Share

Suami yang Mencintai Sahabatku

Amora tersenyum. Sayangnya dia bahkan tidak berani marah pada Rehan, apalagi menanyakan perlakukan spesialnya pada Olivia.

“Olivia adalah teman suamiku dan aku juga. Kami sangat dekat. Wajar jika dia merawatnya. Jika bukan karena kehamilanku, aku juga sudah di rumah sakit dan merawat Olivia,” ujar Amora mencoba tenang.

Olivia juga sahabatnya dari sejak kuliah dan dia yang memperkenalkan Amora pada Rehan. Amora sangat mengenal Olivia  mencintai Liam, suaminya.

Amora mengkhawatirkan kondisi temannya yang selamat dari kecelakaan. Tidak hanya menderita luka pasca kecelakaan, Olivia harus menerima kenyataan bahwa suaminya sudah meninggal. Dia pasti terguncang dan depresi mengingat Olivia sangat mencintai Liam.

Amora mencoba menenangkan kegelisahannya.

Hatinya gelisah ingin pergi ke rumah sakit dan memeriksa mereka. Namun kondisinya yang sedang hamil tujuh bulan membuatnya tidak bisa bergerak bebas dan dia takut Rehan akan marah jika dia mengganggu.

Salah satu wanita berdecak.

“Mau sampai kapan sih kamu menyangkal. Bukti udah jelas banget. Masih aja ngeyel. Ada batas dalam pertemanan. Rehan harus membedakan antara merawat teman dan istri. Belum lagi kamu hamil dan dia sampai nggak pulang berhari-hari, iya kan?”

Para ibu-ibu lain mengangguk setuju.

“Jangan tertipu. Di luar sana, banyak teman yang mengambil suami teman. Siapa tahu Olivia pura-pura sakit agar Rehan merawatnya. Dia baru saja kehilangan suaminya dan butuh sandaran.”

Ucapannya membuat Amora semakin frustrasi dan gelisah.

Amora tersenyum paksa.

“Maaf ibu-ibu, aku pulang dulu. Matahari sudah tinggi,” ujar Amora kemudian berbalik meninggalkan mereka tergesa-gesa.

Dia dapat mendengar seseorang berkomentar.

“Ck,ck,ck berpura-pura baik-baik saja. Jika dia nggak jaga suaminya dengan benar, Olivia akan mengambil suaminya. Aku lihat sendiri Rehan merawat Olivia dengan penuh perasaan, nggak seperti seorang teman.”

Mata Aria memanas. Dia menunduk dan mempercepat langkah kakinya pulang ke rumah.

Sepanjang hari dia tidak merasa tenang, terus memikirkan Rehan dan Olivia.

Dia berusaha menyangkal perasaan Rehan yang ditunjukkan pada Olivia.

Amora mempercayai Olivia tidak akan mengambil suaminya.

Tapi bagaimana jika Rehan sendiri menyukai Olivia?

Maka Amora hanya menunggu diceraikan.

Amora berhenti mondar-mandir dan terduduk lesu di tempat tidurnya. Dia mengusap wajahnya, air mata mengalir di pipinya.

Amora akhirnya tidak bisa menahan gelisah di hatinya dan memutuskan untuk datang ke rumah sakit untuk mengunjungi Olivia, sekaligus memeriksa suaminya.

....

Ketika dia tiba di rumah sakit, dia mencari kamar Olivia. Namun pemandangan di kamar rawat sangat menyengat hatinya.

Dari celah kaca pintu kamar rawat, dia   melihat Rehan duduk berjaga di samping ranjang Olivia tak sadar diri di atas tempat tidur. Tangannya menggenggam tangan Olivia sambil menatap wanita itu dengan tatapan lembut yang tidak pernah dia berikan pada Olivia.

Tangan Amora bergetar menggenggam handle pintu hingga terbuka.

Sayup-sayup suara berat Rehan terdengar oleh telinganya.

“Kumohon cepat sadar, Via. Aku sungguh merindukanmu.” Dia mengecup punggung tangan Olivia dengan penuh kelembutan.

“Kamu tahu, aku selalu mencintaimu. Aku ingin kamu melupakan Liam dan bersamaku, Via. Aku bersedia menjagamu seumur hidupmu.”

“Kumohon lupakan saja Liam.”

Beribu-ribu jarum menusuk dada Amora tanpa ampun. Rasa sakit di hatinya semakin menjadi-jadi mendengar kebenaran dari mulut Rehan sendiri.

Selama ini dia mencintai Olivia?

Amora membuka pintu kamar rawat dengan kasar membuat Rehan tersentak dan menoleh ke pintu.

Dia mengernyit melihat Amora di ambang pintu yang terbuka.

“Apa-apaan ini Amora?! Kamu akan bikin Olivia kaget,” tegurnya menatap Amora tajam sambil berdiri.

