POV Author.Selamat membaca ! Jangan lupa subscribe dan beri bintang yaa.***Hari ini Sri menjemput Lia, Arman sudah menemukan tempat usaha yang cocok untuk Lia, dan Sri sekarang mengantarnya ke sana." Maaf ya mbak, aku tak bisa menemanimu di rumah. Aku harus pulang Ke rumah Bapak angkatku." Sri menjelaskan.Dia memang belum bisa kembali ke rumah nya sendiri, karena Tuan Lee masih ingin bersamanya dan Lala."Gak apa-apa Sri, mbak mengerti. Lagi pula, nanti jika mbak sudah punya uang sendiri, kami mau kontrak rumah saja.""Buat apa mbak? Tinggal saja di sana, rumah itu milikku sendiri, atas namaku, jadi gak akan ada yang meminta mbak Lia pergi."Sri mencegah, dia tak mau Lia tinggal sendiri. Dia tau betul bagaimana Robi, Dia tidak akan membiarkan Lia hidup tenang. Dan di rumah nya, Robi tidak tau rumah itu. Jika pun tau, dia tidak akan bisa masuk, sebab rumah berpagar tinggi dengan pengamanan ketat 24 jam"Tapi mbak gak enak Sri, sudah di bantu usaha masak masih numpang tinggal !""A
Setelah mengantar mbak Lia pulang, aku bersiap untuk menyelesaikan apa yang kudengar tadi siang. Menyakitkan melihat wanita baik itu menangis sepanjang perjalanan pulang, niatku untuk membahagiakannya pupus sudah hari ini, dengan telinga sendiri dia mendengar penghianatan yang di lakukan suaminya.'Sebenarnya mbak sudah tau Sri, mas Robi punya wanita lain. Tapi saat mendengar wanita itu meremehkan mbak dan bahagia di atas luka mbak, entah kenapa hati mbak sakit sekali.' kalimat itu terucap dari bibirnya yang bergetar.Aku tau bagaimana rasanya di remehkan, bahkan di campakan saat kita merasa sudah melakukan yang terbaik. Nyatanya lelaki itu sama !"Semua sudah siap nyonya." Arman datang ke ruang kerjaku.Aku berdiri dan memakai long coat berbahan kulit dengan warna cokelat yang menawan. Aku padukan dengan celana hitam panjang dan sepatu booth setinggi lutut. Tersenyum sendiri melihat pantulanku di kaca. Aku tak pernah berdandan begini, selalu dengan gamis, kemeja atau cardigan berba
Dia bekerja untukku!" Ucapku berdiri dari kursi empuk milik mas Robi. " Bagaimana rasanya menjadi calon istri ke dua? Berapa harga dirimu sebagai wanita simpanan? Katakan !""Sri!" Mas Robi meninggikan suaranya."Jangan berteriak mas, aku masih cukup sabar menghadapimu!""Tapi jangan menghinaku begitu! Aku masih punya harga diri, dan aku sangat mencintai Papi Robi, apa maksud dari ucapanmu tadi, ha ?"Ingin rasanya aku tertawa, dia membicarakan harga diri setelah menghancurkan kehidupan orang lain dan juga menjual harga dirinya? Lucu!Aku berjalan mendekati mereka. "Bukankah papi Robi terlihat sangat kaya?""Apa maksudmu?""Yang kau bikang di tempat makan tadi siang, bukankah kau juga mau mobil baru setelah menikah?"Wanita itu tampak terkejut, dia terlihat salah tingkah dan berulang kali melihat ke arah mas Robi. "Kamu... Kamu kenapa berkata begitu? Aku gak bilang begitu papi ! Kenapa kamu bilang begitu?"Kenapa? Ya karena aku tau, bodoh!" Kudekatkan wajahku padanya. "Jangan pernah b
"Mama, Lala kangen deh."Gadis kecil itu tetiba memelukku di atas ranjang. Aku memang menyusul nya tidur semalam, bahkan kuciumi wajahnya begitu lama, tapi tidurnya terlalu lelap untuk menyadari keberadaanku."Sudah bangun?" Aku mengusap rambutnya yang wangi.Lala menganggukkan kepala. "Kita jadi pergi?"Aku tersenyum, dia sudah memastikan rencana kami, padahal hari masih sangat gelap. "Kita solat subuh dulu yuk, nanti baru bicara lagi. Bagaimana?""Oke ma!" Dia beranjak dari ranjangnya, lalu berlari keluar menuju ruang sholat.Aku menurunkan kakiku dari atas ranjang, udara begitu dingin pagi ini, di tambah airnya pasti akan lebih dingin lagi.Setelah menjalankan ibadah solat, aku dan Lala kembali ke dalam kamarnya. Gadis kecil itu bahkan sudah sembunyi di balik selimut tebalnya lagi."La..." Dia hanya memperlihatkan dua bola mata saat aku memanggil namanya. "Bagaimana kalau kita ke pantai?"Wajahnya terkejut dia sampai terduduk kembali. "Pantai ma? Betul kita ke pantai?""Betul, kebu
