"Kamu itu sudah menikah. Kenapa ingin ikut ibu pulang, Aeris?"Aeris memasang wajah sesedih mungkin agar Hana mengizinkannya ikut pulang ke rumah. Malam ini sang ibu sengaja memesan sebuah kamar hotel untuknya dan Leon setelah acara resepsi pernikahan mereka."Tapi, Bu ...." Aeris terus memohon.Hana menggeleng. "Kamu boleh pulang setelah memberi ibu cucu.""Ibu!" Aeris melotot. Hari ini Hana berhasil membuatnya menikah dengan Leon. Wanita tua itu sekarang malah menginginkan cucu darinya. Aeris benar-benar tidak menyangka Hana setega itu pada dirinya. Apa Hana tidak menyayanginya lagi?"Nikmati malam pertamamu, Sayang." Hana mengecup kedua pipi Aeris sekilas sebelum pergi.Aeris menutup pintu lumayan keras untuk melampiaskan kekesalan. "Ibu lama-lama bisa membuatku gila!""Tante nggak mandi?" Leon keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Butiran air menetes dari rambutnya yang sedikit basah, membasahi dada bidang dan perutnya yang kotak-kotak.
Leon mengerjabkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari masuk melalui celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Helaan napas panjang sontak keluar dari bibirnya ketika melihat seonggok manusia yang tertidur lelap di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Semalam dia memang memindahkan Aeris ke tempat tidur karena tidak tega melihat gadis itu tiba-tiba berteriak ketakutan. Leon tidak tahu kejadian buruk apa yang dialami Aeris di masa lalu. Dia hanya tahu jika Aeris anak angkat neneknya. Karena alasan itulah seluruh keluarga menyetujui pernikahan mereka. Banyak pesan masuk di ponsel Leon setelah aktif. Dua belas pesan dari Brian, tiga dari Aerin, dan satu dari Dio. Leon mengerutkan dahi, merasa heran karena adik laki-lakinya itu jarang sekali mengirim pesan. Dan tidak lama kemudian Dio menelepon.Ada perlu apa Dio meneleponnya? Apa ada hal penting yang ingin anak itu sampaikan?"Ya, Dio?" "Nenek Hana menuju ke kamar kakak. Lima menit lagi di
"Aku sengaja melakukannya agar Nenek percaya kalau kita sudah melakukan hubungan suami istri." "Sungguh?" tanya Aeris polos. "Iya." Leon mengangguk. Semoga saja Aeris percaya dengan ucapannya. "Ah, benar juga, ya. Ibu jadi percaya kalau semalam kita sudah bercinta." Leon sontak mengembuskan napas lega. Untung saja Aeris percaya dengan ucapannya. Dasar polos. *** Aeris tercengang menatap bangunan kokoh yang berdiri di hadapan. Apartemen Leon. Mulai sekarang dia akan tinggal di apartemen keponakannya itu. Aeris segera turun, lalu mengambil kopernya yang berada di bagasi. Gadis itu tampak kerepotan menyeret tiga buah koper yang berukuran lumayan besar, tapi Leon berjalan begitu saja tanpa berniat membantu. "Leon, bantuin." "Tidak mau," katanya tanpa berbalik menatap Aeris. Aeris menghentak-hentakkan kaki kesal. Entah dosa apa yang sudah dia lakukan di masa lalu hingga Tuhan memberinya suami yang sangat menyebalkan seperti Leon. "Kamu tidak berperikemanusiaan sama sekali. Dasar
"Aeris nggak mau!" Aeris menutup hidung erat-erat mencium aroma jus yang dibuat Hana."Jus ini bagus untuk kamu, Sayang." Hana terus membujuk Aeris agar mau meminum jus yang dia buat.Aeris bergidik membayangkan bagaimana rasa segelas jus berwarna hijau pekat di depannya. Jus itu terbuat dari asparagus, berokoli, dan daun katuk."Aeris tidak mau, Ibu ...." desah Aeris menahan kesal."Jus ini baik untuk rahim kamu, Sayang. Ibu kan, sudah nggak sabar pengin punya cucu dari kamu." "Duh, Gusti." Aeris mengusap wajah kasar. Bagaimana mungkin dia dan Leon memberi cucu kalau mereka saja belum melakukan hubungan suami istri."Ayo, cepat minum!" "Tapi, Bu ...." "Jangan dirasakan, ayo cepat minum."Aeris menutup hidung dan mata erat-erat saat minuman itu masuk ke tenggorokan agar tidak muntah."Anak pintar." Hana menepuk puncak kepala Aeris dengan penuh sayang."Ini yang terakhir ya, Bu?" Aeris memohon agar Hana tidak menyuruhnya untuk meminum jus aneh-aneh lagi."Iya, Sayang. Ibu pulang dul
