Share

Pembalasan Istri Kumal
Pembalasan Istri Kumal
Penulis: Pramesti GC

Pernikahan Suamiku

Aku sedang memasukkan semua pakaian kotor Mas Fandi ke dalam mesin cuci saat sebuah bil pembayaran hotel terjatuh dari kantong kemeja kotornya.

Kenapa ada bil pembayaran hotel?

"Ada apa, Sri?" Mas Fandi sudah berdiri di dekat pintu.

"Ini mas, ada kertas jatuh dari kemeja."  Kutatap wajahnya, keningnya berkerut.

"Kertas apa?" Dia mendekat, kuserahkan selembar kertas itu padanya. Mas Fandi membaca kertas itu dan terdiam sebentar, tangannya mengusap kening terlihat cemas.

"Kertas penting ya, mas?" Aku bertanya, kecemasan Mas Fandi justru membuatku menaruh curiga. Instingku mulai kembali peka.

"Ini mungkin bil di meja kantor terbawa. Beberapa hari lalu, ada pegawai yang tugas ke luar kota juga." Dia tersenyum lalu mengusap rambutku. "Buang saja ya, mas mau berangkat dulu."

"Sudah selesai sarapannya?" Aku bertanya saat Mas Fandi berjalan masuk. Sebenarnya banyak yang ingin aku tanyakan, namun Mas Fandi menjauh lebih dulu.

"Sudah, pesawatnya akan terbang jam sepuluh, nanti aku bisa telat. Lala biar berangkat sama mas saja, sekalian satu arah juga." Dia menjawab sambil berjalan mengambil koper di dalam kamar.

"Kamu gak usah ke rumah ibu dua hari ini, ibu bilang nanti sore mau ikut Fina pulang ke Jogja. lagian sudah ada bi Ijah, ibu kasihan melihatmu bolak-balik."

Aku terdiam, hanya menganggukkan kepala. Entah kenapa, aku mulai merasa tak nyaman dengan kepergian Mas Fandi. Seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku, namun tak mungkin juga mengutarakannya saat ini.

Aku mengantarnya ke luar rumah, Mas Fandi mengandeng Lala ke dalam taksi. Putri kami sudah duduk di kelas tiga Sekolah dasar. Terlihat sangat dekat dengan Ayahnya. Bahkan mereka tak hentinya bercanda, membuatku tersenyum senyum sendiri.

Aku menunggu mereka, hingga taksi pesanannya datang. Sesaat kemudian, sebuah mobil hitam berhenti, mas Fandi memasukkan kopernya ke dalam bagasi lalu membukakan pintu untuk Lala. Setelahnya dia mendekatiku lagi dan aku mencium takzim tangannya.

"Mas pergi dulu ya, Jangan lupa untuk tidak ke rumah ibu dulu. " Mas Fandi mengusap kepalaku, lalu masuk kedalam mobil.

"Da Mama, jangan lupa jemput lala ya." Gadisku melambaikan tangan, memberiku kecupan jauh dan menutup kaca mobil setelahnya.

Ah, kehidupan kami terlalu sempurna, rasanya tak mungkin mas Fandi tega membohongiku dan Lala, putri kami.

Mungkin benar, itu hanya sebuah kwitansi  biasa. Tak bisa membuktikan kesalahan apapun pada pernikahan kami.

Kalimat itu terngiang di kepala. seolah memang itu yang aku harapkan. Aku begitu takut, bila pernikahan ini adalah sebuah kegagalan yang tertutupi. Karenanya segera kutepis segala prasangka yang coba berkelebat di dalam benak ini.

***

Aku kembali berkutat dengan pekerjaan rumah. Membereskan kembali cucianku yang belum selesai. Setelahnya aku mengepel lantai dan menjemur semua baju yang sudah tercuci.

Saat aku kembali kedalam rumah,  sebuah notifikasi terdengar dari ponselku di atas bifet kecil. Bergegas aku mengambilnya. Mungkin saja itu pesan dari kurir, mengingat hari ini paket pesanan temanku akan datang.

"Apa ini?"

Mataku membulat sempurna.  Sebuah nomor asing mengirimkan foto undangan pernikahan ke ponselku. Foto mas Fandi, Suamiku terpampang jelas. Ia nampak gagah menyanding wanita yang tak aku kenali siapa.

"Fandi Saputra dan Kila Agnita" Mataku panas membaca nama itu terukir dalam tinta keemasan.

Disana bahkan jelas tertulis kapan tanggal dan jam akad itu akan dilaksanakan.

Tentu saja, ini jelas sudah, sejak semalam mas Fandi memintaku membawakannya beberapa kemeja putih dan kemeja batik, bersama dengan celana kain yang baru di belinya. Rupanya, aku sedang menyiapkan baju pernikahanmu mas!

