"Kita harus kuat." Satria meminta pada istrinya untuk bisa lebih kuat menghadapi kenyatan."Aku mungkin bisa kuat, tapi saat menjalani semuanya, kenapa terasa begitu berat,napakah aku bisa menjalaninya?" Air mata Sri menetes, sesak mengingat kembali bagaimana Lala pelan-pelan mulai melupakan banyak hal kecil."Ya, aku tau sayang, semua akan terasa berat, tapi kita tetap harus bisa menjalaninya." Satria mengusap lembut wajah cantik istrinya, mereka duduk berdua, bersandar pada sofa di sudut kamar tempat lala di rawat."Hari ini mungkin hanya nama buah yang ia lupakan, tapi esok, lusa, atau entah kapan mungkin Lala tak akan ingat lagi namanya, bahkan kita." Ucap Sri dengan air mata berderai, tak bisa dirinya membayangkan bila keadaan menjadi berat saat Lala mulai tak ingat siapapun.Satria memeluk Sri dengan erat ia pun tak mampu membayangkan bagaimana jika itu terjadi, namun saat ini baginya melihat Lala hidup jauh lebih melegakan di banding harus kehilangan.****Hari ini tuan Lee ban
Mereka masih berada di loby hotel, tuan Lee begitu menahan diri menghadapi tingkah Yuan yang menurutnya menyebalkan, dirinya kini mengerti bahwa mungkin diam nya Yuan adalah sebuah jawaban."Jika kau tak ingin menjawab, aku tak akan memaksamu, lagi pula bukankah kita pernah jadi teman." Tuan Lee mencoba mengingatkan Yuan bagaimana hubungan baik di antara mereka dulu."Teman? Apakah teman akan meninggalkan temanya yang lain?"Senyum tuan Lee begitu sinis mendengar jawaban Yuan, ia tau, lelaki itu sedang menyindir masa lalu mereka."Kau yang tak mau tumbuh dan berkembang Yuan, salahkah aku bila akhirnya aku bisa membangun sendiri kerajaanku?"Wajah Yuan memerah mendengar ucapan Tuan Lee."Harusnya sekarang aku membawamu ke tempat sepi, aku bisa mencari kebenaran dari semua pertanyaanku padamu bukan? Namun aku menahan diri Yuan, kau berhak dapat kesempatan!" Ucap tuan Lee masih menunggu Yuan berkata jujur."Aku rasa kau tau
Sementara sejak di usir pergi oleh tuannya, Aini tak bisa tidur tenang, bayang Lala bahkan semua kesalahannya pada gadis kecil itu serasa terus mengikuti langkahnya. Suara, bisikan bahkan bayang gadis itu seolah mengiringinya siang dan malamBrak!Aini tersentak, bangun dari tempatnya duduk karena terkejut, sebuah benda jatuh di dekat kakinya."Berhentilah mengganguku gadis bodoh!" Teriaknya kesal menatap langit-langit kamarnya seolah dirinya sedang mencari dimana Lala berada."Dengar, ganggu saja ayahmu itu, dia yang ingin melenyapkamu dari dunia ini, bukan aku, aku hanya ingin membalas dendam pada ibumu, ah bukan, lupakan saja dan jangan ganggu aku!" Ucapnya gemetar, ingin rasa nya dia mengakhiri segala masalah yang ada.Aini berdiri seolah mendengar tawa Lala menggaung di telinganya."Hentikan!" Teriaknya tanpa henti."kamu gadis bodoh seperti ibumu itu, minta saja dia bertanggung jawab, semua salahnya juga tak becus merawatmu dengan baik!" Umpatnya kembali merasa tertekan dengan s
Sementara sepanjang malam setelah pertemuannya dengan Sri, Fandi begitu sulit memejamkan mata, bayang wanita yang pernah mendampingi hidupnya itu seakan selalu berkelebat di kepala."Andaikan kamu mau kembali padaku Sri, pasti akan berbeda ceritanya sekarang." Ucap Fandi seakan harapannya untuk bersama Sri masih begitu besar.Fandi menuang wine ke dalam gelas, memutarnya sebentar setelah menghirup aroma yang hanya bisa dia nikmati sendiri lalu meminumnya perlahan."Bagaimana bisa aku begitu bodohnya melepaskan wanita itu!" Fandi kembali terrbawa suasana, mengingat kebodohan dirinya yang memilih menikah dengan wanita lain saat itu."Jika saja kamu bilang siapa dirimu, pasti aku tak akan pernah memilihhari setelah Sri bertemu Fandi, dirinya selalu merasa tak tenang, begitu takut ia sekarang hingga tak pernah meninggalkan Lala sendirian."Bisakah kita cari tempat yang jauh?" Sri bertanya pada Satria, bagaimanapun dia tak bisa berhenti memikirkan hal buruk jika saja Fandi menemukan Lala.