Hari ini, Anne datang ke apartemen Aeris untuk memberi tahu jika membutuhkan model pria untuk baju keluaran butik mereka."Kok, dadakan banget sih, Ne?""Ini majalah besar, Ai. Aku jamin baju kita pasti laku keras kalau diiklankan di majalah itu."Aeris menarik napas panjang. "Tapi siapa yang mau jadi modelnya, Ne? Apa lagi pemotretannya harus siang ini juga.""Nah, itu yang aku nggak tahu."Aeris mendengkus kesal. Anne selalu mengambil keputusan tanpa berpikir panjang. Dia bingung harus mencari model dalam waktu singkat. Bel apartemen Leon tiba-tiba berbunyi nyaring. Aeris pun meminta tolong Anne untuk membukanya. "Tolong bukain, Ne. Aku mau ambil minum dulu buat kamu.""Okay." Anne pun segera beranjak ke depan untuk membuka pintu."Aerisnya ada?"Anne menatap cowok berseragam SMA yang berdiri di hadapan dengan dahi berkerut dalam. Cowok tersebut memiliki wajah yang cukup tampan, postur tubuhnya pun juga bagus."Kamu siapa, ya?" "Aku tetangganya Aeris.""Siapa yang datang, Ne? Oh,
"Aku nggak bisa memasang kancing ini.""Sini, aku bantu."Sean tersenyum senang karena Aeris memasang kancing di pakaiannya. Akhirnya dia punya banyak kesempatan agar bisa dekat dengan gadis itu.Leon tanpa sadar mendengkus kesal. Rasanya dia ingin sekali menendang Sean keluar angkasa agar jauh-jauh dari istrinya."Kita butuh model satu lagi nih, Ai!" ucap Anne tiba-tiba."Kok, dadakan banget sih, Ne?" Aeris mendesah panjang karena pihak majalah yang bekerja sama dengan mereka tiba-tiba menginginkan model pria satu lagi.Anne mengangkat kedua bahunya ke atas. "Mereka mintanya gitu.""Terus siapa yang mau jadi modelnya?""Bagaimana kalau suamimu?" Anne milirik Leon yang duduk tidak jauh dari mereka. Selain memiliki wajah tampan, postur tubuh Leon juga bagus. Lelaki itu sangat cocok untuk menjadi model baju mereka, pikirnya."Dia nggak mungkin mau. Lagi pula Leon sedang tidak enak badan.""Ayo, dong, Ai. Coba bujuk Leon, please ...." Anne menangkupkan kedua tangan di depan dada. Semoga
Leon memperhatikan gadis yang tertidur lelap di dalam dekapannya. Wajah gadis itu terlihat begitu polos dan apa adanya. Seperti bayi. Leon sangat yakin di luar sana pasti banyak orang yang mengira jika Aeris masih berusia belasan. Namun, siapa yang akan menyangka jika umur gadis itu sudah hampir kepala tiga.Cup,Kening Aeris berkerut karena Leon mengecup bibirnya singkat. Leon terkekeh pelan melihatnya, dia pikir Aeris akan bangun, tapi tidak lama kemudian gadis itu kembali tidur.Cup, cup ...."Mmhh ...." Aeris menggeliat pelan karena Leon kembali mengecup bibirnya. Bibir Leon tampak berkedut karena menahan tawa. Entah kenapa dia merasa senang menganggu Aeris yang sedang tidur. "Tante, bangun," ucapnya sambil mengguncang bahu Aeris pelan."Mmhh ...." Aeris malah menenggelamkan wajahnya di dada Leon, mencari posisi tidur yang paling nyaman."Tante!"Aeris mengerutkan dahi karena terganggu dengan suara Leon. "Tante tidak bangun?""Sekarang jam berapa, sih?" gumam Aeris dengan mata t
Aeris berusaha melepas tangannya dari genggaman Leon."Kita harus kelihatan mesra di depan keluarga. Apa Tante lupa?" "Oh, iya. Aku lupa." Aeris sontak mengamit lengan Leon dengan mesra. Mereka berjalan bersama memasuki gereja seperti sepasang suami istri yang bahagia."Bagaiamana kabarmu, Sayang? Ibu kangen banget sama kamu." Hana memeluk Aeris dengan erat lalu mengecup kedua pipi gadis itu dengan penuh sayang.Aeris memutar bola mata malas mendengar ucapan sang ibu. "Ibu lebay banget, deh, perasaan tiga hari yang lalu Ibu baru ketemu sama Aeris."Hana terkekeh mendengar jawaban putri bungsunya. "Bagaimana? Apa sudah membuahkan hasil?""Maksud, Ibu?" tanya Aeris tidak mengerti."Cucu," jawab Hana sambil menunjuk perut Aeris.Aeris mengusap wajah kasar. Hana selalu saja menyinggung soal cucu jika mereka bertemu. "Belum.""Kok, belum? Kamu nggak ngikutin saran yang Ibu kasih?""Sudah." Dalam hati Aeris meminta maaf karena membohongi Hana lagi."Kenapa sampai sekarang kamu belum hamil?