Memiliki Bapak seperti Tuan Lee, tak pernah sedikitpun terlintas dalam imajinasi seorang yatim piatu sepertiku. Aku bahkan tak tau siapa dirinya, saat pertama kali kami bertemu dulu.
Saat duduk di bangku sekolah dasar. Aku berjualan pukis setelah selesai sekolah, uang hasil jualan biasa ku beli kan sesuatu yang begitu aku inginkan. Baju , sapatu atau apapun yang anak seusiaku inginkan. Sebagai anak panti, uang jajanku di jatah dan tak akan bisa bertambah meski kami terus merengek meminta. Bagi kami, memiliki uang lebih adalah sebuah kemewahan."Makan ini om" Kusodorkan dua pukis pada lelaki dengan Baju lusuhnya. Ia menatapmu sekilas dan melahap juga pukis itu tanpa jeda. Tangannya menegadah lagi. Kuberikan saja pukis terakhir di dalam Keranjang."Thankyou..." Hanya kata itu terucap. Dia lalu berdiri mendekati kran air di ujung taman kota. Menenggak dengan segarnya air yang keluar.Aku yang hanya anak kecil sebatang kara, bahkan tak tau apa arti kalimat yang di ucapkan lelaki itu. Setelahnya aku sering memberinya pukis, satu bulan aku menjadi sangat dekat dengannya. Bapak tak mengerti bahasa indonesia saat kemari, dan aku tak faham bahasa inggris apalagi mandarin sepertinya. Kami berkomunikasi dengan bahasa isyarat hingga suatau hari, lelaki itu menghilang dari hidup ku.****"Mei,kamu tau, Bapak kembali hanya karena ingin menjagamu. Jika sekarang ada lelaki yang justru menghancurkan hatimu, tak bolehkan orang tua sepertiku merasakan sakit dan terluka?"Aku menatap lekat lelaki itu. Sungguh Bapak sudah melakukan banyak hal agar bisa merawat ku. Dan aku tak bisa mengabaikan nya begitu saja."Meili tak akan bercerai pak.""Tak akan?" Bapak terkejut dengan kalimat yang terucap dari bibirku.Aku menundukkan kepala. " Sebelum kuseret seluruh keluarganya kedalam penderitaan, Mei tak akan menceraikannya !" Tanganku mengepal kuat."Lakukan apa yang kau mau, asal bisa membuatmu merasa lebih baik." Bapak mengusap kepalaku perlahan. " Hentikan Mobilnya ! Mei, Bapak tunggu dirumah besar. Kau tau kan, terlalu berbahaya untukmu, berada satu mobil dengan Bapak." Bapak menutup pintu dan berjalan menyeberang. Sebentar kemudian sebuah jeep Wrangler berhenti menjemput Bapak. Aku hanya dapat melihatnya menjauh. Begitulah caranya mencintai ku. Dulu aku tak pernah tau mengapa, namun setelah aku memiliki Lala, aku tau arti dari apa yang dilakukan bapak hanya untuk melindungi ku."Jadi kerumah besar Nyonya?"Arman bertanya padaku."Kerumahku di Karanganyar saja Man. Ada banyak barang Lala yang harus aku bawa."Tak banyak bicara, Arman memerintahkan mobil itu ke rumahku di Karanganyar. Dua jam lebih perjalananku kesana. Hingga mobil berhenti tepat didepan rumah.Aku membuka pintu mobil. Tergambar jelas banyaknya kenangan yang terjadi disini. Kenangan indah dan bahagia bersama keluarga kecilku. Namun hari ini, segala yang kubilang indah, terasa begitu kontras dengan penghianatan yang di perbuat nahkoda kapal itu sendiri."Masuk Man, aku siapkan dulu keperluan putriku "Arman mengikutiku dari belakang.Kutinggalkan Arman di ruang tengah. Lalu aku berjalan masuk ke kamar Lala, mengambil koper besar milik putriku, aku memasukkan perlengkapan sekolahnya dan buku-buku favorit nya di meja belajar. Lala begitu senang membaca.Kubawa juga selimut kumal kesayangannya di atas tempat tidur. Selimut yang menemani gadis kecilku sejak ia bayi, dan kini jadi selimut kesayangan yang tak pernah terganti. Aku masukkan selimut itu kedalam koper. Aku terpaku sejenak, saat melihat foto kami bertiga, tersenyum lebar dalam bingkai kecil di atas meja lampu Milik Lala. Sungguh tersayat hatiku mengingat apa yang terjadi pada Keluargaku kini.Harus nya Lala tak perlu merasakan pahitnya masalah yang terjadi antara aku dan mas Fandi. Harusnya gadis kecil sepertinya cukup tau bahwa kami masih baik-baik saja.Ku tutup foto yang tak lagi nyata itu. Segera