"Tiga orang kita meninggal nyonya, sisanya masih di depan, mereka bersama orang-orang yang membawa senjata lengkap." Arman berbisik pelan di telingaku, memastikan hanya aku dan dia yang mendengar obrolan kami."Orang-orang siapa?" Bisikku bertanya."Saya belum tau, yang jelas perintahnya adalah membawa anda keluar dari sini dengan selamat." Ucap Arman membuat aku semakin bartanya siapa orang yang telah melindungi aku dari Yamato.Aku hilangkan rasa penasaran ini, kembali menguasai diri agar tak terbawa rasa tanya yang dapat mengganggu konsentrasiku sendiri."Bawa Kemari lelaki bernama Zail itu!" Aku berteriak penuh amarah, entah kenapa hatiku sakit mendengar orangku dia bunuh begitu saja.Dua pengawalku menarik Zail mendekat, kutatap wajahnya yang ketakutan. "Berapa orangku yang kau bunuh?" Aku mencengkeram erat rahangnya yang mengeras."Ti_tiga nyonya, ampuni saya." Ucapnya terbata-bata."Letakkan jarinya di meja!" Ucapku lantang meminta orangku meletakkan jari Zail di meja. Aku amb
Setelah malam penuh darah di tempat tuan Yamato, hadi demi hari berlalu dengan rasa tak kutau. Hatiku terus saja merasa bersalah dengan kematian tiga orang ku, terlebih rekaman pemakaman mereka membuat aku semakin merasa nyeri kian menusuk. Tangis dan jeritan kudengar menyayat hati, dari seoranh istri yang di tinggalkan suaminya, anak yang menangisi ayahnya dan orang tua yang kehilangan putranya. Seberapa banyak pun hartaku berikan, tak akan mampu mengembalikan mereka yang telah pergi.Kabar baiknya hubunganku dengan Satria kian membaik, aku merasa tal lagi menanggung beban sendiri, segala hal kini dapat ku bagi dengannya."Sudah sampai sayang, ayo kita turun." Ucapku saat mengantarkan Lala ke sekolahnya.Gadisku tak pernah lagi bercerita soal Mutia, mungkin hubungnanya juga merenggang karena keegoisan kami, orang tuanya. Beberapa kali aku mencoba mencari tau apa yang terjadi di sekolah, Lala memilih untuk tidak bicara tentang Mutiara."Ma, hari ini mama atau om Tri yang jemput?" Dia
"Turun kamu Sri, aku mau bicara."Aku menghadap ke depan dengan kesal, sebab dia bicara tanpa rasa bersalah."Dengarkan ya mbak, aku itu bukan wanita nganggur ya, jadi tak ada waktu untuk bicara sesuatu yang tak penting!""Apa maksudnya tak penting! Kamu menghina ku tadi di sana dan kamu bilang tak penting?" Mbak Aini terlihat benar-benar marah sekarang, namun itu justeru nembuat aku bertambah semangat mempermainkan perasaannya.Ayo mbak, marahlah!"Bagian mana aku menghinamu mbak?""Tadi kamu bilang fitnah, bohong tadi! Kamu kira aku takut dengan ancamanmu itu!"Dia berkacak pinggang, dengan wajah seperti siap menerkamku hidup-hidup.Aku tersenyum melihatnya panas sendiri. Kudekati wajahnya yang terlihat jelas sedang menahan amarahnya."Ada memang aku sebut nama mbak Aini? Aku nggak bilang itu untuk siapa, kenapa tiba-tiba saja mbak Aini marah? Ngerasa ya kalau itu ciri-ciri dirimu sendiri?"Dia terlihat berpikir sejenak, mungkin sedang mengingat bagian mana dari kalimat ku yang me
Terdengar gila memang sekarang, aku duduk di salon milik keluargaku dan membawa wanita asing bernama Yola untuk di rubah penampilannya. Melihat Yola aku seperti sedang melihat diriku dulu, di khianati suami yang begitu aku percaya. Masalah Yola bukan urusanku, tujuanku membantunya hanya untuk membuat wanita bernama Fani itu menyesali caranya menjalani hidup.Sejak dulu aku begitu kesal dengannya, namun masih terus bersabar menghadapi tingkahnya yang sangat tak tau diri, tapi sekarang rasanya dia sudah keterlaluan, lagi pula berapa kali kami bertemu, dia selalu membuat masalah baru."Urus wanita itu sampi semua selesai, pastikan pakaian dan semua yang terbaik!" Ucapku pada meneger salon, sementara aku memilih keluar sekarang.Yola masih di lantai tiga untuk perawatan, aku tak mau menghabiskan waktuku menunggunya."Man, aku mau ke hotel untuk bekerja, siapkan kamar!" Ucapku yang tak mungkin lagi kembali ke pabrik sekarang.Hotel milik bapak ada di dekat sini, aku jarang datang ke sana,
