Sampai dirumah, aku siapkan segalanya. Kukeluarkan mobil dari dalam garasi dan memasukkan motorku kembali. Aku merasa agak canggung saat duduk dibelakang kemudi. Semenjak menikah, aku memang tak pernah lagi mengemudi sendiri. Mas Fandi bahkan tak tau, istrinya ini bisa menyetir.
Aku menjemput Lala di sekolahnya, gadis kecil terkejut. Aku menjemputnya sebelum ia pulang."Ada apa sih ma?" Dia bertanya saat ku gandeng keluar sekolah."Gak ada apa-apa. Lala hari ini mau kerumah baru."Gadis itu menatapku lekat saat kubukakan pintu mobil Ayahnya. "Mama sendiri? Mana Ayah?" Dia kembali bertanya saat melihat kedalam mobil."Ayah pergi keluar kota kan? Jadi kita akan pergi sendiri kerumah baru." Ucapku lalu menutup pintu mobil dan berjalan ke kursi kemudi di sisi yang lain.saat aku duduk, Lala masih melihatku heran. "Mama bisa nyetir?" Diterlihat cemas."Bisa, Lala jangan khawatir ya, mama jago nyeri."Lala tersenyum lalu memasang sabuk pengaman nya. Aku lalu mebawa Lala Ke rumah ku di Tawangmangu."Tante Raya... " Gadis itu menghambur keluar saat melihat Raya berdiri di pelataran rumah.Raya sahabat kecilku, Kami tinggal dalam panti asuhan yang sama, dan selalu berkirim kabar saat Raya di bawa orang tua angkat kami. Lala memang sangat cocok dengan Raya. Karena itu, aku minta dia menjaga Lala selama aku pergi. Aku sudah menceritakan semuanya pada Raya, dan dia bersedia membantuku menjaga Lala."Lala tinggal disini ya? Nurut sama tante Raya." Gadis itu menganggukkan kepalanya. Hatiku sakit, mengapa mas fandi begitu tega melakukan ini pada kami."Titip Lala ya Ra, maaf aku merepotkan mu, aku tak tau harus meminta bantuan siapa lagi." Kugengam tangan Raya dan dia tersenyum."Tenang saja, Lala aman disini. Dengar Sri, sejak dulu kita saudara, dan selamanya akan tetap begitu. Kamu harus kuat, takdir boleh membawa kita tenggelam, tapi kita akan tetap berenang ke permukaan." Raya mengusap punggungku perlahan. Kalimat itu yang selalu menjadikan aku kuat. Hidup sudah teramat kejam mempermainkan ku, dan tak akan aku biarkan sekali lagi aku di tenggelamkan.Kutinggalkan gadis kecilku disana. Dengan beberapa orang yang siap menjaganya selama aku pergi. Melihat senyum Lala, ada dunia yang siap aku perjuangkan. Lala putriku tak boleh merasakan sakit yang aku rasakan.Maafkan mama ya la, mama terpaksa melakukan ini semua.***Kulajukan mobilku meninggalkan rumah besar itu.Sendiri, aku menuju ke Magelang, tempat pernikahan itu berlangsung. Kuparkirkan mobilku di ujung gang. Rupanya saudara-saudara mas Fandi sudah disini. mobil mereka berjajar saat aku datang.Apakah sudah mulai?Aku mendengar suara mas Fandi di dalam Mix. Cepat aku berjalan masuk."Sah !" Kalimat itu terdengar keras, diikuti doa terpanjat. Kakiku lemas. Rupanya aku sudah terlambat. Pernikahan ini sudah terjadi.Baru saja, kau bagi Hatimu dengan janji yang lain mas!Aku duduk disalah satu kursi. Merasakan sesak yang menjalar, air mataku tumpah. Sebelas tahun pernikahan ini, harus berakhir dengan sebuah pengkhianatan.Maafkan mama Lala, mama gagal membawa utuh Ayahmu kembali !Kutata hatiku yang masih berkecamuk, aku tak boleh lemah disaat seperti ini. Merasa