"Padahal aku sabar menunggu suatu hari nanti Aeris akan bercerai dengan Caplang, tapi Tuhan sepertinya berkehendak lain karena Aeris dan Caplang sudah—" Ah, Sean tidak sanggup lagi melanjutkan kalimatnya. Hatinya benar-benar hancur."Sudahlah, Sean. Berhentilah menangis, di luar sana masih banyak kok, cewek yang tidak kalah baik dari Aeris." Anne berusaha membesarkan hati cowok itu."Siapa?" tanya Sean sambil mengusap air matanya."Anne mungkin," sahut Aeris.Kedua mata Anne sontak membulat. "Enak saja, seleraku bukan cowok berondong seperti Sean."Aeris malah terkekeh. "Lah, bukannya kamu suka cowok berondong? Buktinya kamu mendukungku menikah sama Leon.""Kalau berondongnya seperti Leon beda lagi, aku pasti tidak menolak kalau disuruh nikah sama dia.""Anne!" sengit Aeris dengan mata melotot.Kini giliran Anne yang tertawa. "Aku cuma bercanda, lagi pula aku tidak mungkin menikung sahabat sendiri," ucapnya sambil mencubit kedua pipi Aeris dengan gemas."Awas saja kalau kamu berani mac
Lelaki bernama Kai itu menarik napas dalam-dalam. Berusaha menghalau sesak yang begitu menghimpit di dalam dadanya. Sudah empat bulan berlalu, tapi perasaan itu ternyata masih tersimpan rapi dalam hatinya. Entah kenapa dia sulit sekali untuk melupakan Aeris. Sepertinya dia sudah jatuh terlalu dalam pada pesona wanita itu.Kai kembali menyantap makan siangnya yang kini terasa hambar. Tidak ada rasa seperti perasaannya yang telah mati. Berhenti di satu nama, Aeris Lilyana. Wanita yang telah menikah dengan Leon. Mantan kekasih Alea.Leon benar-benar berengsek, masih bisa tertawa bahagia bersama Aeris sementara adiknya tengah terpuruk. Ini sungguh tidak adil bagi Alea. Seharusnya Alea meraih kebahagiannya bersama Leon, bukan dengan Aeris. Namun, takdir Tuhan tidak pernah ada yang tahu. Haruskah dia menghancurkan kebahagiaan Aeris demi Alea?Ah, Kai tidak mungkin melakukannya karena dia tidak ingin menjadi lelaki barengsek seperti Leon."Leon, aku kebelet pipis," ucap Aeris saat Leon akan
Leon malah terkekeh. "Maaf," katanya sambil menepikan Range Rover-nya karena mereka sudah sampai.Leon pun turun dari mobilnya, lantas membuka pintu untuk Aeris. Perhatian sekali, kan?"Terima kasih," ucap Aeris sambil menyambut uluran tangan Leon. "Guardian Restourant?!" Kedua mata Aeris sontak membulat menatap bangunan yang berdiri megah di hadapannya."Kenapa kita makan malam di sini?" tanya Aeris tidak bisa menyembunyikan kekesalan di wajahnya. "Kamu pasti ingin ketemu Meeta, kan?""Astaga, tidak Sayang. Mr. Dinata yang mengundang kita untuk makan malam di sini," jelas Leon."Apa tidak ada tempat makan lain?" tanya Aeris masih kesal."Jangan cemburu seperti itu, Sayang. Di dunia ini hanya ada tiga wanita yang aku cintai. Pertama kamu, kedua mama, dan yang ketiga nenek. Sudah cukup, tidak ada yang lain."Wajah Aeris sotak bersemu merah mendengar ucapan Leon barusan. Jantung pun berdebar hebat. "Sungguh?" "Aku berani bersumpah.""Baiklah, ayo kita masuk ke dalam."Aeris memperhatika
'Ingin aku melupakan, tapi kenangan itu begitu menyakitkan'~Aeris Lilyana~"Mama!"Leon sontak terbangun dari tidurnya karena mendengar Aeris berteriak. Dia langsung menarik tubuh Aeris yang gemetar hebat ke dalam dekapan. Aeris terlihat sangat ketakutan. Dia bahkan bisa merasakan jantung sang istri yang berdegub kencang."Papa jahat, Leon. Papa orang jahat, a-aku takut ...." Aeris tanpa sadar mencengkeram lengan Leon dengan erat. Kristal bening itu jatuh begitu saja membasahi pipinya. Perasaan Aeris mendadak tidak tenang setelah bertemu lagi dengan Kris di restoran. Dia takut lelaki itu tiba-tiba datang lalu kembali memukulinya."Tenanglah, Sayang. Sekarang ada aku. Aku tidak akan membiarkan papa menyakitimu lagi." Dengan penuh pengertian Leon mengusap air mata yang membasahi pipi Aeris.Wajah Aeris terlihat sangat pucat, suhu tubuhnya pun juga panas. Sepertinya Aeris demam karena belum siap bertemu lagi dengan ayahnya."Aku takut sekali, Leon. Bagaimana kalau papa datang lagi?" Le