kutarik barang Lala keluar dari kamarnya. Arman masih berdiri memandang foto kami di dinding rumah. Ah, terlalu banyak hal manis yang terbingkai di dinding rumah Ini."Masukkan koper ini kedalam mobil Man, aku mau ke kamar ku dulu." ku berikan Koper berwarna pink itu pada Arman, lalu beranjak masuk kedalam kamar ku sendiri.Aku mengambil beberapa barang kesayanganku, dan sertifikat rumah yang ada didalam brankas. Aku duduk, menekan susunan angka tanggal lahir putriku untuk membuka kotak besi itu. Gagal ! Mas Fandi mengganti kodenya. Aku terdiam sejenak, memikirkan rangkaian angka apa yang mungkin mas Fandi pakai." 121285" Kuketik tanggal kelahiran mas Fandi sendiri, namun tetap tak bisa. Kucoba tanggal lain. Hari kelahiranku, hari pernikahan kami, hari ulang tahun ibu mas Fandi namun tetap tak bisa terbuka. Pasrah sudah aku. berdiri dengan perasaan kesal. Brak ! Ku tendang brankas itu dengan jengkel. Jika susunan angka yang di pakai bukan itu, lalu apa? Jangan-jangan tanggal lahir wanita murahan itu! Aku bergumam sendiri, mencoba menebak susunan angka apa yang mungkin di pakai mas Fandi sebagai kode. Haruskah aku membawa serta brankas ini juga?Aku berjalan keluar menemui Arman yang masih berdiri mengamati foto- foto di dinding rumah. "Man, bisa bantu sebentar !" Aku mengajaknya masuk kedalam kamar. Arman berdiri di ambang pintu."Masuklah, aku ingin meminta pendapatmu."Dia berjalan masuk dan berdiri di samping ku. "Ada apa nyonya ?""Kau punya ide bagaimana membuka brankas ini? si cacing kremi itu sudah mengganti sandinya tanpa sepengetahuanku !"Arman terdiam sebentar, mengamati besi kotak ituLalu dia mengambil sesuatu di antara sela pinggang nya.Pistol ?Mataku seolah lepas dari tempurungnya. Bisanya dia membawa pistol kedalam rumahku. Tanpa meminta pendapat, Arman mengarahkan senapan kecil itu ke arah brankas.Dist... Dist...Halus, tanpa suara, namun berhasil menghancurkan brankas yang tak seberapa kokohnya itu. Mas Fandi membelinya online dulu. Ternyata kualitas nya sangat buruk."Pistol apa itu man?""Pistol? Ah, Nyonya ini, ini hanyalah laser"Laser? Ya Tuhan Sri, bodohnya dirimu. Anak Mavia macam apa aku ini, laser dan pistol saja aku tak tau bedanya !" Aku tau, aku hanya menggodamu." Aku berusaha agar tak salah tingkah. Bergegas aku membuka brankas, dan segera mengambil semua isinya."Kenapa? Mau menertawakanku?" Aku berkacak pinggang menyadari Arman masih menatapmu dengan ledekannya.Seketika wajahnya tertunduk. "Maaf Nyonya, saya tak berani" Ucapnya tegas.Sekarang aku yang menahan tawa. "Bawa ini, ayo kita tinggalkan segera rumah ini. Jangan lupa untuk menjual dengan cepat rumah ini Man !" Kuserahkan map dan amplop penting itu pada Arman dan aku berjalan keluar."Siap nyonya" Arman mengikutiku dari belakang.Saat du pintu depan, tiba-tiba mas Fandi masuk dan menatapku tajam."Sri ! Jadi benar kau berselingkuh ?Selingkuh ? Sudah gilakah suamiku ini ? Dia yang menikah lagi, kenapa justru menuduh ku selingkuh !" waras tidak otakmu mas? Ngaca saja sana. Kau memang sudah tak punya akal sehat !""Aku? Kau yang tak ada otak, bisanya membawa lelaki lain saat suamimu sedang tidak dirumah! "Lelaki lain? Kutatap arah mata mas Fandi. Dia sedang melihat kearah Arman. Jadi dia kira Arman ini selingkuhan ku? Buta atau. bagaimana ini manusia. Bukanya tadi dia lihat Arman membuka kan ku pintu mobil."Ayo man, Kita pergi" Aku lewati saja mas Fandi tanpa perduli omong kosong nya. Namun lelaki itu justru menarikku ke tembok. Tatapan kami saling beradu."Lepaskan Nyonya ku !" Arman sudah mengacungkan pistol kearah Mas Fandi. Kali ini benar-benar pistol, bukan sekedar laser atau mainan.Mas Fandi melirik dengan gemetar, bahkan aku melihat keringat menetes dari sela rambutnya."Lepaskan atau kau mati disini lelaki busuk!" Arman kembali mengancamnya.Mas Fandi melepaskan ku. Aku bisa melihat tangan kosongnya