cukup mampu, aku memilih masuk, menemui mempelai yang tengah berbahagia itu. Belum banyak tamu yang datang, mengingat resepsi baru akan ada malam nanti. Aku masuk mendekati ruang tengah yang hanya terisi keluarga inti.Mereka tak menyadari kehadiranku. Hingga aku berjalan lebih dekat, aku menarik meja tempat mereka melaksanakan ijab qobul. Kini meja itu berganti dengan hidangan untuk menjamu keluarga inti.Arrkkk!Aku menarik kuat taplak yang menyelimuti meja. Makanan itu berhambur kelantai, bahkan tumpah mengenai baju mempelai dan beberapa keluarga."Sri ?" Mas Fandi menatapku terkejut. Menyadari kehadiranku mereka semua menatapku tajam."Mas, gaun pernikahan kita." Wanita itu merengek, bergelayut pada lengan suamiku. Mas Fandi terlihat menenangkan madunya."Apa yang kau lakukan Sri ! Lihat, semua makanan ini tumpah sekarang!" Mas Robi menatapku kesal, namun aku kini siap menelannya bulat-bulat."Apa yang aku lakukan? Harusnya aku bertanya, apa yang kalian lakukan ! Manusia sampah!" Aku mengumpat balik mas Robi. Dia hanya diam melihatku yang selama ini terlihat lugu bisa juga membalas ucapannya." Selesaikan ini segera Fan, tamu akan banyak yang datang sebentar lagi. " Seorang lelaki paruh baya mendekat dan berbisik. " Kila ini juga istrimu sekarang, kau harus mendidik istri tuamu untuk menghormati pernikahan putriku!"oh, rupanya dia ayah mempelai wanita!" Tak perlu mengajari ku bagaimana menghormati orang pak. Ajari saja anakmu untuk menjaga harga dirinya. Apakah anda tak memberinya pelajaran, bagaimana bersikap agar tak mengambil milik orang lain?" Aku menatap tajam wajah dengan gurat tua itu." Wanita tak punya sopan santun. Pantas saja, kau anak yatim yang tak dididik dengan benar!" Dia mengumpat ku."Ya, aku memang anak yatim, tapi aku punya harga diri pak. Dan jaga ucapanmu sebelum aku lebih mempermalukan kalian dirumah sendiri!""Sri!" Mas Fandi meninggikan suaranya. Dia berjalan mendekat, menarikku untuk duduk di kursi."Jangan menyentuhku!" Kutepis tangannya dengan kasar. Aku melihatnya terkejut."Sabar Sri, jangan buat mas malu" Bisiknya, namun justru membuatku semakin kecewa."Malu? Mas bilang malu? Sejak pernikahan ini berlangsung, kalian semua sudah tak punya malu!" Umpatku"Jaga ucapanmu mbak, kamu sedang ada dirumah orang! Jangan seperti hidup di dalam hutan begitu. " Fani ikut menimpali.Dasar wanita tak tau diri !Aku berjalan mendekatinya, Fani justru membusungkann dada, seolah menantangku tanpa rasa takut." Selama ini aku ternyata memang hidup di hutan Fani. Hidup bersama monyet-monyet seperti kalian!" Kutunjuk wajah mereka satu persatu."Jaga sikapmu Sri ! Kau sudah keterlaluan " Mas Fandi terpancing amarah. Ia menarik tanganku dengan kasar."Jangan menyentuhku! Kau dan keluargmu yang keterlaluan, bisanya mendukungmu melangsungkan pernikahan dengan wanita murahan itu!"" Lancang kamu Sri!" Mas Fandi mengangkat tangan, bersiap memukulku."Jangan menyenyuhku sedikitpun Fandi Saputra ! Aku bisa membalasnya lebih kejam."Mas Fandi terdiam, menatap wajahku dengan tajam, ia lalu menurunkan tangan nya. "Bagaimanapun Kila sekarang istriku, dan karena kau sudah tau, maka aku tak perlu menyembunyikan