Hari ini aku dan Satria punya janji bertemu untuk melihat segala persiapan yang sudah hampir selesai. Ya, dua hari lagi pernikahan kami di gelar, Bapak sudah berjanji akan pulang untuk menemani aku di pelaminan, rasanya tak sabar menunggu lelaki itu pulang dengan segera.Dert... Derrtt...Bunyi getaran ponsel membuat aku terkejut, aku sedang fokus memeriksa laporan yang masuk dalam email ku. Pesan dari mas Fandi masuk ke dalam nomor baruku, entah dari mana lelaki itu tau nomor ponselku yang baru, tapi pesan yang di kirimnya membuat aku bertanya sendiri.[Selamat atas pernikahanmu Sri, aku tau kamu tak akan mengundang mantan suami sepertiku untuk datang, karenanya bisakah kita bertemu untuk terakhir kali? Esok aku akan terbang ke Jepang Sri, mungkin akan lama untuk pulang kembali. Seorang teman menawari aku untuk kerja di sana dan aku rasa itu bukan hal yang buruk. Bisakah hari ini aku bertemu Lala di taman kota? Aku ada di sana sore nanti, semoga kamu mau mengabulakan permintaanku].
Setelah acara makan bersama selesai, aku duduk di loby hotel bersama Mami, beliau membawakan banyak hadiah untuk Lala, rasanya bahkan aku sungkan, sebab semua yang mami berikan bukanlah barang murah."Besok kalau kalian sudah menikah, mami boleh tinggal bersama kalian?""Boleh, tentu saja boleh mi." Aku langsung tersenyum menyetujui permintaan wanita paruh baya itu."Kamu tau Mei, mami tak bisa punya anak dan Iyan satu-Satunya anak laki-laki mami, jadi mami merasa bahagia punya kamu dan Lala." Ucapnya terlihat tak bisa menyembunyikan rasa bahagia itu."Mama punya banyak sekali koleksi berlian, dan sudah membayangkan memberikan semua itu pada Lala sebagai hadiah." Aku hanya tersenyum, mensyukuri apa yang aku dapat, keluarga yang sayang padaku, calon suami yang penuh cinta dan selalu mendukung aku juga, rasanya tak ada lagi yang aku inginkan sekarang."Terimakasih mami, mami sudah menerima Lala dan Meilin.""Kenapa harus bilang terimakasih? Harusnya mami yang mengatakan itu, kamu dan L
"Lala!"Sri mengejar heli yang telah terbang jauh meninggalkan dia dan Satria, tubuhnya lunglai ke bawah, menangis memeluk angin bersama kemarahannya."Cari tau siapa di balik semua ini!"Ucapan Satria tak main-main, ia menutup kesal ponsel di tangan. Sekarang dia merasakan amarah dalam dadanya, siapapun yang berani bermain dengan keluarganya sekarang, akan berurusan dengan amarahnya."Tenang Sri, aku akan menemukan Lala segera."Tubuh Sri masih berguncang, ia menangis kencang dan menatap langit tempat heli itu terbang semakin menjauh."Bagaimana jika mereka menyakiti Lala Tri!" Kali ini Sri menatap sayu wajah lelaki yang hanya tinggal beberapa hari lagi menjadi suaminya itu.Satria merasa semakin sedak saat dua manik mata wanita yang ia cintai, menampakkan lara yang menyayat hatinya juga."Kita akan temukan Lala segera Sri, segera!" Ucapnya memeluk erat kembali tubuh kecil Sri dalam pelukannya.****Mereka kini ada di apartemen milik Satria. Erica, mami Satria hanya bisa memeluk Sri
"Matahari Hitam?" Satria terkejut Mendengar nama itu di sebut, ia pernah mendengar nama itu dulu, namun tak pernah benar-benar berurusan dengan kelompok hitam itu."Ceritakan padaku man, siapakah mereka semua!" Ucap Satria sembari masuk ke dalam mobil bersama Arman."Mereka kelompok yang menjual semua barang terlarang tuan, termasuk menjual wanita untuk di perdagangkan.""Lantas apa hubungan mereka dengan Lala dan Sri?""Saya tidak tau. tuan Lim pernah berurusan dengan mereka, tapi dulu, saat tuan masih sangat muda, sekarang mereka tak lagi berhubungan."Satria terdiam sebentar, rasanya sangat mustahil jika tak ada api yang membuat asap keluar dan membumbung. Saat dirinya sedang memikirkan banyak hal, dan membuka ponsel Sri untuk mencari tau semuanya, Satria tak sengaja melihat pesan yang di kirim Fandi siang tadi."Jadi Sri ada janji dengan Fandi! Kita ke taman kota Karanganyar!" Ucap Satria pada supirnya dan segera mobil berputar menuju tempat yang Satria inginkan."Untuk apa kita t
