Nampak hari ini Arga terlihat berbeda dari hari biasanya.
Karena saat ini Arga sudah merencanakan pesta pernikahan yang akan ia adakan ulang untuk merayakan pernikahannya dengan Teresia yang saat itu digelar sangat sederhana.
Arga meminta bantuan Gerald untuk mengumpulkan semua hal yang dibutuhkan. Meski di samping itu dia juga direpotkan oleh pekerjaannya yang tak boleh ditunda.
Mungkin dia akan lembur untuk menyelesaikan pekerjaan kantornya jika ia sibuk dan fokus untuk membuat pesta resepsi.
Arga juga berniat untuk mengundang banyak orang, meski nanti dia akan tersiksa namun jika ada Teresia di sampingnya, Arga yakin dia mampu melewatinya.
Arga hanya ingin memberikan yang terbaik untuk Teresia, ia juga mau menyatakan perasaan cintanya pada Teresia.
"Pak Arga, ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda" Arga mengangkat kepalanya dan melihat Gerald yang datang menemuinya di ruang kerjanya sembari meletakkan kembali surat-surat yang
Teresia berulang kali melihat ponsel dan jendela. Pesannya sudah Arga baca namun pria itu tak kunjung membalasnya setelah mengirimkan pesan bahwa pria itu akan pulang larut malam karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini.Namun kini jam sudah hampir menunjukan jam satu malam, Arga tak kunjung pulang dan bahkan pesan Teresia yang baru dikirim pun tak dibaca.Perasaan gusar kembali merasuki Teresia, ia takut kejadian kemarin saat Arga kecelakaan kembali menghantuinya."Tere? Kamu belum tidur?" Teresia menoleh dan melihat Ayah mertuanya yang mendekat membawakan segelas air di tangannya."Ayah, belum Yah. Aku tunggu Arga" ujar Teresia dengan senyum malunya.Ayah Romi tersenyum dan mengangguk. Ia mengambil duduk di sofa ruang tamu untuk menemani Teresa sejenak."Arga bilang banyak pekerjaan hari ini, Ayah tau dia pasti ingin menyelesaikan semuanya hari ini agar besok harinya dia tidak perlu lembur lagi" hibur Ayah Romi pada Teresia ya
Arga mengerjapkan kedua matanya yang terasa sangat berat, sesaat Arga lupa terhadap apa yang sudah terjadi padanya. Sampai ingatan tentang Sony dan seseorang yang membiusnya itu masuk ke dalam otaknya. Arga mendadak bangkit dari tidurnya dan melihat sekelilingnya dan menduga bahwa dirinya sekarang berada di kamar hotel mewah. Tak ada siapapun di kamar ini, dan hal itu memberikan kesempatan untuk Arga pergi. Arga mencoba bangkit dari atas ranjang meski harus tersungkur karena efek biusnya masih belum hilang di tubuhnya. Arga harus pulang dan bertemu Teresia, ia tidak akan membiarkan Sony mengacaukan kehidupan pernikahannya yang bahagia. "Wow, sepertinya kamu sudah bangun dari tidur lelapmu" Arga mengangkat pandangnya dan melihat Sony yang sudah datang bersama dua orang pria di belakangnya dan menatap Arga dengan senyum miring. "Sony ... Tolong biarkan aku pergi, aku harus pulang. Teresia menungguku" ujar Arga dengan suara lirihnya. Rasanya tenaganya belum pulih betul. Son
Teresia memegang dadanya yang berdebar dengan begitu kuat saat mobil yang Revo kendarai memasuki halaman hotel yang Arga kirimkan melalui pesan padanya."Kok, gue jadi deg-deg an gini ya?" Teresia mengatur napasnya dan menenangkan debaran jantungnya yang terasa menggila."Kamu hanya gugup aja" Teresia mengangguk, ia sepertinya setuju dengan apa yang Revo katakan."Ayo keluar" Revo membuka pintu mobilnya lebih dulu dan meninggalkan Teresia yang berkerut kening menatap adik iparnya itu."Lo ikut ke dalam?" tanya Teresia turun dari mobilnya dan bertanya pada Revo.Pria itu melebarkan senyumnya dan mengangguk kuat "aku penasaran kejutan apa yang Kakakku buat"Teresia mendengus geli dan berjalan bersisian dengan Revo. Dirinya sendiri pun tengah menebak-nebak apa yang sedang Arga persiapkan untuknya.Mereka bersama-sama menuju resepsionis dan menanyakan di mana kamar Arga. Setelah mendapat lantai berapa dan nomor kamar Arga, Rev
Saat itu adalah saat ajaran baru dimulai.Arga yang terlihat ramah pada semua orang itu sudah menjadi idola sekolah meski saat itu dia baru masuk ke SMA tersebut.Tak hanya pada pria, namun dengan wanita Arga pun terlihat sangat ramah dan banyak yang salah paham padanya jika menganggap Arga memberikan perhatian lebih.Padahal itu adalah kelebihannya, ia sangat suka berinteraksi dengan orang baru.Banyak yang menyatakan cinta pada Arga saat ia menjadi murid baru di SMA nya tersebut namun dengan sangat sopan Arga tolak, karena ia memegang teguh prinsipnya. Tidak pacaran sampai ia bisa mencari uang sendiri."Hai Arga, Aku Iren. Kita satu kelas, boleh bareng?" Arga yang tengah membaca buku sembari berjalan menuju ke kelasnya itu menoleh ke samping saat mendengar suara perempuan menyapanya."Oh, hai Iren! Ya aku kenal kamu. Silahkan, aku juga mau ke kelas" karena ada seseorang yang berjalan bersamanya, Arga menutup bukunya dan memilih berbicara d
