Share

7. Keputusan Sulit

Anne menyemburkan es kopi yang sedang diminumnya karena melihat Aeris. Untuk apa sahabatnya itu datang ke tempatnya bekerja. Apa Aeris ingin memutilasi tubuhnya?

Anne tanpa sadar beringsut mundur saat Aeris mendudukkan diri di kursi yang berada tepat di hadapannya. Dia takut Aeris benar-benar akan mencincang tubuhnya untuk dijadikan makanan anjing. "Aku tidak datang menemuimu, tolong jangan mutilasi aku," ucapnya takut-takut.

"Aku mau kawin, hue ...," teriak Aeris lumayan keras hingga membuat karyawan di tempat Anne bekerja mengalihkan pandang ke arahnya.

Anne tertawa keras mendengar ucapan Aeris barusan. "April Mop masih jauh, Aeris. Bercandamu tidak lucu sama sekali."

Aeris pun menunjukan sebuah undangan berwarna biru navy dihiasi pita berwarna emas ke Anne. Di undangan tersebut tertulis jelas nama kedua calon pengantin, Aeris dan Leon.

Anne tercengang melihat undangan tersebut. "Gila, dua belas Januari?! Bukankah itu tujuh hari lagi?"

Aeris menyambar es kopi milik Anne lalu meminumnya hingga tandas. "Iya, seminggu lagi aku kawin."

Anne membaca undangan tersebut dengan lebih teliti. "Chandra Yasodana Leon?"

Wanita itu sontak mengalihkan pandang ke Aeris. "Keponakan kamu itu?"

Aeris mengangguk lesu.

"Wah!" Anne menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya. Dia tidak pernah menyangka Aeris tiba-tiba akan menikah, apalagi dengan keponakan sendiri.

"Kamu beruntung sekali, Ai. Dapat berondong cakep, kaya, pinter lagi."

Aeris mengusap wajah kasar. Beruntung dari mana? Anne tidak tahu bagaimana sifat Leon yang sebenarnya. Jika tahu, Aeris yakin sekali Anne pasti akan menarik kembali kata-katanya.

Anne tiba-tiba saja mendekat. Kedua mata sipitnya menatap Aeris dari atas sampai bawah dengan lekat. "Jangan-jangan kamu hamil duluan."

Pletack!

Kepala Anne sontak mendapat jitakan keras dari Aeris."Enak saja, memangnya aku cewek apaan," dengkus Aeris kesal.

Anne mengangguk karena Aeris selama ini tidak pernah terlihat dekat dengan seorang lelaki. Gadis itu tidak mungkin melakukan hal yang dilarang oleh agama sebelum menikah.

"Terus? Kenapa kamu tiba-tiba mau nikah sama Leon?"

Aeris mendesah panjang lalu menyandarkan punggungnya di kursi karena lelah. "Ceritanya sangat memalukan."

"Memalukan bagaimana?" tanya Anne penasaran.

Aeris menarik napas panjang sebelum bicara. Akhirnya dia menceritakan semuanya pada Anne. Tentang Leon yang mengantarnya pulang dan melepas bajunya yang kotor saat dia tidak sadar, juga kejadian memalukan yang terjadi di parkiran.

Anne tertawa keras setelah mendengar cerita Aeris. Dia bahkan sampai memegangi perutnya. "Ya ampun, Aeris. Itu lucu sekali, masa gara-gara ciuman tante Hana nyuruh kamu nikah sama Leon?"

"Itu bukan hal lucu, tapi memalukan." Aeris menutup wajahnya yang memerah dengan kedua telapak tangan karena malu.

"Bagaimana rasanya dicium berondong tampan? Enak, kan?"

"Anne!"

Anne kembali tertawa karena Aeris sangat lucu jika marah. "Sudahlah, Aeris. Terima saja takdir yang Tuhan tuliskan untukmu. Aku yakin sekali Leon lelaki yang baik."

"Tapi, Ne ...."

Anne menatap Aeris lekat. Ketakutan terpancar jelas dari kedua mata sahabatnya itu. Dia pun meraih tangan Aeris yang ada di atas meja dan mengenggamnya lumayan erat. "Tidak semua laki-laki seperti ayahmu, Aeris. Buang ketakutanmu itu. Yakinkan dirimu jika Leon memang lelaki yang Tuhan pilih untuk menemani hidupmu."

Aeris tertegun mendengar ucapan Anne barusan. Sahabatnya itu bisa berubah menjadi sosok kakak yang begitu dewasa jika dia sedang ada masalah dan membutuhkan teman untuk berbagi keluh kesah.

"Jangan takut, jalani saja dulu. Biarkan semua mengalir seperti air."

Aeris tersenyum, perasaannya sekarang jauh lebih tenang setelah berbagi cerita dengan Anne. "Terima kasih, Ne," ucapnya sambil menarik tubuh Anne dalam dekapan.

"Sama-sama, Sayangku." Anne pun balas memeluk Aeris. Inilah gunanya sahabat, bisa saling menguatkan saat yang lain membutuhkan.

***

Mempersiapkan pernikahan dalam waktu singkat membuat tubuh Aeris terasa sangat lelah. Gadis itu kemarin baru saja fitthing baju pengantin dan foto pre wedding bersama Leon. Aeris sebenarnya malas sekali melakukannya. Namun Hana, Aerin, dan Setya terus saja memaksa. Dia tidak enak bila menolak keinginan mereka.

Aeris melepas kacamata minus yang sedari tadi bertengger di hidung mancungnya. Kepalanya terasa penat memikirkan pernikahannya dan Leon yang sebentar lagi akan digelar. Sampai saat ini Aeris merasa belum siap untuk menikah karena takut pernikahannya berakhir dengan perceraian seperti yang terjadi pada pernikahan kedua orang tuanya.

Aeris memejamkan kedua matanya perlahan karena ingin mengistirahatkan pikiran sejenak. Namun, baru beberapa menit tertidur ponselnya yang ada di atas meja bergetar. Nama Beruang Kutub terpampang jelas di layar ponselnya

Aeris tanpa sadar mendengkus lalu menjawab telepon dari Leon dengan malas.

"Halo."

"Ke toko perhiasan Diamond, sekarang." Leon langsung memutus sambungan teleponnya setelah mengatakan kalimat tersebut pada Aeris.

Aeris menggigit bibir bagian bawahnya kuat-kuat untuk menahan kesal. Padahal mereka belum menikah, tapi Leon suka sekali memerintah dan membuatnya kesal. Bagaimana kalau mereka sudah menikah? Aeris tidak sanggup membayangkan harus tinggal bersama manusia es yang irit bicara seperti Leon.

Aeris pun beranjak ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya agar terlihat lebih segar. Lingkaran hitam tampak menghiasi kedua matanya, rambut acak-acakan, dan pipinya terlihat lebih tirus. Aeris terlihat ... sangat menyedihkan.

Aeris tiba-tiba berjongkok lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Menangis dalam diam.

"Aku tidak mau menikah ...."

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Ziokazel
emang bisa ya...nikah ma keponakan?? bukannya sedarah???
goodnovel comment avatar
Maria Ulfa
Penasaran sm cerita lanjutanny
goodnovel comment avatar
Tiara Tiara
aduuuhhhh tambah seru ceritanya..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status