Aku datang ke klinik kecantikan, merias wajahku dan membeli berbagai barang yang kuanggap modis. Menghabiskan banyak waktu dan tenagaku ternyata. Namun demi memanjakan diriku sendiri, akan aku lakukan segalanya. Kini saat aku baru sampai di rumah saja, semua mata menatapku dalam-dalam.Ah, kenapa? Apa aku seaneh itu?"Nona Mei?" Kak Zui menatapku lekat. Aku hanya bisa tersenyum, meski ada rasa tak nyaman yang tercipta karena pandangan mereka semua." Mama... " Lala berlari saat pintu lif baru saja terbuka. Ia menghambur kedalam pelukanku, lalu menatap lekat suruh tubuhku. "Mama cantik sekali," ucapnya dengan wajah terkagum."Terimakasih, sayang." Aku lalu menggandengnya masuk kembali kedalam lift. Ku bawa Lala ke kamarku di lantai tiga. Gadis kecilku duduk di sofa dan memandangku dengan tatapan polos.Lihatlah diriku, aku cantik dan mempesona. Kupakai celana berpadu dengan kemeja katun yang lembut. Warna krem membuatku tampak lebih segar. Riasanku juga terlihat soft, namun memancarka
Aku memaksa mbak Lia cerita. Dia nampak tertekan dan sesekali menatap Rere yang masih lelap tertidur di kursi belakang."Mbak, jangan membuatku berfikir yang tidak-tidak. Ada apa ?"Mbak Lia masih terdiam, kini kudengar isakanya."Mbak, itu luka bakar lho, ada apa mbak?"Aku yakin itu luka bakar, atau terbakar. Tadinya pasti melepuh tapi sekarang kulihat kulitnya mengelupas, memperlihatkan daging kemerahan yang pasti sangat perih tersentuh sesuatu. Pantas saja mbak Lia menjerit tadi."Mbak, jangan menangis. Ada apa?""Aku... aku... " Dia tersendat bicara, tangisnya tumpah."Baiklah, kita cari tempat yang nyaman ya mbak." Aku turun dan membukakan pintu mobil mbak Lia. "Biar aku yang setir mbak." Ucapku dengan senyum. Mbak Lia mengeser duduknya ke samping kemudi. "Kita mau kemana Sri?" Dis bertanya."Cari tempat makan. Katanya Rere belum makan? Rere gak sekolah mbak?""Belum Sri, harusnya sudah masuk Playgrup, cuma mas Robi belum memberi izin."Aku terdiam, mengingat betapa keras kepa
Memasuki kawasan pabrik. Aku terpukau dengan besarnya area di dalam sini. Sejujurnya, aku tak pernah sekalipun masuk dalam tempat kerja mas Fandi."Ada acara apa man?" Ulang tahun perusahaan nyonya.""Hari ini? Kenapa Bapak tak bilang apapun?"" Tuan besar ingin nyonya datang dulu. Ini ulang tahun perusahaan, bukan ulang tahun pabrik. Pabrik teh ini berada dalam payung perusahaan Java Group Nyonya, Perusahaan milik Tuhan besar yang menaungi anak cabang di banyak lini. Mulai dari makanan, minuman, sabun dan perlengkapan rumah tangga yang lain.""Tapi, tadi kau bilang di hotel, kenapa sekarang acaranya disini?""Yang di hotel adalah pengenalan nyonya pada seluruh aset tuan besar. tapi di sini, pengenalan sebagai pemimpin pabrik ini saja. Itu karena suami nyonya ada disini. Tuan ingin nyonya tak lagi di pandang remeh."Bapak, aku jadi terharu...Aku terdiam, melihat lagi keluar kaca mobil. Seramai inikah acara pabrik? Mas Fandi begitu sering datang ke acara pabrik, namun tak pernah seka
Tepuk tangan riuh masih terdengar. Aku turun, membawa banyak mata kembali melihatku. Di ujung panggung, mas Fandi sudah berdiri dengan senyum mengembang. "Sri, Kamu pewaris pabrik ini?" dia bertanya, sikap penjilat nya kembali terlihat. Aku hanya meliriknya tanpa berkomentar. "Sri, mas mau bicara dulu." Ucapnya membuat aku menghentikan langkah.Aku berbalik menatapnya. Dia masih diam menunggu reaksiku. "Kutatap wajahnya dengan tajam. " Aku mungkin istrimu, tapi disini kau bekerja untukku. Paham!" Ucapku berbisik di telinga nya. Kutinggalkan dia terpaku menatapku. Sementara Kila masih belum sadarkan diri. Tak lama, para wanita istri meneger itu berkerumun mendekati ku."Bu Meili, maafkan kami tak menyadari keberadaan Ibu." Ucap wanita berambut pirang. Padahal seingatku, dia paling sadis menjawabku tadi.Aku hanya tersenyum dan meminta pengawal membawa mereka menjauh. Sombong? Jelas ! Itu yang akan aku lakukan. Untuk apa bersikap manis pada mereka yang baik hanya untuk alasan terten
