Share

Never Forgot

Semua terjadi begitu cepat. Dokter Nafsin memasang jarum infus di punggung tangan kiriku. Bella memberiku susu kental manis. Mommy memberiku air kelapa muda setelah itu dan Brilliant mondar-mandir di depan pintu kamar. Sebagai lelaki yang belum menikah tetapi berempati tinggi, pasti dia cemas sekali. Situasi ini memang luar biasa. Lebih dari genting berlipat-lipat.

"Saya mau pipis, Dokter." kataku dengan jujur dan apa adanya.

"Oh, ya? Pipis di sini saja, Bu Mirah."

"Malu, Dokter."

Dokter Nafsin tertawa lirih. "Nggak perlu malu, Bu Mirah. Ini hal yang biasa terjadi. Pipis saja, jangan ditahan atau perlu saya sedot pakai selamg kateter?"

"Emh!"

Mommy yang baru masuk kembali entah dari mana, langsung mendekat ke kepala tempat tidur. "Bagaimana, Dokter?"

"Nunggu kepala bayinya sandar, Bu. Masih agak tinggi ini. Nggak bagus kalau Bu Mirah ngeden dari sekarang. Nanti jalan lahirnya bisa bengkak. Kalau bengkak, mempersulit lolosnya kepala bayi nan---"

"Aaaaaaa …!" tak sanggup rasanya, kal
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status