mengepal kuat. Urat nadi nya keluar, menahan amarah yang pasti sangat bergejolak.Kurapikan jilbab dan gamisku. Sementara Arman masih mengacungkan pistol nya. Ternyata, mas Fandi sedang cemburu buta pada pengawal ku sendiri. Arman memang bukan lelaki jelek. Dia lebih gagah dari mas Fandi. Tingginya hampir 180 cm. Dengan garis rahang yang tegas, dan potongan rambut pendeknya, siapapun bisa melihat bahwa dia orang yang sangat serius."Turunkan pistol mu Man." Aku menarik tangan Arman kebawah. Dia dengan sigap memasukkan kembali pistol ke belakang tubuhnya. Namun matanya. Bagai elang, berkilat tajam menatap gerak-gerik mas Fandi.Mengerikan ! Beginikah pembunuh bayaran beraksi? Bapak tak akan sembarangan menerima anak buah. Mereka haruslah memiliki kemampuan di atas rata-rata. Paling tidak, kemampuan bela diri nya sudah mempuni. Dan Arman adalah satu, dari ratusan anak buah Bapak yang b
"Nyonya baik-baik saja?" Arman bertanya padaku yang masih berusaha mencari ketenagan.Kugeser dudukku agar lebih nyaman. '" aku baik man, tenanglah." "Menurutmu man, apakah fisik yang sempurna itu penting untuk semua lelaki?" Arman diam sebentar, lalu kembali melihat kearah ku. "Apa bedanya manusia dan hewan, jika hanya sebatas mengandalkan fisiknya untuk membuat pasangan kita tertarik?" Aku mengerutkan alis. " Maksudnya?""Burung merak mengepakkan sayap cantiknya untuk mencari pasangan di musim kawin, beberapa hewan bahkan memberikan bau khas agar pasangannya tertarik. Tapi hanya beberapa yang setia seperti merpati dan pinguin kan?""Otakku tak sampai man, jangan membuatku berfikir keras.""Mereka hewan nyonya, sah saja berganti pasangan dan berhubungan dimanapun. Tapi manusia? Kita ini diberi akal lebih, begitu rendahnya nilai kita bila hanya melihat sesuatu dari fisiknya !"Aku terdiam, meski kenyataan dil
Aku belum berani menjawab tanya Lala tentang ayahnya, Selalu saja kualihkan pembicaraan untuk membuatnya sibuk dengan sesuatu. Sekuat apapun aku berusaha, nyata nya masih saja ada rasa takut untuk menyakiti hatinya.Hingga pagi ini, aku yang harusnya pulang kerumah besar tadi malam, harus tidur disini karena alasan menghindari pertanyaan Lala. Sampai kapan. . ." Jangan menipunya lagi Sri, Lala berhak tau." Raya memberiku nasihat.Kutatap Lala yang sedang bermain di taman rumah ini. Aku tau, memang sebuah kesalahan menyembunyikan semua dari Lala."Sri, anakmu gadis yang cerdas. Jika tak mendengarnya darimu, dia bisa saja mendengarnya dari orang lain. Bukankah itu akan lebih menyakitkan?"Raya menggenggam tanganku. Mencoba menguatkan ku. "Kau benar Ray, harusnya aku katakan saja yang terjadi." Aku mencoba mengumpulkan kekuatanku sendiri."Percayalah, jika dia belum mengerti, bukan berarti dia tak akan mengerti " Raya memegang pundak ku. Dia tau, aku sedang mencoba mengumpulkan keberan
POV KilaSemalaman aku tak tidur. Mas Fandi tak pulang kerumah, bahkan di malam pernikahan kami. Semua itu karena Sri si kumal. Nika saja dia tak membuat begitu banyak masalah, aku rasa pernikahan ini akan berjalan seperti yang aku impikan. Sayangnya semua hancur karena wanita jelek itu."Mau kemana kamu La?""Nyusul mas Fandi pak!" Aku ambil kunci motor di lemari depan."Memangnya Fandi kemana?"Aku diam, lupa jika Bapak pasti tak tau kepergian mas Fandi. Aku lalu berjalan mendekati Bapak. "Kila pergi dulu pak." "Tunggu la, Fandi kemana?"Aku menggigit bibir sendiri, takut jika bapak menanyakan alasan kepergian mas Fandi. Masak aku harus bilang isi rekeningnya hilang. Bisa marah besar Bapak."Mungkin Fandi ambil uang pak, kan dia tau pakai uang Bapak buat bayar konsumsinya." Ibu memberi alasan yang menyelamatkan ku sementara waktu."Iya, benar juga. Yasudah, ini kasihkan Fandi." Bapak merogoh saku dan