Amora menatapnya dengan tatapan terluka. Hatinya hancur, bibirnya bergetar menahan dirinya agar tidak menangis

“Aku mendengar semuanya. Jadi selama ini kamu mencintai Olivia?”

Wajah Rehan berubah acuh tak acuh. Tidak terlihat bersalah pada istrinya.

“Memangnya kenapa kalau iya?” Dia balik bertanya tanpa perasaan membuat Amora terhuyung tampak terpukul.

Amora melangkah maju dan meraih lengan bajunya memohon.

“Rehan, mengapa melakukan ini padaku? Kita sudah menikah selama tujuh bulan. Aku bisa tahan kamu abaikan aku, tapi kenapa kamu mencintai Olivia. Dia temanku ....” isaknya lirih, air mata mengalir di pipinya.

Rehan menatapnya tanpa ekspresi.

“Kamu tahu sendiri mengapa aku menikahimu.”

Amora menggelengkan kepalanya putus asa.

Rehan menarik tangannya dari genggaman Amora, sama sekali tidak peduli istrinya menangis.

“Pulanglah, jangan mengacau di sini. Olivia butuh istirahat.”

“Kamu lebih peduli dengan perempuan itu dibandingkan, aku, istrimu yang sedang mengandung anakmu?”

Dia menatap Rehan, air mata berlinang di wajahnya. Namun Rehan terlihat tidak peduli.

Rehan mengernyit menatapnya tajam.

“Jangan membuatku mengulang kata-kataku, pulang Amora!” ujarnya mengatup bibirnya.

Amora semakin kecewa, rasa sakit di hatinya membengkak.

“Kamu nggak pulang selama berhari-hari? Apa kamu tahu apa yang dikatakan para tetangga tentang kamu dan Olivia?!”

“Aku nggak peduli. Pergilah! Kamu membuatku muak!” bentak Rehan.

Amora tidak menahan rasa sakit di hatinya.

“Aku masih istrimu dan mengandung anakmu. Teganya kamu melakukan ini padaku demi Olivia.”

Dia melirik Olivia yang berbaring di atas tempat tidur. Dia hamil dan sentimental, dia merasa benci ingin mencekik Olivia.

Dia ingat kata-kata tetangganya.

Dia bertindak di luar akal sehatnya dan mengguncang tubuh lemah Olivia.

“Olivia bangun! Apa yang sudah kamu lakukan pada suamiku?! Jangan berpura-pura sakit! Mengapa kamu melakukan ini padaku dan suamiku?!” jerinya menangis histeris.

“Amora!” Rehan membentaknya dan menyeretnya menjauh dari Olivia.

Dia menarik Amora keluar dari kamar dengan kasar dan menampar wajahnya.

Plak!

Amora membeku, dia berhenti menangis sambil memegang pipinya.

“Ka ... kamu menamparku?” Dia menatap Rehan. Air mata mengalir di pipinya.

Rehan menatap kesal dan muak.

“Amora, apa kamu nggak punya hati menyakiti Olivia? Dia kecelakaan dan kehilangan suaminya!”

“Lalu bagaimana dengan aku? Aku hamil dan suamiku merawat perempuan lain dan nggak pulang berhari-hari!” serunya terisak.

Rehan menggertak gigi kesal.

“Jangan berlebihan, Olivia lebih kasihan dari pada kamu,” ujarnya dingin.

Hati Amora berdenyut semakin menyakitkan. Dia meraih tangan Rehan putus asa.

“Rehan, tolong jangan lakukan ini padaku. Aku mencintaimu, aku nggak mau kehilanganmu,” isaknya serak menatap Rehan memohon.

“Apa kamu sungguh akan menjaga Olivia seumur hidup? Lalu apa yang terjadi padaku, dan anak kita?”

Rehan membuang muka.

“Jika kamu nggak bertindak kelewatan seperti hari ini, aku nggak akan ceraikan kamu,” ujarnya dingin lalu menarik tangannya dari genggaman Amora.

“Pulang sana, jangan pernah muncul di lagi di sini.” Setelah mengatakan itu dia masuk ke dalam kamar rawat dan menutup pintu di depan Amora.

Amora menutupi wajahnya menangis dan berbalik pulang ke rumahnya. Hatinya sungguh hancur.

Sepanjang perjalanan pulang Aria banyak menangis dalam taksi dan merenung semua yang terjadi ini.

Mengapa dia begitu bodoh dan buta?

Selama ini dia melihat Rehan lebih peduli pada Olivia dan interaksi mereka lebih intim.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
wanita bidih g tau diri. udah jelas2 dihina dan g dicintai suami masih aja ngeyel. klu g ounya kekuatan utk bertahan maka pergilah dari hidup rehan. siapa tau dg kamu pergi dia sadar. menangis dan melakukan drama murahan bukan zamannya lagi. gunakan otak yg dikasih gratis sama Sang Pencipta.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status