derrt... derrttt..Tak lama ponselku berdering, Satria menghubungi dan aku segera mengangkatnya."Ya Tri?""Aku sudah di bawah, turunlah!" Ucap nya membuat aku terkejut.Aku pikir Satria hanya bergurau untuk mencariku, tapi ternyata dia benar-benar ada di bawah sekarang."kamu tak bercanda Tri? kamu menemukan aku?" Tanyaku masih tak percaya kegigihan lelaki satu ini."Aku tak bercanda Sri, sejak kapan aku bercanda saat mencarimu!" Ucapnya terdengar tak main-main."Baiklah, tunggu di sana, aku akan segera turun." Ucapku lalu mematikan panggilan.Bergegas aku turun ke bawah, sungguh aku begitu penasaran apa benar lelaki itu sudah ada di sana sekarang.Keluar dari lif aku berjalan ke restoran, Satria memang sudah berada di sana, duduk di dekat jendela dan diam seperti sedang menunggu seseorang."Halo tuan Iyan!" Aku menyapanya dan dia tersenyum saat melihat aku berdiri di sisi meja.Dengan cepat dia berdiri dan menarik kursi untuk aku duduk."Terimakasih." Ucapku lalu duduk menghadap kur
Setelah berhasil menggodaku Satria duduk diam memperhatikkan aku bekerja, sejak tadi matanya tak beralih menatapku, membuat aku jadi canggung bahkan untuk sekedar menggeser pantat ini."Aku hampir selesai Tri, jam berapa sekarang?" Kucoba menguasai diri agar tak terlihat konyol di hadapannya."Jam dua lebih, apa kita akan jemput Lala sekarang?""Bisa, aku sudah selesai juga. Tapi sebelum kita jemput Lala, aku ingin melihat dulu drama di bawah." Ucapku tak sabar.Arman baru saja memberi pesan bahwa Yola sudah selesai dan hampir sampai di hotel, sementara mas Fandi dan ibu sudah di bawah sejak setengah jam yang lalu. Mereka masih menunggu aku yang mengundang mereka datang."Aku sudah menghubungi Fandi dan ibunya untuk datang melihat sendiri bagaimana wanita kebanggan mereka bertingkah.""Kamu mengundang mereka kesini? Kamu sungguh-sungguh?""Aku sungguh-sungguh Tri, jangan membuat aku terlihat jahat sekarang!" Aku berdiri dan berjalan meninggalkan kamar hotel bersama Satria, lelaki itu
Tok... Tok..."Room service!"Klek!Suara kunci terdengar sekarang dan kepala seorang lelaki nampak keluar, mengintip dari balik kamar yang remang."Aku nggak pesan apa-apa mas, salah kamar ya?""Aku yang mengantarkan kejutan mas!" Yola tiba-tiba saja menunjukkan wajahnya, dan lelaki itu membelalak seakan tersetrum sesuatu.Hampir saja pintu kembali di tutup, namun pegawai hotel berhasil menahannya agar tetap terbuka."Buka mas!" Teriakan Yola membuat lelaki itu panik, namun sesaat ia sempat terdiam menatap Yola dari ujung rambut hingga kaki."Kenapa kamu di sini?" Tanya Haikal dengan pelan."Aku kesini untuk memberi kalian pelajaran, buka!" Teriak Yola lagi dan mas Fandi dengan tak sabar ikut mendorong pintu kamar ini.Brak!Hantaman daun pintu dan tembok terdengar, aku mengusap kesal dada ini, berharap mereka semua tak merusak properti hotelku.Lelaki itu pasrah dan mundur teratur membiarkan para tamu tak di undang itu masuk ke dalam. Ya, aku,Yola, ibu dan mas Fandi masuk hampir ber
"Betul kamu mencintai wanita ini mas?" Yola dengan berani bertanya pada suaminya dan Haikal masih diam seperti sedang memikirkan banyak hal."Katakan mas, katakan saja sebenarnya pada istrimu itu, kamu muak kan dengan penampilan nya yang kampungan, jujur saja mas!" Fani bahkan tanpa rasa malu menghasut Haikal di depan kami semua."Oh, jadi kamu muak dengan penampilanku mas? Katakan mas, jangan diam saja!" Yola mencecar suaminya."Mas, kenapa diam!" Yola bertanya lagi dan kali ini Haikal menatapnya sayu.Bukan begitu Yola! Aku, aku_" Haikal kembali terlihat ragu."Aku apa mas, katakan dengan jelas! Jika kamu memilihnya hanya karena kamu muak dengan penampilanku, harusnya kamu sadar diri juga mas, kamu yang membuat aku sibuk mengurus anak hingga lupa bagaimana caranya mengurus diri!"Haikal masi diam dan membuat Yola semakin tak sabar."Knepa masih diam? Jadi untuk memutuskan siapa yang ada di hatimu saja begitu sulit mas? Jika begitu bilang pada kedua orang tuaku bagaama perasan mu sek