Tok... Tok..."Room service!"Klek!Suara kunci terdengar sekarang dan kepala seorang lelaki nampak keluar, mengintip dari balik kamar yang remang."Aku nggak pesan apa-apa mas, salah kamar ya?""Aku yang mengantarkan kejutan mas!" Yola tiba-tiba saja menunjukkan wajahnya, dan lelaki itu membelalak seakan tersetrum sesuatu.Hampir saja pintu kembali di tutup, namun pegawai hotel berhasil menahannya agar tetap terbuka."Buka mas!" Teriakan Yola membuat lelaki itu panik, namun sesaat ia sempat terdiam menatap Yola dari ujung rambut hingga kaki."Kenapa kamu di sini?" Tanya Haikal dengan pelan."Aku kesini untuk memberi kalian pelajaran, buka!" Teriak Yola lagi dan mas Fandi dengan tak sabar ikut mendorong pintu kamar ini.Brak!Hantaman daun pintu dan tembok terdengar, aku mengusap kesal dada ini, berharap mereka semua tak merusak properti hotelku.Lelaki itu pasrah dan mundur teratur membiarkan para tamu tak di undang itu masuk ke dalam. Ya, aku,Yola, ibu dan mas Fandi masuk hampir ber
"Betul kamu mencintai wanita ini mas?" Yola dengan berani bertanya pada suaminya dan Haikal masih diam seperti sedang memikirkan banyak hal."Katakan mas, katakan saja sebenarnya pada istrimu itu, kamu muak kan dengan penampilan nya yang kampungan, jujur saja mas!" Fani bahkan tanpa rasa malu menghasut Haikal di depan kami semua."Oh, jadi kamu muak dengan penampilanku mas? Katakan mas, jangan diam saja!" Yola mencecar suaminya."Mas, kenapa diam!" Yola bertanya lagi dan kali ini Haikal menatapnya sayu.Bukan begitu Yola! Aku, aku_" Haikal kembali terlihat ragu."Aku apa mas, katakan dengan jelas! Jika kamu memilihnya hanya karena kamu muak dengan penampilanku, harusnya kamu sadar diri juga mas, kamu yang membuat aku sibuk mengurus anak hingga lupa bagaimana caranya mengurus diri!"Haikal masi diam dan membuat Yola semakin tak sabar."Knepa masih diam? Jadi untuk memutuskan siapa yang ada di hatimu saja begitu sulit mas? Jika begitu bilang pada kedua orang tuaku bagaama perasan mu sek
Aku diam menatap ke sekitar halaman sekolah, bagitu ramai orang tua menjemput anak-anaknya, aku tak melihat mbak Aini sejak tadi, Satria juga terlihat mencari wanita itu sekarang."Om Iyan!" Aku menoleh, melihat Mutia sudah bergelayut manja dengan Satria, senyumku mengembang melihat gadis kecil itu manja pada omnya.Lelaki bertubuh kekar itu berjongkok mensejajarkan wajahnya dengan sang keponakan. "Mutia, mama mana?""Nggak tau om, kayaknya nggak jemput." Ucapnya polos.Aku sedikit sangsi, masak iya mbak Aini tak menjemput anaknya? Padahal wanita itu tak pernah absen bila berurusan dengan anaknya. "Om Iyan mau antar Mutia pulang tidak?" Gadis kecil itu menarik tangan Satria.Sesaat Satria melihatku, aku diam tak memberinya jawaban apapun, aku memang tak membenci Mutia, namun bagiku menyebalkam saja bila Lala harus mengalah untuk gadis yang bahkan tak menganggapnya teman. Lagi pula Satria datang kesini karena janjinya dengan Lala, jika dia memilih Mutia ya berarti aku akan memastik
Satria menggenggam tanganku erat, membawaku masuk ke pelataran rumah mbak Aini. Tatapan wanita itu tajam sekarang, bahkan aku melihat dia mendengus kesal saat aku masuk melewati pagar rumahnya."Kita perlu bicara mbak." Satria kini bicara dengan nada dingin tangannya tak lepas dari genggamanku."Bicara apa lagi? Aku rasa tak ada lagi yang perlu di bicarakan." Dia membuang wajahnya."Bicara tentang sikap mbak di sekolah Lala, bicara tentang bagaimana mbak Aini membuat Lala di musuhi banyak anak lain.""Sudah mengarang cerita apa kamu?" Mbak Aini langsung mengarahkan pertanyaan padaku.Aku masih diam menghargai Satria yang sejak tadi belum selesai bicara."Enak sekali ya hanya cerita sebentar langsung saja dapat pembelaan. Percaya saja kami dengan wanita ini?""Kenapa aku harus tak percaya mbak?""Iyan, aku fannkamubsudah lama saling kenal, bahkan ketika aku dan mas Arka masih berpacaran, kamu tau aku kan?""Iya, aku sangat tau mbak, tapi sayangnya tak ada yang lebih mengenal Sri dari a