Teganya kau lakukan ini padaku. Kau akan menikahi wanita lain, sementara disini ada wanita yang masih resmi menjadi istrimu, mencucikan baju motormu, mengurus anakmu, bahkan membereskan rumah besar ini sendirian tanpa asisten rumah tangga.

Aku terduduk di lantai, gemetar membayangkan pernikahan itu terjadi malam nanti. "Apa salahku sebagai istrimu mas? apa kurang ku?" aku bergumam sendiri.

"Tidak ! ini tak boleh terjadi."

Bergegas aku mengambil kunci motor dikamar dan mengeluarkan motor dari dalam garasi. Rumah ibu adalah tujuan pertamaku. Ibu harus tau, apa yang sudah di lakukan anak lelakinya itu.

Hanya sepuluh menit jarak rumah kami, karena itulah aku sering kemari untuk membantu ibu merawat semua tanaman hiasnya. Tiba di gang masuk rumah ibu, dua mobil berjajar di pelataran rumahnya, aku kenal betul itu mobil Mas Robi dan Fani, saudara kandung mas Fandi.

Ku parkirkan motor diseberang jalan, entah kenapa aku tak ingin membawa kendaraan ini masuk. Untungnya aku kenal baik dengan pemilik Konter di depan rumah ibu. Kami sering mengobrol setiap kali aku datang merawat bunga-bunga ibu yang banyak.

Berjalan mengendap, aku merasa semakin curiga dengan perkumpulan dirumah ibu kali ini. Entah kenapa, aku merasa jalan belakang lebih menguntungkan untuk aku datangi. Perlahan aku berjalan ke samping rumah, dan melihat semua saudara mas Fandi berkumpul di ruang Tengah.

"Fandi sudah berangkat dulu, kita bersiap saja untuk segera kerumah mempelai wanita !"

Deg !

Darahku berdesir hebat, kuhentikan langkahku di balik  jendela. Aku duduk berjongkok di bawahnya.

Mungkinkah ibu dan yang lain juga terlibat dalam penghianatan ini?

"Kalau mbak Sri tiba-tiba kesini bagaimana? " Fina, adik mas Fandi bertanya.

"Kalau dia kesini ya kita sekap saja ! Apapun yang terjadi, pernikahan Fandi dan Kila harus berjalan lancar !" Kali ini suara mas Robi, terdengar menyahut.

"Mas Robi benar. Jika sampai pernikahan ini gagal, mas Fandi juga bisa  batal memberi kami modal usaha." Danu, suami Fina berucap.

Jahat ! Mereka semua jahat!

"Seharusnya kita tak melakukan ini mas, Sri anak yatim piatu, bukankah kejam membuatnya menderita seperti ini." Mbak Lia, istri mas Robi bicara.

"Melakukan apa Lia? ini keputusan Fandi sendiri. lagi pula siapa yang betah dengan Sri, kampungan, gak pandai membawa diri. Fandi itu direktur di pabrik teh ternama, apa pantas punya istri seperti si Sri itu?" Suara Mas Robi meninggi.

"Iya, jangan sok baik mbak. kita semua sama, hanya ingin uang dari mas Fandi saja. Soal mbak Sri, biar jadi urusan mereka. Toh lebih cantik mbak Kila kemana-mana, aku juga gak malu mengakui dia sebagai kakak ipar." Fina berucap.

Apa yang wanita itu katakan! Dia yang mendapat gelar sarjana karena jerih payahku, tegang bicara seolah aku ini wanita yang begitu hina!

Hatiku memanas, ternyata aku datang ketempat yang salah. Mereka semua bersekongkol membuatku menjadi wanita bodoh. Selama ini sikap baik ku membuat mereka semua jadi tak tau diri.

Bisa saja aku datang mengumpat mereka semua, Tapi tidak, aku tak boleh ketahuan disini, mereka bisa menghalangiku datang ke acara mas Fandi.

Perlahan aku mundur meninggalkan rumah ibu mertuaku.  aku lajukan motorku kembali kerumah. hatiku sakit, namun lebih sakit menyadari kebodohan ku sendiri.

Untuk apa aku jadi wanita baik ? Jika segala pengorbananku tak ada harganya sedikitpun.

Aku ambil ponselku dan menghubungi seseorang. " Kirimkan semua asetku kembali kedalam rekeningku ! Persiapkan diri kalian, aku punya tugas baru !" Aku menutup telepon segera.

Ada yang harus tau siapa Sri Rejeki itu. Jika kau anggap aku wanita desa yang kampungan, akan aku perlihatkan dimana posisiku sebenarnya !

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Griwo Eleck
piye iki le arep moco,, trokkkk
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
sri twrlalu diremehkan,akhirnya berti dak
goodnovel comment avatar
Pudyastuti
.nampaknya seru nih ada wanita tegar
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status