pernikahan ini lagi."" Beri aku satu alasan mas, kenapa kau melakukan ini padaku?" Aku bertanya, jauh aku kemari hanya untuk mendengarnya memberikan aku jawaban."Karena mbak Kila lebih segalanya dari mbak Sri. Mbak gak lihat perbedaan kalian? Bagai bumi dan langit. Mbak Kila cantik, dengan kulit bersih dan bau yang wangi. Sementara mbak Sri, memang mbak gak sadar diri?" Fani kembali membuat telingaku memanas.Kutatap wajah istri baru suamiku, dia tersenyum mengejek. Lalu kembali kutatap wajah mas Fandi. "Jawab pertanyaanku mas!"" Apa yang harus kujawab? Fani sudah mengatakannya. Aku mencintai Kila dan sudah menikahinya. Setelah ini aku mau kau pun bersikap baik padanya! duduklah, resepsi akan segera dimulai, akan ada banyak tamu yang mulai datang, jaga sikapmu!""Menjijikan !" Umpatku kesal lalu menghubungi seseorang. "Bawa kemari hadiah dariku !"Mas Fandi masih mengawasiku dengan tajam, tapi beberapa orang mulai panik berlarian ke dalam.Krompyak... brak! brak!Tenda didepan rumah ambruk, membuat mas Fandi dan keluarganya membelalak tak percaya.Makan hadiah pernikahan dariku mas!Sebuah exsavator masuk dan mengeruk tenda itu hingga jatuh tak berbentuk. Janur kuning di jalan masuk bersama dengan sepasang tandan pisang rubuh juga bersamanya."Wanita gila! Apa yang kau lakukan pada pernikahnku?" Kila berteriak histeris sementara mas Fandi terlihat marah menatapku."Kau yang melakukan ini Sri?""Siapa lagi? Ini hadiah pernikahan dariku mas" Aku melipat tangan di depan, menatap wajah-wajah bertopeng itu satu persatu.Ini masih permulaan, aku bahkan belum memberikan hadiah utamaku"Ganti rugi semua perbuatanmu." Kila mendekat dengan wajah berapi-api.Aku mendorong tubuhnya menjauh. "Jangan menyentuhku, kau dan aku beda kasta!" Ucapku membuatnya semakin marah."Arrkk, kau lihat istri kampunganmu itu mas?" Kila berjalan mendekati mas Fandi. Telunjuknya masih menunjuk kearahku. " Bajunya saja tak sebanding dengan bajuku, berani nya dia menghinaku dipernikahanku sendiri!" Kila mencoba membuat mas Fandi terpancing amarah.Aku memandang bajuku sendiri. Ah, aku lupa mengantinya sebelum kemari. Biarlah, baju ini juga bagus, paling tidak auratku tak terumbar kemana-mana."Dari mana kamu bisa menganti semua kerugian ini Sri? Berapa tabunganmu sampai berani menyewa alat berat?" Mas Robi kembali merendahkanku."Berapa ganti rugi yang kau minta?" Aku bertanya pada Kila dan keluarganya."Sepuluh juta ! Jika tidak, aku bawa kau kekantor polisi!" Ucap bapak wanita itu.Semurah itukah hargadiri keluarga ini?"Ahahahaa, jangankan sepuluh juta, sekarang dua juta saja, mbak Sri p
Pov Fandi.Kedatangan Sri dalam pernikahanku dan Kila membawa banyak sekali masalah. Ia menghancurkan tempat resepsi, membuat gaun pernikahan kami penuh minyak cabai, bahkan menjual mobil dan rumahku di Karanganyar. Dan kini, aku melihat mobil seharga milyaran, menjemputnya dengan seorang bodyguard. Ada apa ini?"Mas lihat sendiri, apa yang sudah dilakukan istri kumalmu itu?" Kila menarik lenganku dengan kesal. Aku tau dia jengkel, semua yang dia atur sejak beberapa bulan lalu, hancur hanya dalam hitungan menit. Menang keterlaluan sekali si Sri itu !" Apa yang akan kita lakukan Fan, tamu undangan sebentar lagi mula berdatangan!" Bapak Kila bertanya dan aku hanya bisa diam. Otakku sedang memikirkan banyak hal tentang Sri, bagaimana bisa aku memikirkan resepsi ini juga."Mas, kenapa diam, Bapak sedang bertanya!" Kila menguncang tubuhku.Aku menepisnya dengn kesal. "Diamlah Kila, aku sedang berfikir!"Wanita itu berangsut mundur, menatapku tak suka, dia terlihat berkaca-kaca. Biarlah,