"Apakah anda Ayah kandung mas Fandi?" Kalimat itu terlontar begitu saja dari mulutku.Bapak tua itu melihatku dengan lekat. "Dari mana kamu tau soal Fandi? Sampean kenal Fandi?".Aku mengangguk. "Dia suami saya."Hening, semakin lekat Bapak itu menatapku. Perlahan dia mendekat, menyentuh pipiku dengan tangannya yang berkerut. Aku bisa melihat manik matanya berkaca, sepertinya dia menahan haru teramat dalam. Bulir bening turun melewati pipi, dia menangis tergugu."Ya Allah... Ya Allah... Kamu menantumu?"Aku ikut meneteskan air mata, dia menyebutku menantu. Andai dia tau, tak tersisa lagi rasa ini untuk anaknya."Ini cucu Bapak, anak mas Fandi!"Aku membawa Lala mendekat, Bapak langsung memeluk tubuh mungil itu dengan erat. "Aku ndue putu. Masyaallah, sampean putuku ndok?" ( Aku punya cucu. masyaallah, kamu cucuku ndok?)Lala melihatku penuh tanya. Aku tersenyum dan mengusap rambutnya. " Ini kakung, Bapaknya Ayah.""Betul Bapaknya Ayan?" Dengan polos dia bertanya. Dan Bapak langsung me
"Cerai? Dia minta cerai? Luar biasa sekali!" Fandi berdiri dengan gusar, dia berjalan ke sana ke mari seperti orang tak waras.Marah, jengkel dan kesal dengan apa yang baru saja di katakan Sri. Dia mengumpat sendiri dan menendang-nendang kursi besi di taman. Bagaimana bisa dia akan pergi dari hidupku, sementara sudah begitu banyak kekacauannyang dia buat. Tidak, aku tak bisa melepasnya! Tapi bagaimana aku bisa melawannya?Terpikir dalam benaknya, mungkin fia barus meminta bantuan. Fandi mengambil ponsel di saku celananya dan mencari sebuah nomor."Halo mas, bisa jemput aku mas?"Fandi menghubungi Robi, sebab hanya dia yang terlintas bisa membantuknya saat ini."Cari saja orang lain, aku sedang sibuk!" Suara Robin terdengar tak bersahabat.Sibuk dia bilang? Dia tak bisa membantuku? Fandi bertanya dalam hati."Sibuk apa? Aku di Balekambang sendiri mas, aku hanya minta tolong jemput aku mas, masa begitu saja gak bisa?""Gak bisa, aku sedang sibuk mengurus hidupku sendiri!""Mas pikir ak
Fandi menuju Ke sekolah Lala, ini sudah jam pulang, namun Lala belum terlihat keluar gerbang sekolah. Fandi menunggu beberapa waktu. Sebenarnya Sri sudah memperingatkannya, agar dia tidak menemui Lala tanpa izin dari Sri, namu kali ini alasan yang di bawa Fandi berbeda.Fandi duduk di tepi trotoar dan baru menyadari ada mobil mewah berhenti di seberang jalan. Mobil yang sama, yang di pakai Sri saat menghadiri pernikahannya dulu.Sial! Sri bahkan meminta orang menjaga di gerbang depan!Tak lama, bunyi bel pulang terdengar, dua penjaga Sri sudah bersiap akan menyeberang ke depan sekolah, bersama seorang perempuan yang Fandi yakin itu pasti pengasuh Lala. Satu persatu anak-anak mulai ke luar gerbang, Fandi yang melihat anak-anak berdiri lalu masuk di antara kerumunan orang tua lain. Dia masuk ke halaman sekolah Lala.Aku harus bisa menemukan Lala sebelum orang-orang itu melihatnya!Fandi masuk lebih dalam, dia melihat Lala masih di depan kelas, rambutnya terikat dua dengan baju sragam b
"Hey, kenapa menghentikan bus ini? Mau mati!"Sulit bus meneriakiku yabg baru saja naik ke atas bus. Aku tak bergeming, berjalan menyusuri lorong ditengah kursi yang berjajar. Mas Fandi terkejut melihatku berdiri di sampingnya, sementara Lala langsung berdiri ingin memelukku."Jangan mendekat! " Mas Fandi justeru mendorong tubuh anaknya kembali duduk."Sini nak, kita pulang." Aku berusaha tenang, menjaga hati putriku agar tak semakin tertekan."Jangan menyentuhnya! Mana uang yang ku minta!" Mas Fandi bahkan tidak perduli dengan rasa takut Lala, dia kini bertanya soal uang yang dia minta padaku tadi."Lepaskan Lala mas!" Aku masih berkata lembut, jika saja tak ada Lala di sini, Mas Fandi pasti sudah tak terlihat tampan lagi."Aku gak bisa! Bawa kemari uangku!" Dia terdengar sedang merengek, tak seprti Dan di yang ku kenal, lelaki ini sangat berbeda."Ayo sayang, kita turun dari sini." Kutarik tangan lala yang gemetar, entah apa yang di lakukan lelaki ini pada Lala."Jangan bawa Lala,