Di rumah sakit.Perkiraan Rehan ternyata benar. Dia tidak bisa menemani istrinya untuk mengikuti perjalanan pengobatan dari Oliver dari awal itu dikarenakan Rehan sendiri diharuskan untuk mengejar pesawat yang berangkat pagi-pagi hari sekali. Sementara perawatan yang Oliver akan lakukan, justru baru dimulai pada pukul 10.00 pagi ini.“Sayang maafkan aku... karena sepertinya tidak bisa untuk menemani kamu dan Oliver. Pesawatku harus berangkat pagi ini juga. Tapi aku akan membiarkan sopir dan juga pengawalku di sini untuk menemani kamu.”“Seandainya nanti kamu butuh sesuatu, kamu bisa menghubungi mereka dan minta tolong pada mereka saja. Supaya nanti kamu tidak perlu repot harus keluar dari ruang rawat Oliver dan meninggalkan dia sendirian.”Rehan kemudian kembali menambahkan.“Apa kamu sekarang sedang membutuhkan sesuatu? Kalau memang kamu sedang membutuhkan sesuatu saat aku ada di sini, katakan saja, nanti biar aku urus dan berikan padamu."Tidak menjawab pertanyaan sang suami, Olivia
“Kyaaa .... apa yang kamu lakukan di kamarku?!” Amora berteriak sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.Pikirannya sungguh kacau menemukan dirinya tidur bersama dengan dokter pembimbingnya. Terutama pria itu adalah salah satu anggota keluarga Dwipangga.Dia menatap Giandra dengan tatapan menuduh.Giandra bangun dari tempat tidur menyebabkan selimut yang menutupi tubuhnya meluncur ke bawah, memperlihat tubuh bawah seorang pria yang terbentuk sempurna. Dia memiliki perut six pack. Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela menyinari tubuh pria seksi itu membuatnya terlihat hot.Amora sesaat melirik dan kemudian membuang muka dengan pipi bersemu. Dia menggelengkan kepalanya mengalihkan pandangannya. Dia mengernyit tatapannya berubah tajam dan dingin.Bagaimana dia bisa berakhir tidur dengan pria itu?!“Dokter Giandra bagaimana kamu bisa melakukan ini padaku?!” Amora menarik selimutnya semakin erat melindungi tubuhnya yang telanjang di bawah selimut.“Kamu tidak ingat apa yang terjadi s
“Aku tidak akan menjadi seperti Rehan karena aku menyukaimu, Amora! Aku akan bertanggung jawab padamu Amora.”“Diam! Aku tidak ingin mendengarkan apa pun!” Amora mendorong Giandra dan menutup telinganya sambil terisak.Dia tidak ingin mendengarkan apa pun yang dikatakan dokter Giandra. Hatinya sudah terlanjur marah dan kecewa. Kecewa dan marah pada dirinya karena terlibat dengan pria dari keluarga Dwipangga yang dibencinya.“Amora ....” Giandra tidak tahu bagaimana lagi menenangkan Amora atau meyakinkan wanita.Amora masih terisak.“Kumohon pergi ....” bisik Amora lirih tanpa menatap Giandra. dia menarik selimut menutupi dirinya dan menangis. Dia tidak peduli pria itu adalah dokter pembimbingnya.Giandra mengepalkan tangannya melihat Amora menangis dalam selimut. Dia ingin merangkul wanita itu tapi penolakan terus-menerus dari Amora membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa.“Baiklah, aku akan pergi.” Giandra akhirnya menyerah.Dia membuka selimut dan turun dari tempat tidur memungut paka
Sementara itu di tempat lain.“Liam?”Randika mengangkat kepalanya ketika seorang wanita bertampang Asia tiba-tiba muncul di depannya. Wanita itu menatapnya dengan tatapan terkejut.“Liam ....” Matanya berubah berkaca-kaca menatap wajah pria yang teramat mirip dengan almarhum suaminya yang selalu dirindukannya selama ini.Randika mengangkat sebelah alisnya lalu menatap ke sekeliling lalu berdiri.“Maaf, apa Anda memanggil saya?” Dia menunjukkan dirinya sendiri dan berbicara sopan dalam bahasa Inggris.Air mata mengalir di wajah Olivia.“Kamu sungguh Liam!” Tanpa berpikir dua kali dia langsung memeluk Randika.“Liam, aku sangat merindukanmu!” isaknya memeluk erat pria itu.Baru saja dia mengantar sang suami pergi, dia sudah memeluk pria lain. Olivia tidak memikirkan hal itu karena di pikirannya adalah pria yang sangat mirip dengan almarhum suaminya.Randika gelagapan tiba-tiba dipeluk oleh seorang wanita yang tak dikenalnya. tak peduli bagaimana cantiknya wanita itu, tidak sopan memelu
