“Aku nggak suka Ibu terus memojokkan Olivia. Olivia bukan Amora yang bisa Ibu tindas sesukamu. Olivia istri yang aku cintai, tolong hargai dia.”Sofia sangat marah ditegur putranya.“Kenapa sekarang seperti Giandra?! enggak menganggap ibu dan lebih peduli dengan perempuan murahan itu! lagi pula siapa yang nggak curiga istrimu itu terus pergi entah ke mana dan menemui siapa. Dia bahkan nggak mengurus anaknya, sibuk pergi keluar dan banyak alasan. Apa kamu nggak curiga dia berselingkuh dari kamu?! ibu memberitahu kamu demi kebaikan kamu juga!”Rehan merengut kesal, tidak bisa membalas ucapan ibunya. dia juga curiga, namun dia tidak ingin mempercayai Amora akan berselingkuh darinya. Kurang apa dirinya? dia yang merawat dan membesarkan anaknya. Istrinya sangat polos dan lugu untuk melakukan pengkhianatan.Dia menolak percaya Olivia selingkuh.“Lihat, kamu aja nggak bisa bantah ....” sindir Sofia.“Ibu, ini urusan rumah tanggaku, tolong jangan ikut campur,” ujar Rehan diri agar tidak berte
“Aku juga perlu tahu seperti apa hubunganmu pada keluargamu karena aku akan menikah denganmu agar aku bisa menentukan sikapku antara kamu dan keluargamu,” ujarnya menatap Giandra sebelum menundukkan kepalanya dengan kening berkerut.Balas dendamnya hanya tertuju pada Rehan dan Olivia, namun jika balas dendamnya mengarah pada orang tua Giandra, apakah pria itu akan membencinya?Amora memikirkan kembali proposal pernikahannya dengan Giandra. mereka terlalu terburu-buru dan ada beberapa hal yang belum dipastikan.Giandra maju beberapa langkah dan meraih dagu Amora agar menatapnya.Amora tersentak dengan tindakannya yang tiba-tiba. Dia menatap wajah tampan Giandra tanpa berkedip.“Kamu tidak perlu memikirkan keluargaku. Bagiku, aku tidak memiliki keluarga.”Amora berkedip, menatapnya tidak mengerti.“Tidak punya keluarga? Jangan bilang kamu ....” Dia agak ragu-ragu untuk mengatakan Giandra adalah anak angkat.“Aku bukan anak angkat,” balas Giandra tanpa ekspresi seolah bisa membaca pikira
Giandra berhenti sejenak untuk menarik napas. Dia mendongak menatap langit yang cerah. Ada ekspresi pahit di wajahnya kala dia melanjutkan kalimatnya.“Aku berharap untuk tidak pernah kembali ke keluarga itu. tapi aku tidak bisa begitu saja melihat kakek pergi dengan kesedihan kehilangan pamanku dan sakit hati yang disebabkan oleh orang tuaku. Dan juga ....” Dia menunduk menatap Amora.“Aku tidak ingin kamu terluka dalam keluarga Dwipangga.”Amora tidak bisa berkata-kata mendengar cerita Giandra.Giandra meraih dagunya agar dia menatapnya.“Sekarang Amora, apa kamu akan mundur?”“Aku ....” Amora menelan ludah kaku. Dia menggigit kuku jarinya gelisah.Cerita tentang kekejaman orang tua Giandra membuatnya takut. Selama menjadi menantu mereka tidak pernah tahu keluarga Dwipangga memiliki cerita kelam seperti itu. Tidak heran mereka sangat tidak berperasaan ketika dia kehilangan bayi yang dikandungnya selama tujuh tahun, termasuk Rehan.Amora mengerutkan keningnya sambil mengepalkan tanga
Amora berkedip dan tergagap“Bukankah kita memang tidak ada rasa gitu semacam cin ... ci ... ci ....” Amora terlalu malu untuk melanjutkan kalimatnya.“Kamu yakin?” Giandra mendekatkan wajahnya hingga berjarak sejengkal dari bibir Amora. Napasnya menyapu wajah wanita itu.Mulut Amora terbuka, dia menahan napas dengan matanya membelalak menatap Giandra.Ini terlalu dekat. Dia tidak bisa bernapas!Debaran jantungnya mengila.Giandra semakin mendekat sambil memiringkan wajahnya, tampak seperti akan menciumnya.Amora spontan menutup mata Giandra terkekeh.Amora membuka matanya mengintip. Yang di sambut sepasang mata gelap yang menatapnya intens. Bibirnya mengembang membentuk senyum menyeringai.“Bahkan dalam jarak ini, aku bisa mendengar debaran jantungmu. Kamu yakin nggak punya rasa padaku?” dia menatap dengan senyum tipis di wajahnya yang tampan.Amora terdiam tak bisa berkata-kata. Pipinya terasa panas. Dia merutuk jantungnya yang berdetak gila.“Apaan sih!” Dia mendorong Giandra menj
