Bab 25Kebisingan di rumah sakit seolah tak mengganggu Nita. Sejak tadi dia terus saja diam dan merenungi segala hal yang baru saja terjadi.Bu Dewi pergi untuk mengurus segala hal yang berhubungan dengan jenazah Linda. Sebelumnya, Bu Dewi sudah berpesan pada putrinya untuk ikut. Namun Nita bersikeras untuk tetap berada di sekitar ruangan Lisa.Jangan tanya lagi seberapa besar terpukulnya wanita itu. Walau Nita telah berperang dingin dengan Lisa dan mendiang Linda, hatinya tetap saja terasa sakit saat keluarganya pergi dari dunia untuk selamanya.Mungkin, Linda memang melakukan kesalahan dan berencana untuk menghancurkan hidup Nita. Tapi tetap saja maaf serta kesempatan atas untuk diberikan untuknya.Nita tahu dengan jelas kalau setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Bahkan dirinya sendiri juga pastilah pernah melakukannya.Nasi telah menjadi bubur dan nyawa seseorang yang telah melayang tidak bisa kembali.Nita meremas jarinya sendiri agar bisa menekan perasaan bersalah yang
Bab 26Nita berjalan dengan langkah kesal karena dia masih teringat dengan gombalan yang sempat terlontar dari mulut Dimasta. Pria yang baru dikenalnya beberapa saat lalu itu bahkan tanpa malu sedikitpun langsung mencoba menggodanya dengan kalimat yang terdengar memuakkan.Andai bukan karena mengingat kebaikan Pak Ardi, Nita pasti tak akan mau mengenal Dimasta. "Kenapa dia sangat menyebalkan, sih?! Bahkan sampai berani menggombal padahal baru mengenal beberapa menit yang lalu. Sudah bisa dipastikan dia pria dengan mulut manis!"Kesal, itulah yang tengah dirasakan oleh Nita.Dia lantas mengedarkan pandangannya ke sekeliling saat sampai di parkiran rumah sakit. Biasanya ada ojek di sekitar rumah sakit. Selamat entah mengapa kali ini Nita tak menemukannya sama sekali.Nita menghela napas perlahan. Untungnya dia berhasil pergi dan menjauh dari pria menyebalkan seperti Dimasta. Sekarang dia hanya perlu mencari ojek taksi dan pulang ke rumah agar bisa mengikuti prosesi pemakaman jenazah Mb
Bab 27Begitu Nita pergi ke ruang tamu, tampak mantan mertuanya duduk di salah satu bangku plastik yang telah disediakan.Bu Sri, mantan ibu mertua Nita, menoleh dengan tatapan sendu saat menyadari kedatangan Nita. Wanita paruh baya itu sangkar langsung beranjak berdiri dari tempat duduknya dan mendekat erat tubuh Nita."Sabar ya, Nit. Semua ini sudah takdir," ujarnya lirih.Nita hanya bisa menganggukan kepalanya perlahan sambil menepuk pelan pundak Bu Sri. Setelahnya, dia segera melepaskan pelukan dan beralih menatap sosok pria paruh baya yang sejak tadi melihatnya.Nita mengangguk pelan sambil mengulas senyum tipis sebagai tanda hormat, meski pria paruh baya itu kini telah menjadi mantan mertuanya sekalipun."Pak," panggilnya lirih sambil mengulurkan tangan dan berniat untuk berjabat tangan.Pak Cahyo tanpa basa-basi langsung menjabatnya. Sedangkan Bu Sri kini mengusap sisa air mata yang sempat menghiasi wajahnya.Bu Sri dan Pak Cahyo kembali duduk, Nita meraih bangku dan duduk bers
Bab 28Nita masuk kembali ke dapur setelah berhenti berdebat dengan keluarga Budi. Sejujurnya dia merasa tak tega saat melihat mantan ibu mertuanya terus memintanya untuk kembali. Tapi apa daya, Nita tak lagi ingin menjalin hubungan dengan Budi. Biarlah semua masa lalu yang telah berlalu hanya menjadi kenangan.Bu Dewi mengusap pelan punggung anaknya. Dia tahu kalau wanita itu kini pasti tengah merasa sedih dan juga malu akibat perbuatan Bu Sri. "Nit, masuk saja, Nduk. Biar Ibu disini yang menyapa para pelayat," usulnya.Nita mengangguk pelan. "Iya, Bu. Nita juga harus membereskan beberapa barang yang diperlukan untuk berjaga di rumah sakit."Bu Dewi mengulas senyum tipis. Setelahnya, dia kembali keluar untuk bertemu beberapa pelayat yang datang.Tampak Mbak Sela mendekat dengan langkah tergesa-gesa lalu menarik tangan Nita. Wanita itu tampaknya tak sabaran karena sempat mendengar keributan yang terjadi di luar."Tadi mantan ibu mertuamu ngomong apa, Nit?"Benar dugaan Nita. Mbak Se
