“Aku tidak akan menjadi seperti Rehan karena aku menyukaimu, Amora! Aku akan bertanggung jawab padamu Amora.”“Diam! Aku tidak ingin mendengarkan apa pun!” Amora mendorong Giandra dan menutup telinganya sambil terisak.Dia tidak ingin mendengarkan apa pun yang dikatakan dokter Giandra. Hatinya sudah terlanjur marah dan kecewa. Kecewa dan marah pada dirinya karena terlibat dengan pria dari keluarga Dwipangga yang dibencinya.“Amora ....” Giandra tidak tahu bagaimana lagi menenangkan Amora atau meyakinkan wanita.Amora masih terisak.“Kumohon pergi ....” bisik Amora lirih tanpa menatap Giandra. dia menarik selimut menutupi dirinya dan menangis. Dia tidak peduli pria itu adalah dokter pembimbingnya.Giandra mengepalkan tangannya melihat Amora menangis dalam selimut. Dia ingin merangkul wanita itu tapi penolakan terus-menerus dari Amora membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa.“Baiklah, aku akan pergi.” Giandra akhirnya menyerah.Dia membuka selimut dan turun dari tempat tidur memungut paka
Sementara itu di tempat lain.“Liam?”Randika mengangkat kepalanya ketika seorang wanita bertampang Asia tiba-tiba muncul di depannya. Wanita itu menatapnya dengan tatapan terkejut.“Liam ....” Matanya berubah berkaca-kaca menatap wajah pria yang teramat mirip dengan almarhum suaminya yang selalu dirindukannya selama ini.Randika mengangkat sebelah alisnya lalu menatap ke sekeliling lalu berdiri.“Maaf, apa Anda memanggil saya?” Dia menunjukkan dirinya sendiri dan berbicara sopan dalam bahasa Inggris.Air mata mengalir di wajah Olivia.“Kamu sungguh Liam!” Tanpa berpikir dua kali dia langsung memeluk Randika.“Liam, aku sangat merindukanmu!” isaknya memeluk erat pria itu.Baru saja dia mengantar sang suami pergi, dia sudah memeluk pria lain. Olivia tidak memikirkan hal itu karena di pikirannya adalah pria yang sangat mirip dengan almarhum suaminya.Randika gelagapan tiba-tiba dipeluk oleh seorang wanita yang tak dikenalnya. tak peduli bagaimana cantiknya wanita itu, tidak sopan memelu
“Nyonya, kamu mengalami halusinasi. Bagian psikolog ada di bagian sana. Panggil saja suster dan mereka akan menunjukkan jalan ke bagian psikolog,” ujarnya tidak sabar.Mata Olivia memerah sebelum kemudian menangis disangka gila.“Aku tidak gila!” tangis Olivia keras menarik perhatian orang-orang di sekitar mereka.Biasanya orang-orang akan prihatin ketika dia sudah menangis dan menghiburnya. Olivia berharap pria itu meminta maaf dan menghiburnya. Hanya itu yang dia butuhkah dari pria yang dicintainya.Dia sangat sedih Liam mengiranya sudah gila.Namun Randika justru mengernyit kesal. Dia paling benci perempuan yang menangis. Apa lagi itu yang terlihat sangat cengeng, seperti orang yang selalu menggunakan air matanya untuk mendapat simpati.Orang di sekitar tempat itu menatap Randika dengan tatapan menuduh mengira dia membuat wanita itu menangis.Mood Randika seketika menjadi jelek dan ekspresinya tampak tidak ramah.“Apa yang kamu tangisi? Kamu yang lebih dulu memelukku seperti orang
Agnes mengangkat bahu.“Aku tidak tahu. Kamu yang sepupunya yang seharusnya tahu dong.”Randika berdecak dan berbalik meninggalkan Agnes.“Hei, untuk apa kamu mencari Amora?” Agnes menyusul di sebelahnya.“Kamu tidak perlu tahu,” balasnya ketus.“Liam!”Randika tiba-tiba berhenti dan bergidik. Matanya membelalak horor melihat wanita gila tadi yang mengejarnya di ujung lorong tampak masih mencarinya. Dia berbalik dengan cepat mengambil jalan lain.“Hei, kamu kenapa sih?” Agnes kemudian mengikuti.Randika menggerutu.“Ada apa dengan rumah sakit ini membiarkan seorang wanita gila berkeliaran.” Dia menatap Agnes seolah menyalahkan wanita.Agnes membalas tak kalah sewot.“Memangnya aku pemilik rumah sakit?! Apa-apaan kata-katamu meremehkan pasien kami!” dia memukul bahu Randika kesal.Randika berdecak malas.“Bye aku pergi, jangan mengikutiku. Aku tidak akan datang ke rumah sakit lagi!” dia bergidik saat mengingat wanita tadi yang memeluknya seperti orang.Dia berjalan dengan tergesa-gesa