Pov Fandi.Ini akan jadi malam panjang. Aku bisa mati berdiri jika tak bisa mengganti semua uang Bapak Kila. Bagaimana ini?Kuseka keringat yang menetes di pelipis. Beginikah rasanya dapat masalah dengan mertua?Selama ini, aku menikahi Sri yang hidup sebatang kara. Mau kuapakan juga tak akan ada yang membela. Tapi sekarang, Kila punya orang tua yang super banyak aturan.Gluduk.... gluduk...Suara gemuruh terdengar dari langit. Kilatan cahaya juga terlihat dari sisi kiri tempatku duduk. Gulungan awan hitam itu perlahan mendekati tempat kami berada.Jangan sekarang langit, aku mohon jangan menambah kesialan ini dengan air kirimanmu!"Mas, kok mau hujan?" Kila terlihat panik. Dia berdiri dan mengamati langit di atas teras rumah. Sementara aku, Tentu saja lebih panik. Harusnya hujan tak datang di hari sepenting ini, di musim kemarau juga.Apakah banyak orang yang berdo'a agar air langit itu segera turun?Belum juga kutemukan ide mengatasi masalah ini, tetesan air sudah jatuh ke tanah. T
"Nyonya baik-baik saja?" Suara Arman membuyarkan lamunanku."Baik, aku baik man, hanya entahlah, mungkin begini rasanya patah hati." Aku mencoba tersenyum. Meski sesak masih menjalar, siapa yang tak terluka, datang di dalam pernikahan suami sendiri.Berusaha memejamkan mata, tapi sungguh aku tak dapat merasakan kedamaian. Bagaimana akan aku katakan pada Lala, tentang apa yang sudah terjadi. Mungkinkah bijak, membagi kisah ini pada gadis sekecil dia."Jika boleh saya bertanya nyonya." Kembali Arman membuatku melihatnya."Iya, katakan?" "Siapa orang yang memakai baju pengantin tadi?"Aku tersenyum. "Kau lupa man, Lelaki kurus kering yang Bapak bilang mirip Cacing kremi itu" Aku menjelaskan. Aku tak pernah memperkenalkan Mas Fandi pada Bapak angkatku, sejak awal beliau tak pernah setuju. Tak adakah lelaku lain yang lebih pantas untuk menyandingmu nduk? Lelaki macam cacing kremi begitu mau menikahimu ?Kalimat itu terucap saat aku baru menunjukkan selembar foto mas Fandi. Namun Bapak
Memiliki Bapak seperti Tuan Lee, tak pernah sedikitpun terlintas dalam imajinasi seorang yatim piatu sepertiku. Aku bahkan tak tau siapa dirinya, saat pertama kali kami bertemu dulu.Saat duduk di bangku sekolah dasar. Aku berjualan pukis setelah selesai sekolah, uang hasil jualan biasa ku beli kan sesuatu yang begitu aku inginkan. Baju , sapatu atau apapun yang anak seusiaku inginkan. Sebagai anak panti, uang jajanku di jatah dan tak akan bisa bertambah meski kami terus merengek meminta. Bagi kami, memiliki uang lebih adalah sebuah kemewahan."Makan ini om" Kusodorkan dua pukis pada lelaki dengan Baju lusuhnya. Ia menatapmu sekilas dan melahap juga pukis itu tanpa jeda. Tangannya menegadah lagi. Kuberikan saja pukis terakhir di dalam Keranjang."Thankyou..." Hanya kata itu terucap. Dia lalu berdiri mendekati kran air di ujung taman kota. Menenggak dengan segarnya air yang keluar.Aku yang hanya anak kecil sebatang kara, bahkan tak tau apa arti kalimat yang di ucapkan lelaki itu. S