Duduk dengan Bapak di balkon rumah. Menikmati udara yang tak akan pernah berubah dinginnya. aku selalu suka menghabiskan waktuku disini. Menikmati pemandangan yang sungguh memanjakan mataku sendiri."Bapak tak ingin berkeluarga?" Aku kembali bertanya. Entah kapan terakhir aku menanyakan ini padanya."Berapa kali kau akan bertanya, jawaban Bapak tetaplah sama. bapak tak lagi memikirkan sebuah pernikahan."Aku menghela nafas. Bapak pernah bercerita, beliau pernah menikah dulu, sat belum mengenalku. Memiliki seorang gadis cantik yang selalu membuatnya bahagia.Hinga suatu hari, sebuah serangan menghancurkan keluarganya. Bapak yang seorang mavia, dengan banyak musuh besar yang siap menghancurkan nya kapanpun, ternyata di khianati pengawalnya sendiri. Anak dan Istrinya terbunuh dalam serangan itu, Bapak sendiri, di bawa pergi oleh anak buahnya yang lain. Meninggal akan Negara tempatnya tinggal. Mereka pergi sejauh mungkin.Bapak terbang ke Indonesia, melewati jalur Kapal, Bapak datang ke
Aku belum memutuskan apapun, tentang tawaran Bapak padaku tadi. Banyak yang harus aku pertimbangkan lagi. Dan aku meminta waktu lebih banyak. Setelah menemui Bapak dan bicara, aku putuskan mencari tau apa yang terjadi di rumahku karanganyar. Arman bilang, mereka berdua sedang ada disana.Mobil kami sudah berhenti di depan rumahku. Dan ku lihat memang mobil yang di pakai mas Fandi semalam masih ada di halaman rumah kami, bersama motor yang asing bagiku."Man, tunggulah disini.""Tapi Nyonya.""Biar aku kedalam sendiri. Bila terjadi sesuatu, aku akan berteriak memangilmu. Dan kau boleh masuk. Mengerti ! "Aku tak ingin apa yang akan aku bicarakan, justru hanya tertuju tentang bagaimana aku bisa memiliki banyak uang, siapa pengawalku ini, apa kau selingkuh. Aku sudah lelah menjelaskannya kemarin, tak ingin lagi mengulang nya kali ini. Sebab yang ada di kepala mereka hanyalah uang dan siapa yang lebih berkuasa." Aku masuk dulu." Aku berjalan masuk sendiri. Membuka gerbang rumah yang namp
"Pergi atau kubongkar satu persatu kartu kalian semua !" Aku berucap sembari menatap mereka tajam.Hilang sudah sabar ku. Terlalu baiklah aku hingga mereka remehkan?Aku menunggu mereka keluar dari rumahku. Fani menatap ku tajam, seolah tak suka dengan perlakukan ku padanya. Dan Kila terdiam, dengan wajah pucat yang kutau pasti menyimpan banyak tanya, dari mana aku tau semua rahasianya."Jangan keterlaluan kamu Sri, bagaimanapun Kila ini adik madumu. Kenapa kau perlakukan dia begitu buruknya !"Aku menoleh dan melihat mas Robi sudah berjalan masuk ke halaman rumahku. Datang bersama ibu dan Danu, mas Robi nampak marah melihatku." Mas, mbak Sri membantingku ke lantai, mas." Fani mengadu pada suaminya. Di usapnya pinggul di mana ia mendarat lebih dulu. Danu melihatku tak suka, namun aku hanya tersenyum remeh pada semua benalu yang sekarang berkumpul di hadapanku."Kita bisa bicara baik- baik Sri, jangan terbawa emosi."Mas Fandi bicara, seolah ia tak ingin ada keributan, padahal semua
Aku datang ke klinik kecantikan, merias wajahku dan membeli berbagai barang yang kuanggap modis. Menghabiskan banyak waktu dan tenagaku ternyata. Namun demi memanjakan diriku sendiri, akan aku lakukan segalanya. Kini saat aku baru sampai di rumah saja, semua mata menatapku dalam-dalam.Ah, kenapa? Apa aku seaneh itu?"Nona Mei?" Kak Zui menatapku lekat. Aku hanya bisa tersenyum, meski ada rasa tak nyaman yang tercipta karena pandangan mereka semua." Mama... " Lala berlari saat pintu lif baru saja terbuka. Ia menghambur kedalam pelukanku, lalu menatap lekat suruh tubuhku. "Mama cantik sekali," ucapnya dengan wajah terkagum."Terimakasih, sayang." Aku lalu menggandengnya masuk kembali kedalam lift. Ku bawa Lala ke kamarku di lantai tiga. Gadis kecilku duduk di sofa dan memandangku dengan tatapan polos.Lihatlah diriku, aku cantik dan mempesona. Kupakai celana berpadu dengan kemeja katun yang lembut. Warna krem membuatku tampak lebih segar. Riasanku juga terlihat soft, namun memancarka