Selama tiga hari Amora berkurung di kamar apartemennya dan melupakan pekerjaannya. Dia mengabaikan semau panggilan dari rekan-rekannya karena dia tidak ingin menceritakan alasan dia tidak masuk kerja. Dia juga tidak ingin dengan pria itu, Dokter Giandra yang menjadi dokter pembimbingnya.Dia tidak tahu bagaimana berhadapan dengan pria itu setelah kejadian pagi itu.Tiga hari berkurung di apartemen Amora sangat bosan. Tidak ada kegiatan yang bisa dilakukannya selain memikirkan kejadian pagi itu.Dia memutuskan keluar untuk menjernihkan pikirannya dari berkurung di apartemen yang membuatnya semakin terpuruk karena selalu terpikirkan masalah yang dialaminya bersama Dokter Giandra.Amora keluar dari apartemennya, dan berjalan-jalan di sekitar apartemennya untuk mencari angin segar. Setelah merasa cukup dia memutuskan berbelanja kebutuhan bulanannya di swalayan terdekat.Syawalan agak ramai ketika Amora datang. Dia mengambil troli dan berjalan di bagian rak sayuran. Setelah memilih sayuran
“Bukankah itu sudah jelas? Selain kamu, siapa lagi yang ingin mengganggu istriku. Olivia baru pertama kali datang ke sini dan tidak mengenal siapa pun. Hanya kamu yang dikenalnya berada di Singapura.”Amora tersenyum dingin.“Atas dasar apa aku mengganggu istri tercintamu? Aku bahkan tidak bertemu dengannya setelah sekian lama, kamu langsung menuduhku menyakiti istrimu karena dia stres?” ujarnya sinis.Rehan terdiam sejenak. Dia membuang muka sambil mengerutkan keningnya.“Mungkin saja kamu mendendam karena aku menikahi Olivia, karena itu kamu ingin menyakiti istriku, kan?”Tatapan Rehan berubah tajam.“Aku tidak percaya putraku nyaris kecelakaan bukan karena kebetulan, tapi kamu sengaja ingin mencelakai putra kami kan? Karena itu kamu ada di tempat kejadian!” Dia menatap Amora dengan tatapan menuduh.Amora mengepalkan tangannya menatap Rehan dengan tatapan tidak percaya dan sakit hati.“Itu yang kamu pikirkan tentang aku? Menurutmu aku seburuk itu?! mengapa aku harus menyakiti seoran
Amora melirik mereka sambil mengerutkan keningnya. Dia tidak tahu bagaimana Dokter Giandra muncul di tempat ini yang dekat dengan apartemennya. Dia sangat tidak ingin bertemu dengan pria itu.Namun dokter Giandra datang di saat tepat saat dia pojokkan oleh mantan suaminya.“kamu menganggapmu seorang pria? Beginikah pendidikan yang di ajarkan keluarga Dwipangga padamu untuk menindas seorang wanita di pinggir jalan!”Mata Rehan menyipit menatap Giandra dan Amora. Ada tatapan curiga di matanya. Dia tersinggung dengan kata-kata tajam dari Giandra.“Ini antara aku dan Amora, kamu jangan ikut campur!” sentak Rehan tidak suka.Giandra menoleh menatap Amora,“Apa kamu ada urusan dengan dia?”Amora refleks menggelengkan kepalanya sambil mengernyitkan keningnya.Giandra kemudian menoleh menatap Rehan dingin.“Kamu lihat, apa yang kamu lakukan adalah bentuk penindasan yang bisa membawamu ke meja hukum. Ada kamera CCTV di sini yang merekam aksimu. Kamu sebaiknya pergi sebelum kami akan melaporkan
“Jangan sampai aku melihatmu berkeliaran di sekitar Amora, atau kamu akan mendapat lebih dari sekadar pukulan,” lanjutnya dengan nada mengancam.Giandra kemudian memungut barang-barang belanja Amora yang jatuh berserakan di lantai.Setelah mengumpulkan semua barang belanjaan Amora, dia meraih tangan Amora yang masih terkejut.“Ayo pergi.” Dia menggenggam tangan Amora dengan satunya sebelum berjalan meninggalkan Rehan yang berekspresi muram di belakang mereka.Rehan menatap tajam punggung Giandra Amora yang menghilang di tempat parkir.Amora hanya bisa mengikuti Giandra ke tempat parkir tanpa meronta.Giandra memasukkan semua barang belanjaan Amora ke bagasi mobil dan menuntun Amora naik ke mobil.Amora mengerutkan keningnya menolak Giandra mengantarnya pulang. dia masih canggung dengan dokter pembimbingnya setelah kejadian yang tidak mengenakan di pagi hari beberapa hari yang lalu.“Anda tidak perlu mengantarku dokter, aku bisa pergi sendiri. Apartemenku tidak jauh dari sini.”Giandra