Arga mengerjapkan pelan kedua matanya, ia masih merasakan tubuhnya terasa lumpuh. Melirik sekelilingnya dan ia menyadari bahwa dirinya masih berada di dalam hotel sendiri.Tangisnya perlahan kembali meledak ingin meraung keras pun Arga tidak bisa, tak ada suara yang keluar dari bibirnya, hanya isakan memilukan.Jika bisa, Arga tidak ingin bangun lagi untuk selamanya.Semuanya tidak akan sama lagi. Arga benar-benar sudah hancur, semuanya yang dilakukan selalu berimbas hal buruk padanya.Arga mencoba bangkit namun karena merasakan sengatan rasa sakit di liang anusnya ia kembali terhempas ke atas ranjang. Menyadari satu hal bahwa tubuhnya benar-benar sudah kotor akibat dua pria yang telah memperkosanya itu.Arga meraung keras sebisanya dan mencengkram selimut di bawahnya. Rasanya begitu menyesakkan dan sangat menyakitkan. Tak hanya tubuhnya yang dihancurkan namun juga hidupnya. Semuanya sudah selesai, Arga tidak memiliki
"Kamu sudah lebih tenang?" tanya Revo pada Teresia yang terlihat tak lagi menangis namun wanita itu masih tersengguk akibat tangisnya tadi. Dan kini Teresia juga sudah memakan beberapa makanan ringan yang tadi sempat Revo beli untuknya. "Hmm, sedikit" paraunya dengan suara serak, namun meski dia sudah puas menangis hatinya tetap saja masih terasa sangat sakit. "Jadi kita mau pergi kemana lagi?" tanya Revo karena sedari tadi mereka hanya berkeliling naik mobil tanpa ada tujuan yang ingin disinggahi. "Rumah Asuh Kasih Sayang! Bawa gue ke sana" ujar Teresia mendesahkan napasnya pelan."Kenapa kesana?" Revo berkerut dahinya tak mengerti mengapa harus ke panti asuhan."Gue mau pulang" lirihnya pelan "Gue rindu Ibu" bisik Teresia menambahi dan satu air mata berhasil lolos dari pipinya.Revo mulai mengerti keinginan Teresia, namun jika ia mengantar Teresia ke sana bukan tidak mungkin jika Teresia ingin menjauhinya juga."Kamu yakin?" tanya Revo, dia cukup tau masalalu dan dari mana Tere
"Apa putraku baik-baik saja Dokter?" tanya Ayah Romi dengan perasaan yang masih terasa sangat kacau. "Kita tunggu sampai Arga bangun ya untuk memeriksa seluruh kondisinya, namun dari hasil pemeriksaan dan luka luar yang sudah kami obati. Terjadi pembengkakan akibat benda tumpul yang dimasukan ke dalam anus Arga. Kami sudah memberikan salep dan obat untuk mengurangi rasa sakit dan bengkaknya, semoga saat sadar nanti Arga tidak dalam keadaan gelisah, agar kami bisa melanjutkan pemeriksaan" jelas Dokter Rian, dokter keluarga Anata tersebut menjelaskan panjang lebar pada Ayah Romi yang terisak kembali, bersandar di dinding rumah sakit. "Tenanglah, Arga pasti akan baik-baik saja" desah Dokter Rian yang sudah mendengar kejadian ini dari Ayah Romi. Pria itu ikut sedih atas kejadian yang menimpa Arga. "Arga!" desah Ayah Romi mendudukan dirinya di atas kursi tunggu rumah sakit, hatinya masih tidak terima dan merasa sangat sakit terhadap apa yang sudah Arga lalui. Dokter Rian yang sama ikut
Revo sudah pergi sejak tiga puluh menit lalu, saat pria itu merasa tak enak melihat wajah Teresia yang sedari tadi hanya menunjukan wajah sedihnya. Bahkan Ibu Ros merasa ada yang janggal dengan Teresia, terbukti saat Revo pulang tanpa membawa serta Teresia. Wanita itu memilih tinggal tanpa membawa pakaian atau tas. "Kamu sedang ada masalah sama suami kamu?" tanya Ibu Ros tepat sasaran yang berhasil mengundang air mata Teresia turun dengan begitu lancarnya. Masih teramat sakit untuk mengingat apa yang sudah Arga lakukan padanya. Dia yang sudah menaruh hati pada Arga harus dihancurkan seperti itu. "Aku tidak mau kembali ke rumah itu ..." isak Teresia menundukan wajahnya dan membiarkan air matanya mengalir dengan deras tanpa mau dilihat oleh Ibu Ros yang menatap Teresia dengan pandangan iba. "Aku tidak mau bertemu pria itu Ibu" bisik lirihnya pada Ibu Ros yan mendesah pelan dan mengusap pundak Teresia lembut. Untuk yang kali ini ia tak akan menceramahi Teresia, Ibu Ros akan membiark