Aku menyusul kemana mas Fandi membawa putriku. Bisanya dia tinggalkan tempatnya bekerja, tanpa izin dari siapapun. Dia fikir dia ini siapa? Petinggi pabrik ! Jangan menatang-mentang aku ini masih istrinya, bisa - bisanya dia menguji kesabaranku !" Sudah ketemu Man?"" Belum nyonya, saya belum menemukan keberadaan mereka.""Cari man ! aku tak mau tau, Cari sampai ketemu ! " Aku berteriak sendiri di dalam mobil. Marah dan jengkel kini aku rasakan.Arman terkejut, lalu sibuk menghubungi entah siapa. Aku tak perduli, yang aku mau adalah mereka segera ada di hadapanku !Aku mencoba menghubungi mas Fandi, namun lelaki itu justru mematikan Ponselnya. Apa yang ada di dalam kepala dua manusia tak beradap itu?Kemana kira-kira .mereka membawa Lala?Saat aku sendang berfikir, Ponselku terdengar berdering. Aku segera angkat. "Halo?"'Kenapa Sri?'Mas Fandi?"Kamu di mana mas?"'Liburan sebentar, mas kangen sama Lala. Jangan khawatir, Lala senang sekali ketemu Ayahnya.' Suara mas Fandi terdengar
Aku memeluk erat Lala di dalam mobil. Tak ku tanyakan apapun padanya sekarang, biarlah dia tenang dalam dekapanku. Gadis kecilku bahkan kini tertidur, aku bisa merasakan banyaknya tekanan yang Lala lalui hari ini."Apakah kita akan pulang Nyonya?"Bagaimana ini, meninggalkan Lala di rumah tentu bukan keputusan yang tepat, tapi aku ada pertemuan dengan orang-orang kepercayaan Bapak hari ini. Apakah bisa aku membawa Lala?"Man, apakah aku masih bisa membawa Lala ke pertemuan?""Sepertinya bisa nyonya, saya akan minta orang jemput Odah di rumah, dia bisa menemani Lala selama nyonya melakukan pertemuan."Ya, Odah pelayan di rumah bisa membantuku menjaga Lala."Baiklah man, mungkin itu yang terbaik. Bilang pada Odah, bawakan juga baju Lala untuk ganti.""Baik nyonya, saya akan hubungi sekarang."Aku bisa mendengar Arman bicara pada seseorang, sementara Lala masih tertidur dalam dekapanku.Aku mengusap paha gadis
Semua orang terdiam, duduk di kursi yang sudah di sediakan. Jika tadi mereka masih berani berbisik, maka sekarang tak satupun dari mereka bahkan berani mengerakkan tubuhnya."As you know, today i'm to announce something." Bapak memulai kalimatnya, tanpa pembukaan, apa lagi basa-basi yang memperlama acaranya. Beliau langsung pada inti acara. " Today, I officially introduce all of you to my beloved daughter, the girl who accompanied my broken days and the only reason I'm still alive." (Hari ini, secara resmi aku perkenalkan kalian semua pada putriku tercinta, gadis yang menemani hari-hari kehancuranku dan satu-satunya alasanku tetap hidup.)Bapak melihat mereka dengan yakin. Bahkan kalimatnya terdengar begitu resmi. "If I don't meet my daughter, I will definitely be a more cruel man than now. Without she in my heart, maybe my hands will be covered in more blood and life."( Jika aku tidak bertemu putriku, Aku pasti akan menjadi pria yang lebih kejam dari sekarang. Tanpa dia di hatiku,
Ibu melihatku terkejut, sementara kutarik Kila ke dalam rumah. " Kemari kau wanita tak tau diri !" Aku menyeretnya ke dalam kamar, menutup pintu nya dengan segera, mengunci pintu kamar itu lalu ku hempaskan Kila kelantai kamar."Sakit mbak! Mas tolong mas, lepaskan mbak, apa yang kau lakukan!" Ucapnya memegang rambut nya yang acak-acakan. Sementara beberapa helai tersisa di sela jariku. Matanya kini tajam melihat ke arahku." Sri, buka pintunya Sri ! " Mas Fandi berusaha mendobrak pintu, tapi aku tak perduli. Segera kuambil ponsel di dalam tas dan menghubungi Arman."Masuk man, dan amankan Si cacing kremi dan ibunya!" Ucap ku lalu memasukkan lagu ponsel kedalam tas.Aku meletakkan tas di atas meja rias dan melirik kembali ke arah Kila. Dia masih tertegun di lantai, melihatku juga dengan tatapan nyalang."Kau fikir aku takut padamu mbak ! Aku tak pernah takut pada siapapun." Ucapnya lalu berdiri dan masih menatapku tajam. Kini tangannya mengepal, bersiap untuk menyerang. " Sini, ayo !"