Sementara sepanjang malam setelah pertemuannya dengan Sri, Fandi begitu sulit memejamkan mata, bayang wanita yang pernah mendampingi hidupnya itu seakan selalu berkelebat di kepala."Andaikan kamu mau kembali padaku Sri, pasti akan berbeda ceritanya sekarang." Ucap Fandi seakan harapannya untuk bersama Sri masih begitu besar.Fandi menuang wine ke dalam gelas, memutarnya sebentar setelah menghirup aroma yang hanya bisa dia nikmati sendiri lalu meminumnya perlahan."Bagaimana bisa aku begitu bodohnya melepaskan wanita itu!" Fandi kembali terrbawa suasana, mengingat kebodohan dirinya yang memilih menikah dengan wanita lain saat itu."Jika saja kamu bilang siapa dirimu, pasti aku tak akan pernah memilih mengakhiri segalanya dan pada akhirnya aku juga menyakiti Lala!" Ucapnya dengan kesal, merasa bahwa Sri benar-benar sangat egois tak bisa memaafkan dirinya dan membuatnya memilih jadi jahat.setelah itu Fandi kembali melanjutkan pekerjaan nya. Di sela kesibukan dirinya sedang memasukan be
Fandi memarkir mobil mewahnya di sisi area pemakaman, melihat ke arah satu makam yang berada hampir di tengah. Dirinya memutuskan turun dari kendaraan dan berjalan masuk membawa seikat bunga lili putih di tangannya. Langkahnya berhenti di atas sebuah pusara, pusara yang selalu berganti dengan bunga baru setiap kali dirinya datang."Apakah mamamu selalu datang kemari La?" Fandi mengusap nisan bertuliskan nama anaknya itu.Fandi meletakkan bunga baru di sisi mawar putih yang terlihat sedikit layu, ia lalu membersihkan nisan yang basah karena hujan semalam dan membuang dedaunan yang jatuh di sekitarnya."Maafkan ayah ya sayang, ayah benar-benar menyesali kebodohan ayah." Ucapnya lirih sebelum akhirnya air mata itu turun membasahi wajahnya."Bagaimana bisa ayahmu meragukan anaknya sendiri, apa yang ada di kepala ayahmu ini La!" Ucapnya parau, merasakan dadanya kian sesak karena kekecewaan dan penyesalan yang dalam.Fandi lalu duduk di sisi ma
Fandi membawa mobilnya mencari alamat yang di berikan Yuan, mobilnya berhenti di depan pagar sebuah rumah yang terlihat kosong dari luar, dia mengintip dari cela-cela besi dan melihat seseorang sedang membersihkan halaman rumah itu."Pak!" Panggilnya pada seseorang yang ada di dalam.nampak lelaki paruh baya berjalan mendekat dan membuka pagar kecil di sisi pintu utama."Cari siapa mas?"Fandi membuang sisa puntung rokok di tangan lalu berjalan mendekati lelaki berperawakan kecil itu. "Saya di minta datang ke sini oleh tuan Yuan." Lelaki itu berubah terkejut, menatap Fandi dengan seksama "Tuan Fandi ya?""Ya betul, kok bapak bisa kenal saya?""Ya karena orang tuan Yuan sudah memberi tahu, silahkan masuk dulu." Ucapnya lalu berlari kecil membuka pintu utama. "mobilnya bawa masuk saja tuan, nanti kehujanan." Ucapnya lagi sembari melihat awan gelap mulai bergulung di atas mereka.Fandi kembali ke dalam mobil, merasa ragu sebentar, dia kemudian menyadari lelaki itu masih menunggunya di s
Yuan berlutut di hadapan tuan Lee, ia sudah berada di sebuah ruangan dengan keadaan gelap dan penggap. tangan dan kaki nya terikat kuat, bahkan bila dia bisa lepas, tak akan mungkin dia dapat lari dari tempatnya sekarang berada."Jika kalian ingin membunuhku, lakukan segera, jika tidak aku akan membalas perlakuan kalian satu per satu!" Taun memberikan ancaman, meski mata nya tertutup, dirinya masih tak ingin terlihat kalah."Aku tak akan membunuhmu sekarang, terlalu mudah jika mati adalah sebuah hukuman!".Ucap Tuan Lee dengan dingin, dirinya tak pernah takut pada siapapun." Apa yang kalian inginkan dariku Lee?"tuan Lee membenarkan letak duduknya dan meminta orang membuka ikat kepala Yuan."Nampaknya nyalimu cukup besar Yuan!" Tuan Lee bicara sembari memberikan kode pada Zui untuk mendekat.yuan berusaha melihat dengan jelas, dalam gelap dia tak dapat melihat juga siapa yang sedang duduk di depannya atau sedang di ruangan seperti apa dirinya sekarang."Lepaskan aku sekarang!" Yuan bi