Leon meletakkan semangkok bubur yang ada di tangannya kembali ke meja kemudian naik ke atas tempat tidur dan menarik tubuh Aeris ke dalam dekapan. Dia membelai punggung Aeris dengan lembut agar merasa lebih tenang."Jangan takut, aku tidak akan pernah pergi meninggalkanmu, Aeris.""Sungguh?" Aeris menatap sepasang mata hezel milik Leon dengan lekat. Berusaha mencari kesungguhan di sana.Leon mengangguk. "Aku berani bersumpah. Sekarang kamu makan dulu, ya?"Aeris mengangguk, perasaannya sekarang sudah lebih tenang setelah mendengar sumpah Leon. Aeris yakin sekali Leon tidak akan pergi meninggalkannya seperti Kris.Leon pun menyuapi Aeris bubur yang dia buat tadi pagi. Akan tetapi perut Aeris tiba-tiba terasa sangat mual. Dia ingin muntah. Aeris pun cepat-cepat berlari ke kamar mandi lalu memuntahkan cairan bening dari mulutnya."Kamu nggak apa-apa?" tanya Leon sambil memijit tengkuk Aeris. Raut cemas tergambar jelas di wajah tampannya.Wajah Aeris terlihat sangat pucat, keringat dingi
Leon dan Hana pun pergi ke ruang tengah agar mereka bisa bicara dengan leluasa dan tidak mengganggu Aeris."Kenapa Aeris bisa sampai sakit seperti ini, Leon? Apa kalian berantem lagi?"Leon mendengkus kesal mendengar pertanyaan Hana barusan. Apa Hana pikir Aeris sakit karena bertengkar dengan dirinya? Astaga! Sejahat itukah dia di mata Hana?"Iya, kami memang berantem, bahkan sampai berguling-guling. Tapi di atas tempat tidur," jawab Leon kesal.Hana malah terkekeh mendengar jawaban Leon barusan. Sepertinya bukan Leon yang menyebabkan Aeris sakit. "Lalu karena apa?""Karena Mr. Kristian Hardinata." Tubuh Hana menegang, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak selama beberapa saat mendengar nama seorang lelaki yang baru saja disebut oleh Leon."Mr. Kristian Hardinata? Maksudmu Kris?" tanyanya untuk memastikan.Leon mengangguk.Hana tidak tahu harus berkata apa lagi karena lidahnya mendadak kelu. Hana tidak pernah menyangka Aeris akan bertemu lagi dengan Kris. Lelaki yang sudah membaw
'Ibu kamu wanita jalang.''Perusak rumah tangga orang.''Kamu tidak pantas bersanding dengan cucu saya.''Pergilah, tinggalkan Leon!"Alea meremas rambutnya kuat-kuat karena ucapan Hana empat tahun yang lalu kembali terngiang-ngiang di kepalanya. Apa kesalahannya sampai Hana dan Aerin menentang hubungannya dan Leon?Azura memang pernah menjadi seorang pelacur, bahkan merebut suami sahabat baik Hana, tapi bukan berarti dia sama seperti sang ibu."Tuhan, apa salahku?" rintih Alea menahan sesak yang begitu menghimpit di dalam dadanya.Andai saja dia bisa memilih, Alea tidak ingin terlahir dari rahim seorang perempuan yang pernah menjadi seorang pelacur. Akan tetapi kenyataannya Azura memang pernah menjadi seorang wanita penghibur. Alea sangat membenci kenyataan itu karena yang Azura lakukan di masa lalu membuatnya tidak bisa bersatu dengan Leon. Kai masuk ke kamar Alea sambil membawa setangkup roti bakar dan segelas susu untuk adik perempuannya itu."Selamat pagi, Alea," ucapnya sambil
Leon mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Dia begitu terkejut sekaligus panik karena Aeris sudah tidak ada di sampingnya saat pertama kali membuka mata. Dia pun cepat-cepat beranjak dari tempat tidur untuk mencari Aeris."Sayang, kamu di mana?" teriaknya."Aku di sini," balas Aeris ikut berteriak dari dapur.Leon pun segera pergi ke dapur. Tanpa sadar dia mengembuskan napas lega karena Aeris ternyata sedang membuat nasi goreng untuk sarapan untuk mereka. "Kamu mau aku buatin apa? Kopi atau susu?" Leon malah diam sambil menatap Aeris dengan lekat. Padahal kemarin Aeris masih sakit, tapi sekarang malah memasak. Apa Aeris sudah baik-baik saja?"Kenapa kamu menatapku seperti itu, sih?" tanya Aeris karena merasa risih diperhatikan."Kamu udah nggak sakit lagi?" Leon menempelkan punggung tangannya di kening Aeris. Embusan napas lega sontak lolos dari bibirnya karena suhu tubuh Aeris s