Waktu penerbangan Rehan dan Amora akhirnya tiba juga. Keduanya bersiap naik ke pesawat, dan entah kebetulan apa lagi yang melanda mereka karena ternyata tempat duduk mereka bersebelahan, meski tidak di baris yang sama dan terpisah jalan setapak untuk pramugari berlalu lalang, mereka tetap berada di bangku yang bersebelahan.Selama penerbangan, Amora agak sedikit risi karena sadar kalau Rehan sering mencuri lihat ke arahnya. Pria itu bahkan akan melontarkan pertanyaan untuk memulai percakapan."Apa Giandra akan menyusul pulang ke Jakarta karena pekerjaannya?" tanya Rehan yang masih penasaran kenapa Amora pulang sendiri.Amora melirik sekilas ke arah Rehan. "Iya, masih ada yang perlu dia urus.""Tapi bukankah waktu liburan kalian masih beberapa hari lagi?" Rehan kembali melempar pertanyaan."Kau juga sama," jawab Amora singkat."Kita sedang membahas soal kau dan Giandra," tegas Rehan dengan punggung yang sudah ditegakkan."Kenapa harus? Aku tidak perlu menjawab semua pertanyaan tidak pe
Di dalam pesawat, sambil menatap ke luar jendela dan dengan tangan yang terkepal kuat, Giandra membayangkan kalau saat ini Amora mungkin sedang menangis karena kesalahan yang sudah diperbuatnya. Pastilah dirinya sudah menimbulkan luka yang entah bagaimana harus dia sembuhkan di hati wanita yang sangat dicintainya itu."Maaf, Amora. Maafkan aku," ucap Giandra penuh penyesalan. Giandra tahu kalau apa yang sudah ia perbuat ini akan menyebabkan kehancuran dalam rumah tangganya. Semula ia kira bisa meminta maaf dengan benar, tapi jangankan meminta maaf, bertemu setelah kejadian itu pun tidak.Di mana lagi ia akan menemukan wanita seperti istrinya itu. Kalau Amora meninggalkannya, maka sudah dipastikan ia akan sangat hancur. Ia memang serakah karena sejak awal pernikahan ini adalah pernikahan yang ditujukan untuk membalas dendam. Seiring berjalannya waktu, entah kenapa malah semakin sulit bagi Giandra melihat Amora mulai mendekati Rehan lagi meski ia tahu itu hanya upaya untuk menghancurka
Rehan tersentak mendengar perintah ibunya itu. Biar bagaimanapun, ia sama sekali belum kepikiran untuk menceraikan Olivia. Sebesar apa pun kesalahannya, Rehan tidak pernah memikirkan untuk melepasnya begitu saja.Kenapa? Apa karena cinta? Tentu bukan. Jawaban yang didapat hatinya itu hanya karena Oliver. Ia tidak mau Oliver diasuh oleh Olivia dan selingkuhannya itu. Sekarang saja di saat banyak yang mengurus anak itu, Olivia sering ceroboh dan menelantarkan anaknya sendiri. Bagaimana jika Oliver jauh dari keluarga ini? Membayangkannya saja sudah membuat Rehan gemetar.“Bu, aku sama sekali tak ingin berpisah dari Olivia. Jadi, tolong jangan ikut campur dengan masalahku kali ini.” Rehan menatap ibunya dengan pandangan mengiba. Dulu pernah sekali rumah tangganya hancur atas campur tangan Sofia, kini ia akan menentukan sendiri jalan hidupnya.“Apa kamu bilang? Ikut campur? Kamu mau mempertahankan wanita tak tahu diri itu? Entah apa yang kamu pikirkan, tapi Ibu tidak sudi memiliki menantu
“Hei, Kak. Apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Rehan yang mengekori Giandra sampai ke garasi mobil mereka. Pagi ini setelah mereka mendapatkan wejangan dari Erlangga, keduanya tampak diam saja.“Apa maksudmu?” Giandra tak mengerti arah pembicaraan adiknya itu.“Soal Amora. Apa kau yakin akan membiarkannya terus berada di luar rumah ini? Apa kau akan segera menceraikannya?”Giandra menghadap ke arah Rehan dengan mata yang nyalang. Baginya, pertanyaan yang diajukan Rehan sama sekali tak perlu ia jawab. Namun, melihat rasa penasaran adiknya yang besar itu, Giandra malah ingin tahu apa yang mendasari pertanyaan itu. Apa itu adalah bentuk simpati atau sebaliknya, ia malah senang jika rumah tangganya juga hancur?“Pertanyaan itu apa perlu aku balik? Apa kau akan tetap menceraikan istrimu yang selingkuh itu? Pikirkan saja urusan dalam rumah tanggamu dan jangan masuk ke ranah yang tidak boleh kau lewati. Aku dan Amora akan tetap menjaga pernikahan kami sampai mati. Jadi, jangan pernah