"Tolong selamatkan putriku!" Satria berlari dari luar IGD, meletakkan tubuh Lala di atas ranjang rumah sakit dan melihat beberapa perawat segera mengelilingi gadis kecil itu untuk memeriksa keadaannya."Dia demam tinggi dan kehilangan kesadaran." Satria bicara pada Dokter yang sedang memeriksa Lala."Apa dia terbentur sesuatu? Jatuh mungkin?" Tangan dokter itu sembari membersihkan luka di sekujur tubuh gadis itu."Aku tak tau, putriku di bawa orang tak di kenal dan kami temukan dia di perbatasan menuju ke arah Jogja." Satria terpaksa harus berbohong, ia tak mungkin menceritakan semuanya pada pihak rumah sakit. Lagi pula tak akan ada yang percaya dengan kisah laga yang baru saja dia lakukan, bisa di bilang gila dia setelah itu.Dokter wanita itu menatap Satria sebentar, lalu kembali fokus melihat ke tempat Lala berbaring."Apa tak ada Pemeriksaan lengkap di sini? Putriku butuh pemeriksaan menyeluruh." Satria kembali bertanya seka
"Katakan sesuatu kak! Aku bisa gila sekarang, memikirkan bagaimana Lala bisa membuat aku gila dan sekarang kakak diam setiap kali aku bertanya, katakan sesuatu kak!"Air matanya kembali membasahi pipi, beberapa kali napasnya memburu dan segala hal pahit terbayang sudah dalam benaknya."Tuan Iyan menghubungiku dan dia hanya bilang Lala selamat bersamanya." Ucap Zui tak bisa menjelaskan apa yang di katakan Satria padanya di telepon."Berikan ponselmu kak, aku ingin menghubungi Satria!"Sri meminta ponsel Zui, dengan sedikit ragu Zui memberkan juga ponselnya.Sri nampak melihat layar dan tak lama meletakkan ponsel itu di telinganya."Kenapa dia tak mengangkatnya!" Ucapnya kesal dan kembali mencoba menghubungi nomor Iyan."Ark!" Teriaknya kesal, ia merasa begitu banyak tekanan dia dapat dan keadaan membuat segalanya terasa lebih berat."Tenanglah Mei, sebentar lagi kita akan tiba di rumah sakit, semoga Lala baik-baik saja."Zui mencoba menenangkan Sri, sementara Sri hanya bisa diam menata
"Jangan bergerak!" Satria membawa Arman ke dalam kamar mandi, mendudukkan lelaki kekar itu di atas toilet dan memeriksa lagi lukanya yang terus mengeluarkan darah meski telah di basuh berkali-kali."Apa tak ada obat bius?" Dia mulai panik daat Satria menyiapkan segala peralatan yang dia punya."Tak ada." Ucapnya dengan senyum simpul dan membuat wajah pucat Arman tergambar jelas."Jangan sok manja, membawa luka begini saja kamu tak merasakan sakit, sekarang di tusuk jarum kecil saja kamu takut merasa sakit!"Dengan kesal Arman menatap wajah tuan muda di depanya itu. Jika saja dia tak menghormati Satria, sudah sejak tadi dia rampas benang dan jarum lalu menjahit juga mulut lelaki itu, sayangnya ia tak ada nyali."Tutup matamu!" Ucapnya tegas dan menunggu Arman menutup matanya.Satria menyuntikkan obat bius ke tubuh Arman, lelaki itu berteriak dan tercekat mencengkeram apapun yang ada di sekitarnya."Ark... Sudah mulai di jahit?""Ya, bagaimana rasanya?""Sakit sekali tuan, Ark!"Satria
Setelah dokter dan perawat itu keluar, Satria kembali memastikan Lala dalam keadaan baik-baik saja."Oh Tuhan!"Tubuh Sri luruh ke lantai, seakan ia baru saja lepas dari ikatan yang hampir juga membawanya kehilangan segalanya."Semua sudah baik-baik saja Sri, tenanglah." Satria mendekati wanita yang ia cintai itu, memapahnya berdiri dan duduk di sofa ruang itu."Tak bisakah kita membawa Lala ke rumah sakitmu Tri? Aku merasa mereka punya niat buruk pada kita.""Untuk sekarang itu terlalu berbahaya Sri, kita harus tunggu hingga besok untuk memastikan keadaan Lala setabil."Sri kembali menatap ke arah ranjang, mengingat lagi luka demi luka yang di dapatkan putrinya, hatiny merasa benar-benar sesak"Jika benar mereka melakukan kejahatan itu pada Lala Tri, aku tak akan bisa memaafkan mereka semua." Ucapnya bersama tangis yang tak lagi bisa di tahan."Aku tau, kita bisa membalas dan melakukan apapun nanti Sri, yang paling penting sekarang Lala sembuh lebih dulu."Sri dan Satria saling berp