“Nyonya, kamu mengalami halusinasi. Bagian psikolog ada di bagian sana. Panggil saja suster dan mereka akan menunjukkan jalan ke bagian psikolog,” ujarnya tidak sabar.Mata Olivia memerah sebelum kemudian menangis disangka gila.“Aku tidak gila!” tangis Olivia keras menarik perhatian orang-orang di sekitar mereka.Biasanya orang-orang akan prihatin ketika dia sudah menangis dan menghiburnya. Olivia berharap pria itu meminta maaf dan menghiburnya. Hanya itu yang dia butuhkah dari pria yang dicintainya.Dia sangat sedih Liam mengiranya sudah gila.Namun Randika justru mengernyit kesal. Dia paling benci perempuan yang menangis. Apa lagi itu yang terlihat sangat cengeng, seperti orang yang selalu menggunakan air matanya untuk mendapat simpati.Orang di sekitar tempat itu menatap Randika dengan tatapan menuduh mengira dia membuat wanita itu menangis.Mood Randika seketika menjadi jelek dan ekspresinya tampak tidak ramah.“Apa yang kamu tangisi? Kamu yang lebih dulu memelukku seperti orang
Agnes mengangkat bahu.“Aku tidak tahu. Kamu yang sepupunya yang seharusnya tahu dong.”Randika berdecak dan berbalik meninggalkan Agnes.“Hei, untuk apa kamu mencari Amora?” Agnes menyusul di sebelahnya.“Kamu tidak perlu tahu,” balasnya ketus.“Liam!”Randika tiba-tiba berhenti dan bergidik. Matanya membelalak horor melihat wanita gila tadi yang mengejarnya di ujung lorong tampak masih mencarinya. Dia berbalik dengan cepat mengambil jalan lain.“Hei, kamu kenapa sih?” Agnes kemudian mengikuti.Randika menggerutu.“Ada apa dengan rumah sakit ini membiarkan seorang wanita gila berkeliaran.” Dia menatap Agnes seolah menyalahkan wanita.Agnes membalas tak kalah sewot.“Memangnya aku pemilik rumah sakit?! Apa-apaan kata-katamu meremehkan pasien kami!” dia memukul bahu Randika kesal.Randika berdecak malas.“Bye aku pergi, jangan mengikutiku. Aku tidak akan datang ke rumah sakit lagi!” dia bergidik saat mengingat wanita tadi yang memeluknya seperti orang.Dia berjalan dengan tergesa-gesa
Selama tiga hari Amora berkurung di kamar apartemennya dan melupakan pekerjaannya. Dia mengabaikan semau panggilan dari rekan-rekannya karena dia tidak ingin menceritakan alasan dia tidak masuk kerja. Dia juga tidak ingin dengan pria itu, Dokter Giandra yang menjadi dokter pembimbingnya.Dia tidak tahu bagaimana berhadapan dengan pria itu setelah kejadian pagi itu.Tiga hari berkurung di apartemen Amora sangat bosan. Tidak ada kegiatan yang bisa dilakukannya selain memikirkan kejadian pagi itu.Dia memutuskan keluar untuk menjernihkan pikirannya dari berkurung di apartemen yang membuatnya semakin terpuruk karena selalu terpikirkan masalah yang dialaminya bersama Dokter Giandra.Amora keluar dari apartemennya, dan berjalan-jalan di sekitar apartemennya untuk mencari angin segar. Setelah merasa cukup dia memutuskan berbelanja kebutuhan bulanannya di swalayan terdekat.Syawalan agak ramai ketika Amora datang. Dia mengambil troli dan berjalan di bagian rak sayuran. Setelah memilih sayuran
“Bukankah itu sudah jelas? Selain kamu, siapa lagi yang ingin mengganggu istriku. Olivia baru pertama kali datang ke sini dan tidak mengenal siapa pun. Hanya kamu yang dikenalnya berada di Singapura.”Amora tersenyum dingin.“Atas dasar apa aku mengganggu istri tercintamu? Aku bahkan tidak bertemu dengannya setelah sekian lama, kamu langsung menuduhku menyakiti istrimu karena dia stres?” ujarnya sinis.Rehan terdiam sejenak. Dia membuang muka sambil mengerutkan keningnya.“Mungkin saja kamu mendendam karena aku menikahi Olivia, karena itu kamu ingin menyakiti istriku, kan?”Tatapan Rehan berubah tajam.“Aku tidak percaya putraku nyaris kecelakaan bukan karena kebetulan, tapi kamu sengaja ingin mencelakai putra kami kan? Karena itu kamu ada di tempat kejadian!” Dia menatap Amora dengan tatapan menuduh.Amora mengepalkan tangannya menatap Rehan dengan tatapan tidak percaya dan sakit hati.“Itu yang kamu pikirkan tentang aku? Menurutmu aku seburuk itu?! mengapa aku harus menyakiti seoran