudah tau bukan bahwa Kakakku  itu tidak suka wanita-"

"Gue gak peduli sama itu semua! Karena tujuan gue nerima pernikahan ini hanya  untuk kehidupan gue ke depannya! Lo paham kan? Jadi jangan tanya-tanya lagi!" 

Revo menarik napasnya dan menghembuskannya pelan, perasaan gusarnya perlahan bisa tersingkir menganggap pernikahan Teresia dan Arga tidak akan terjalin serius. 

Dirinya jelas masih memiliki kesempatan untuk bisa dekat dengan Teresia. 

***

Teresia mengendap-endap mencari sosok yang sejak pagi tadi tak ia temukan keberadaannya di manapun. Bahkan saat sarapan bersama pun Arga hanya muncul di meja makan setelahnya kembali menghilang dan Teresia tak bisa mencarinya. 

Di rumah Ayah Romi yang begitu besar baru Teresia jelajahi setengahnya dan Teresia tak menemukan sosok Arga di manapun, di kamar pria yang terkunci dan Teresia yakin tak ada penghuninya itu serta di taman belakang yang biasa ada sosok Arga pun tak Teresia temukan. 

Kedua kakinya sudah letih berjalan dan berkeliling dari lorong-lorong panjang di rumah ini. 

Keputusannya final! Dia akan meminta maaf pada Arga persoalan beberapa hari lalu saat ia memukul hidung Arga hingga berdarah serta menuduhnya sebagai penguntit. 

Inginnya Teresia tak perlu meminta maaf pada pria sombong itu. Namun jika tak melakukannya ia akan terus merasa bersalah dan tak enak. 

Salahkan dirinya  yang memiliki sifat tak tegaan dan semua permasalahan yang belum selesai akan selalu ia pikirkan. 

"Di mana dia?!" decak suara Teresia mengalun dan ia bersandar di dinding di belakangnya. Kedua matanya melirik pintu-pintu yang ada di dekatnya, Teresia tidak tau pintu apa semua ini namun saat memperhatikan satu pintu kayu besar di sampingnya, ia mendengar suara benda terjatuh dari dalamnya. 

Bulu kuduknya merinding, membayangkan ada hantu di dalam sana yang tengah mencari perhatian padanya. 

Pintu kayu itu memiliki celah kecil yang tak tertutup rapat. Karena penasaran dan takut, Teresia mengintipnya dan mencari tau ada sesiapa di dalam. 

Napas lega Teresia keluarkan saat sosok yang dicari-carinya sejak tadi ternyata ada di dalam sana dan tengah membaca buku dengan santai di atas sofa panjang tepat di depan sebuah jendela kaca besar. 

Teresia membuka lebar pintu di depannya dan masuk, berdiri di depan pintu serta mengamati Arga yang mengalihkan pandanganya dari buku yang tengah ia baca pada Teresia. 

"Gue mau-"

"Pergi!" satu kata itu cukup untuk membuat Teresia menegang dan terpaku pada tatapan mata Arga yang menyorot dingin padanya. 

Jaraknya dengan Arga cukup jauh, namun Teresia bisa merasakan bahwa Arga menolak kehadirannya di sini. 

Teresia menarik napasnya pelan, dia akan melakukannya dengan cepat dan kemudian pergi meninggalkan pria itu sendiri lagi. 

"Gue cuman mau minta maaf!" pekiknya keras supaya Arga tidak salah dengar dengan apa yang dia katakan. Setelah itu Teresia menggeleng dan ingin berbalik cepat jika saja Arga tidak berbicara padanya. 

"Soal apa? Bicara yang jelas!" 

Teresia berdecak kesal dan tanpa membalikan tubuhnya yang membelakangi Arga, dia berbicara tanpa memandang Arga. 

"Gue nuduh lo penguntit! Iya lo bukan penguntit! Gue salah karena udah nuduh lo!" 

Teresia menunggu dengan berdebar balasan yang akan Arga katakan, namun ia tak mendengar suara Arga atas apa yang barusan ia katakan. 

Merasa aneh, Teresia menoleh ke belakang dan betapa terkejutnya dia mendapati sosok Arga sudah berdiri di belakangnya  dengan tatapan tajam mengarah padanya. 

Satu tangan pria itu berada di dalam kantung celana bahannya serta satu tangannya lagi memegang buku yang tengah pria itu baca tadi. 

Teresia memundurkan langkahnya dan menjauh karena sosok Arga yang berada sangat dekat dengannya. 

"Lo, Gue?! Kamu memang sangat menentangku ya? Akan aku simpan ini untuk nanti! Perbaiki cara panggilanmu padaku, sudah aku bilang aku membencinya! Jika kamu tetap seperti ini, kamu akan menyesalinya nanti!" ujar Arga dingin tak menghangatkan pandangannya menatap pada Teresia. 

Arga mengetukkan buku tebal itu pada kepala Teresia membuat gadis itu mengaduh sakit dan meninggalkan Teresia di perpustakaan pribadi rumah Ayahnya. 

Teresia mengusap kepalanya yang baru saja Arga beri ketukan dan menatap ke arah pria itu pergi dengan tatapan marah dan kesalnya. 

"Sialan! Gue udah nurunin harga diri buat minta maaf, dia sama sekali gak bahas soal salah paham itu!" 

Teresia mengacungkan jari tengahnya pada pintu di depannya, di mana tadi Arga meninggalkannya sendiri. 

"Lo pikir gue takut sama ancaman murahan lo itu! dasar Gay!" 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Riana Anggraini
goodddddddd
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status