Bab 29Nita memejamkan matanya sejenak. Sejak beberapa hal yang lalu dia tak bisa tidur dengan nyenyak karena terus terjaga di rumah sakit.Bagaimanapun juga dia tak bisa lepas dari tanggung jawab untuk menjaga Lisa. Sepupunya itu masih dalam keadaan koma. Sesekali, ibunya juga datang ke rumah sakit. Tapi Nita langsung meminta ibunya untuk pulang. Wanita paruh baya itu butuh istirahat."Ya Allah, semoga dia lekas sadar."Segelintir doa kembali dipanjatkan oleh Nita. Dia menatap lekat wanita muda yang terbaring lemah di atas ranjang. Perut yang terasa keroncongan membuat Nita memutuskan untuk pergi keluar sejenak. Wanita itu lantas beranjak dari kursi dan membuka pintu. Namun saat itulah matanya tampak membulat dengan sempurna saat melihat sosok pria yang selama beberapa hari ini sering mengganggunya."Hai, Nit!"Bahkan hanya dengan mendengar suaranya saja, Nita merasa jengah. "Ngapain kamu kesini?" tanyanya dengan nada ketus.Tapi, Dimasta tak marah sama sekali. Pria itu justru ter
Bab 30"Aku nggak menyukaimu, Dimasta."Mata Dimasta terlihat membulat dengan sempurna setelah mendengar penuturan Nita. Pria itu berhenti berbicara dan mulai memikirkan tentang arti dari perkataan wanita yang berada tepat di sampingnya."Kamu sudah dengar jawabannya, 'kan? Mulai sekarang jangan ganggu aku lagi, Dim. Kamu hanya akan terluka jika terus memaksa untuk mendekat."Nita menegaskan lagi maksud dari ucapannya barusan. Lagi pula dia tak berbohong sama sekali karena sampai saat ini masih belum memiliki yang sedikitpun untuk membuka hati.Dimasta perlahan mulai mendongakkan kepala dan menatap lekat manik mata milik Nita."Aku tahu soal ini, Nit. Tapi aku yakin bahwa suatu hari nanti hatimu pasti akan terbuka," lirihnya.Cukup sudah! Nita bahkan tak nafsu makan. Perkataan Dimasta membuatnya merasa cukup muak."Kamu sangat menyebalkan!" desisnya sambil beranjak dari tempat duduk dan beralih mendekat ke arah kasir. Nita segera membayar pesanannya. Setelah itu dia berbalik hendak
Bab 31Nita menangis tersedu-sedu di dalam pelukan seorang pria yang tiba-tiba datang. Sesekali Nita merasakan kepalanya dielus perlahan dan suara seorang pria mulai masuk ke dalam gendang telinganya."Sudah, Nit. Menangislah jika itu semua bisa membuatmu menjadi lebih tenang," lirih pria itu lagi.Di dalam keadaan yang kini begitu ricuh, Nita merasakan kehangatan dan entah mengapa rasanya dia tak bisa menolak walaupun sebenarnya merasa enggan.Entah siapa pria yang tengah memeluknya sekarang. Tapi Nita merasa bersyukur karena dia bisa jauh lebih tenang. Suara Lisa dan teriakan yang terus memaki-maki kini mulai mereda. Begitu juga dengan kekhawatirannya dan juga tangisan yang sejak tadi terus saja membasahi pipi.Perlahan, Nita mulai sadar dan wanita itu mencoba untuk keluar dari pelukan. Tapi tiba-tiba pria itu mencegahnya dan semakin menerapkan pelukannya."Jangan melepaskannya karena terpaksa, Nita. Aku tahu kalau kamu sekarang butuh sandaran."Lagi, Nita dibuat bingung oleh sosok
Bab 32Nita menganggukkan kepalanya perlahan. "Baik, Dok. Tapi apakah adik sepupu saya itu baik-baik saja?"Dokter tampak menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis seolah mencoba untuk memberikan kode pada Nita, agar dia tetap bersikap tenang."Pasca sadar dari koma memang seringkali membuat pasien merasa terkejut. Ini merupakan hal yang wajar jadi anda tak perlu khawatir."Setelah Nita mendapat penjelasan dari dokter, perasaannya jauh lebih tenang.Kini dokter dan beberapa perawat terlalu pergi meninggalkan Nita. Walaupun keadaan sudah jauh lebih tenang, Nita tetap memilih berada di luar ruangan Lisa.Dia masih merasa takut dan juga shock karena keponakannya itu terus saja mengumpatnya.Tiba-tiba suara ponselnya berdering. Nita lantas meraihnya dan menatap layar ponsel yang menyala serta memperlihatkan adanya panggilan masuk dari ibunya."Halo, Bu?""Nit? Kenapa suara kamu kedengaran bergetar. Ada apa?"Nita menggigit bibir bawahnya karena dia tak bisa menyembunyikan peras