“Bukannya suka padaku, tapi pada Amora, istrinya sendiri. Sayangnya, Amora sepertinya lebih menyukai Rehan dibandingkan Giandra, jadi ia ingin mencegah agar Amora dan Rehan kembali bersama dengan bantuanku.”“Bantuan apa?”“Aku hanya perlu menjaga pernikahanku dengan Rehan selama mungkin. Setelah Amora luluh, ia membiarkanku berpisah dari adiknya. Bagaimana menurutmu?” Olivia sangat bersemangat menjelaskannya. Ia bahkan tak ingat kalau dirinya sering cemburu karena melihat Rehan berduaan dengan Amora.“Apa kau yakin Amora akan tetap berada di sisi Giandra? Rehan pasti tak akan tinggal diam.”“Meski tak yakin, sepertinya ini patut dicoba. Lagi pula, aku sudah menerima uangnya, jadi tidak akan bisa kukembalikan lagi. Siapa tahu dengan cara ini kita bisa menabung sedikit demi sedikit untuk pernikahan kita nanti.”Randika tampak diam saja. Ia sepertinya tidak setuju dengan rencana ini, tapi juga tak bisa melarangnya. Namun dari yang terlihat, Randika sepertinya memiliki rencana masa depan
Oliver menghilang. Amora dan Giandra yang mengetahui ini lebih dulu malah ikutan panik. Mereka tak menyangka kalau sekolah sekelas internasional itu malah bisa ceroboh dalam mengurus anak didiknya. Amora ingin marah, tapi ia tak bisa mendahului orang tua Oliver.“Bagaimana ini, Mas?” Amora tersedu di pelukan Giandra.Sejak masuk ke rumah keluarga Dwipangga, ia menganggap Oliver seperti anaknya yang tak sempat ia lahirkan dulu. Ia memang membenci orang tuanya, tapi Oliver terlalu menggemaskan untuk dibenci.Amora sadar kalau dirinya tak bisa menjadi seorang ibu hingga akhir hayatnya nanti. Maka, selagi ia bisa menyalurkan kasih sayangnya kepada Oliver, ia akan sangat senang. Setidaknya, Oliver menjadi pelipur laranya jika sedang kesulitan.“Sudah coba cari lewat CCTV sekolah, Bu?” tanya Giandra yang ikutan panik.“Sudah, tapi tidak ada hasilnya. Kami hanya melihat Oliver menyelinap melewati security yang sedang sibuk mengurus kendaraan para orang tua murid yang datang. Mereka pikir, Ol
Syukurlah, semua berjalan sesuai perkiraan. Setelah ini, Giandra hanya perlu mencari alasan agar Amora mau pulang ke rumah mereka. Selintas, ia teringat Oliver yang tadi sempat hilang dan langsung mendapatkan ide.Sementara itu, tak lama kemudian Rehan sudah tiba di rumah sakit dan langsung menuju ke ruangan Amora. Saat membuka pintu ruangan wanita itu, dia mendapati Oliver yang sedang duduk bersandar punggung di bangku dengan tangan yang memegang sebatang cokelat yang sudah dimakan separuh dan wajah cemong Oliver yang belepotan cokelat yang dimakannya.Dengan segera Rehan langsung menghampiri Oliver dan memeluk anak sambungnya itu. Dia benar-benar cemas sekali saat tadi mendapati kabar kalau Oliver menghilang dari pengasuh Oliver yang datang ke kantornya.“Kenapa Oliver bisa sampai hilang? Memang apa saja kerjaanmu sampai tidak bisa menjaga seorang anak TK?” bentak Rehan saat itu.Pengasuh Oliver jelas langsung ketakutan. Dia menundukkan kepalanya dan meremas kedua tangannya yang sal
“Di sekolah sedang ada pentas. Semua anak-anak pada datang sama orang tua mereka. Cuma aku yang datang sama Bibi. Saat anak-anak lain bicara dan bercanda sama orang tuanya, aku cuma bicara sama Bibi. Makanya aku kangen sama Tante Amora. Biasanya kalau ada Tante Amora aku gak akan sedih dan kesepian. Tante Amora pasti ajak aku bicara atau main. Tante Amora juga suka bacain aku buku cerita,” jelas Oliver yang sudah memeluk Amora dan merebahkan kepalanya di pangkuan Amora.Amora tidak mengatakan apa-apa. Sejak tadi wanita itu hanya diam menyimak setiap obrolan Rehan dan Oliver sambil tangan lembutnya mengucap-ucap rambut Oliver. Melihat itu Rehan tahu kalau memang dibanding Olivia yang merupakan ibu kandung Oliver, Amora tampak lebih cocok menjadi ibu dari Oliver.Amora punya sifat dan aura keibuan. Amora juga tampak sangat menyayangi Oliver. Bahkan saat tadi Rehan menelepon dan menanyakan apakah Oliver sudah ditemukan terdengar jelas nada khawatir dari wanita itu juga suaranya yang terd