Amora tidak segera menjawab sambil mengalihkan pandangannya.“Dari mana kamu mendengar kami akan menikah?”“Semua dokter di rumah sakit kita tahu. Karena mantan mertuamu yang suara yang sangat cerempeng, membuat kita semua tahu kamu akan menikah dengan Dokter Giandra.”Amora mendesah pasrah. Masalah keluarga Dwipangga dan dirinya menjadi tersebar berkat mertua yang tidak bisa menutup mulutnya tanpa tahu tempat.“Serius, Amora, kamu akan kembali menyambung dengan mertua macam Nyonya Dwipangga itu?”Amora hanya mengedik bahu.Agnes menatapnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.“Kamu sungguh aneh. Mantan suamimu adalah adik dari Dokter Giandra, dan kamu akan menikah dengan Dokter Giandra. mantan suamimu, akan menjadi adik iparmu?” Agnes menatap Amora dengan tatapan luar biasa.“Kehidupanmu sungguh memusingkan.”Amora mengedik bahu acuh tak acuh.“Maka jangan dipikirin.” Dia menyerahkan grafik medis pasien yang udah selesai di periksa pada suster yang berjaga sebelum berjalan meningga
Amora mengangkat tangan menampar wajah Rehan. Dia menunjuk wajahnya dengan marah.Raut wajah Rehan sangat muram memelototinya, sangat marah di tampar oleh wanita itu.“Aku sudah cukup bersabar denganmu. Kamu memang nggak pernah menghargai aku baik dulu sebagai istri kamu. sekarang pun kamu masih merendahkan aku. Aku bukan Amora yang dulu sangat mencintaimu sampai-sampai begitu bodoh membiarkanmu merendahkan aku.” Amora menjeda kalimatanya sambil menatap Rehan tajam.“Aku nggak akan membiarkan kamu merendahkan aku lagi. Jika kamu merendahkan aku lagi, kamu tidak berakhir dengan tamparan saja,” ujarnya dingin lalu kemudian menyeringai.“Hormati aku sebagai kakak iparmu, jika kamu terus berulah urusan perniakahan kami, hati-hati aku bisa membuat Giandra mengambil kembali haknya sebagai pewaris utama Dwipangga. Menjadi pewaris Dwipangga adalah yang selalu kamu perjuangkan, bukan?” Amora tersenyum menyeringai sebelum mendorong dada Rehan kasar dan meninggalkannya sendirian di situ.Rehan m
“Ah ....” Amora meringis ketika Giandra agak menekan kompres di bahunya.Dia bergerak tidak nyaman. Saat ini mereka berada di ruang istirahat yang digunakan oleh dokter magang, tepatnya di tempat tidur.Giandra di duduk di belakangnya mengompres bahunya dengan kompres es.Pipinya sedikit memerah menyadari keadaannya saat ini. Jas putih dokter sudah ditanggalkan dan diletakkan di kursi. Empat kancing kemeja terbuka hingga hanya menyisakannya dalam balutan tank top putih. Kemejanya di turunkan sedikit agar Giandra bisa mengobati pundaknya yang sakit.Tenang Amora, bisiknya pada dirinya sendiri.Mereka adalah dokter dan sudah sering melihat pasien yang tidak mengenakan baju, bahkan yang telanjang sekalipunAnggap dirinya adalah pasien, gumam Amora dalam hati menenangkan diri.“Ashh ....” Amora meringis.“Sakit?” Giandra duduk di belakangnya bertanya tanpa ekspresi.Amora menganggukkan kepalanya dengan bibir mengerucut.“Kalau begitu kenapa kamu membiarkan Rehan menganiayamu?” Giandra den
Amora terdiam. Dia tidak memikirkan apa apa yang akan dia lakukan setelah membalas dendamnya. Apa dia akan tetap bertahan pada pernikahannya dengan Giandra atau berpisah.“Aku ... dokter Giandra lalu apa yang kamu inginkan dariku?” Dia menatap Dokter Giandra dengan ekspresi serius.“Apa kamu mencintaiku atau hanya membantuku balas dendam?”“Aku mencintaimu.”Amora tersedak ludahnya sendiri dnegan jawaban langsung Giandra.“Dokter Giandra, kamu jangan bercanda ....” Dia tertawa kaku sambil memukul bahu Giandra.“Aku serius,” balas Giandra menggenggam tangan Amora.“Aku senang ketika kamu ingin menikah denganku. Bagiku pernikahannya hanya sekali seumur hidup. Aku tidak akan bercerai denganmu meski tujuan balas dendam sudah tercapai.”Amora mengalihkan pandangannya dengan cepat.“Tapi Dokter Giandra, aku menikah untuk balas dendam pada Rehan. Kamu mungkin akan makan hati jika mencintaiku dalam pernikahan ini.”“Karena itu ....” Giandra meraih dagu Amora agar menatapnya.“Aku ingin kamu m