Lala memang menjadikan rumah bapak sebagai tempatnya mengumpulkan banyak anak-anak di sekitar rumah kami untuk bermain bersama. Bahkan beberapa kali sembako rumah habis berpindah tangan segera. Meski rumah bapak cukup jauh dari per kampungan, ada satu rumah kecil dekat jalan yang memberikan Lala akses untuk membawa teman-teman kecilnya itu. Dia tau rumah besar tak di oerbolehkan memasukkan orang asing, karenanya dia bawa barang-barang dari rumah besat ke pondok kecil di luar jalan ke hutan."Lala nggak mau beli buat lala sendiri?" Satria beritanya.Gadis kecilku menggelengkan kepalanya perlahan. "Lala sudah punya semua, jadi Lala cuma mau mama dan om Tri menikah saja." Kalimatnya terdengar lirih, namun aku masih bisa mendengarnya dengan jelas.Aku dan Satria saling pandang, ada getar bahagia mendengar langsung anakku memberikan restu nya."Segera sayang, om Tri akan jadi papa Lala." Ucapnya terdengar begitu bahagia, dia bahkan tersenyum-senyum sendiri"Papa Tri itu panggilan yang bagu
Hari ini aku dan Satria punya janji bertemu untuk melihat segala persiapan yang sudah hampir selesai. Ya, dua hari lagi pernikahan kami di gelar, Bapak sudah berjanji akan pulang untuk menemani aku di pelaminan, rasanya tak sabar menunggu lelaki itu pulang dengan segera.Dert... Derrtt...Bunyi getaran ponsel membuat aku terkejut, aku sedang fokus memeriksa laporan yang masuk dalam email ku. Pesan dari mas Fandi masuk ke dalam nomor baruku, entah dari mana lelaki itu tau nomor ponselku yang baru, tapi pesan yang di kirimnya membuat aku bertanya sendiri.[Selamat atas pernikahanmu Sri, aku tau kamu tak akan mengundang mantan suami sepertiku untuk datang, karenanya bisakah kita bertemu untuk terakhir kali? Esok aku akan terbang ke Jepang Sri, mungkin akan lama untuk pulang kembali. Seorang teman menawari aku untuk kerja di sana dan aku rasa itu bukan hal yang buruk. Bisakah hari ini aku bertemu Lala di taman kota? Aku ada di sana sore nanti, semoga kamu mau mengabulakan permintaanku].
Setelah acara makan bersama selesai, aku duduk di loby hotel bersama Mami, beliau membawakan banyak hadiah untuk Lala, rasanya bahkan aku sungkan, sebab semua yang mami berikan bukanlah barang murah."Besok kalau kalian sudah menikah, mami boleh tinggal bersama kalian?""Boleh, tentu saja boleh mi." Aku langsung tersenyum menyetujui permintaan wanita paruh baya itu."Kamu tau Mei, mami tak bisa punya anak dan Iyan satu-Satunya anak laki-laki mami, jadi mami merasa bahagia punya kamu dan Lala." Ucapnya terlihat tak bisa menyembunyikan rasa bahagia itu."Mama punya banyak sekali koleksi berlian, dan sudah membayangkan memberikan semua itu pada Lala sebagai hadiah." Aku hanya tersenyum, mensyukuri apa yang aku dapat, keluarga yang sayang padaku, calon suami yang penuh cinta dan selalu mendukung aku juga, rasanya tak ada lagi yang aku inginkan sekarang."Terimakasih mami, mami sudah menerima Lala dan Meilin.""Kenapa harus bilang terimakasih? Harusnya mami yang mengatakan itu, kamu dan L
"Lala!"Sri mengejar heli yang telah terbang jauh meninggalkan dia dan Satria, tubuhnya lunglai ke bawah, menangis memeluk angin bersama kemarahannya."Cari tau siapa di balik semua ini!"Ucapan Satria tak main-main, ia menutup kesal ponsel di tangan. Sekarang dia merasakan amarah dalam dadanya, siapapun yang berani bermain dengan keluarganya sekarang, akan berurusan dengan amarahnya."Tenang Sri, aku akan menemukan Lala segera."Tubuh Sri masih berguncang, ia menangis kencang dan menatap langit tempat heli itu terbang semakin menjauh."Bagaimana jika mereka menyakiti Lala Tri!" Kali ini Sri menatap sayu wajah lelaki yang hanya tinggal beberapa hari lagi menjadi suaminya itu.Satria merasa semakin sedak saat dua manik mata wanita yang ia cintai, menampakkan lara yang menyayat hatinya juga."Kita akan temukan Lala segera Sri, segera!" Ucapnya memeluk erat kembali tubuh kecil Sri dalam pelukannya.****Mereka kini ada di apartemen milik Satria. Erica, mami Satria hanya bisa memeluk Sri