Mas Fandi melepaskan ku. Aku bisa melihat tangan kosongnya mengepal kuat. Urat nadi nya keluar, menahan amarah yang pasti sangat bergejolak.Kurapikan jilbab dan gamisku. Sementara Arman masih mengacungkan pistol nya. Ternyata, mas Fandi sedang cemburu buta pada pengawal ku sendiri. Arman memang bukan lelaki jelek. Dia lebih gagah dari mas Fandi. Tingginya hampir 180 cm. Dengan garis rahang yang tegas, dan potongan rambut pendeknya, siapapun bisa melihat bahwa dia orang yang sangat serius."Turunkan pistol mu Man." Aku menarik tangan Arman kebawah. Dia dengan sigap memasukkan kembali pistol ke belakang tubuhnya. Namun matanya. Bagai elang, berkilat tajam menatap gerak-gerik mas Fandi.Mengerikan ! Beginikah pembunuh bayaran beraksi? Bapak tak akan sembarangan menerima anak buah. Mereka haruslah memiliki kemampuan di atas rata-rata. Paling tidak, kemampuan bela diri nya sudah mempuni. Dan Arman adalah satu, dari ratusan anak buah Bapak yang b
"Nyonya baik-baik saja?" Arman bertanya padaku yang masih berusaha mencari ketenagan.Kugeser dudukku agar lebih nyaman. '" aku baik man, tenanglah." "Menurutmu man, apakah fisik yang sempurna itu penting untuk semua lelaki?" Arman diam sebentar, lalu kembali melihat kearah ku. "Apa bedanya manusia dan hewan, jika hanya sebatas mengandalkan fisiknya untuk membuat pasangan kita tertarik?" Aku mengerutkan alis. " Maksudnya?""Burung merak mengepakkan sayap cantiknya untuk mencari pasangan di musim kawin, beberapa hewan bahkan memberikan bau khas agar pasangannya tertarik. Tapi hanya beberapa yang setia seperti merpati dan pinguin kan?""Otakku tak sampai man, jangan membuatku berfikir keras.""Mereka hewan nyonya, sah saja berganti pasangan dan berhubungan dimanapun. Tapi manusia? Kita ini diberi akal lebih, begitu rendahnya nilai kita bila hanya melihat sesuatu dari fisiknya !"Aku terdiam, meski kenyataan dil
Aku belum berani menjawab tanya Lala tentang ayahnya, Selalu saja kualihkan pembicaraan untuk membuatnya sibuk dengan sesuatu. Sekuat apapun aku berusaha, nyata nya masih saja ada rasa takut untuk menyakiti hatinya.Hingga pagi ini, aku yang harusnya pulang kerumah besar tadi malam, harus tidur disini karena alasan menghindari pertanyaan Lala. Sampai kapan. . ." Jangan menipunya lagi Sri, Lala berhak tau." Raya memberiku nasihat.Kutatap Lala yang sedang bermain di taman rumah ini. Aku tau, memang sebuah kesalahan menyembunyikan semua dari Lala."Sri, anakmu gadis yang cerdas. Jika tak mendengarnya darimu, dia bisa saja mendengarnya dari orang lain. Bukankah itu akan lebih menyakitkan?"Raya menggenggam tanganku. Mencoba menguatkan ku. "Kau benar Ray, harusnya aku katakan saja yang terjadi." Aku mencoba mengumpulkan kekuatanku sendiri."Percayalah, jika dia belum mengerti, bukan berarti dia tak akan mengerti " Raya memegang pundak ku. Dia tau, aku sedang mencoba mengumpulkan keberan