Masih ada waktu enam hari sebelum sidang putusan cerai Aeris dan Leon digelar. Leon terus meyakinkan diri jika dia masih memiliki banyak waktu untuk mencari Aeris. Leon merasa sangat kecewa karena Aeris pergi meninggalkannya begitu saja, tapi dia merasa lebih kecewa pada diri sendirinya.Seharusnya Aeris memberi tahu dirinya kalau sedang hamil. Seharusnya sejak awal dia menuruti perintah Hana untuk mencari Aeris. Seharusnya ....Stop! Leon tidak ingin berandai-andai lagi. Tidak ada gunanya dia menyesali semuanya. Lebih baik dia segera mencari Aeris dan meminta wanita itu untuk tinggal lagi di sisinya.Meski terlambat, Hana merasa sangat besyukur karena Leon akhirnya mau mencari Aeris. Apa lagi Leon mengatakan jika Aeris sedang mengandung. Anne pun turut senang mendengarnya, tapi dia masih kesal karena Leon baru mencari Aeris sekarang."Kalau sampai terjadi sesuatu dengan Aeris. Kau orang kedua yang akan aku bunuh setelah Alea, Leon!" ancam Anne terdengar serius.Leon malah memutar bo
Alea mendengkus kesal lantas berbalik menatap lelaki yang berdiri tepat di belakangnya dengan malas. "Siapa yang membuat keributan, aku hanya ingin mengantar bekal makan siang untuk Leon."Brian mengembuskan napas panjang. "Berhentilah mengirim bekal makan siang karena Leon tidak pernah memakan makanan buatanmu, Alea."Kata-kata yang keluar dari mulut Brian terdengar sangat pedas dan menohok perasaan Alea karena Leon selama ini memang tidak pernah memakan bekal dari gadis itu."Aku tidak peduli. Aku tidak akan menyerah untuk mendapatkan hati Leon lagi." "Berhentilah, Alea. Aku kasihan padamu, Leon tidak akan pernah kembali lagi bersamamu karena dia sangat mencintai Aeris.""Bohong!" bantah Alea. "Sebentar lagi kak Aeris dan Leon akan segera bercerai. Aku yakin setelah ini Leon akan kembali ke pelukanku."Brian malah menyeringai. "Kamu terlalu percaya diri, Alea. Apa kamu tahu kenapa Leon sekarang rela meninggalkan pekerjaannya?"Alea tanpa sadar menggelengkan kepala. Setahu dia, Leon
Leon mengembuskan napas panjang. Harus ke mana lagi dia mencari Aeris? Leon merasa sangat lelah, bahkan nyaris menyerah. Namun, bayangan Aeris yang ketakutan dan hidup sendirian di luar sana kembali melintas di pikirannya. Sejak kecil Aeris sudah sangat menderita karena sering mendapat perlakuan kasar dari Kris. Sekarang, sudah waktunya bagi dirinya untuk membahagiakan Aeris sesuai dengan janji yang telah dia ucapakan di hadapan Tuhan, pada Hana, pun pada dirinya sendiri. "Aku tidak boleh menyerah." Leon seolah-olah mendapat kekuatan besar untuk mencari Aeris lagi.Dia menghentikan mobilnya karena lampu tepat menyala merah. Para pedagang asongan segera mendekati beberapa mobil yang berhenti untuk menawarkan dagangan mereka, termasuk mobilnya. Anak-anak jalanan pun mulai memainkan alat musik sederhana yang mereka bawa. Penampilan mereka terlihat begitu kusam dan kotor. Seharusnya, anak seusia mereka sedang memperhatikan guru yang sedang menyampaikan materi pelajaran di kelas. Namun, m
Aeris mengusap sudut matanya yang berair setelah melihat foto USG kandungannya. Dua kacang kecilnya tumbuh sehat di dalam rahimnya. Aeris begitu terharu karena dia sebentar lagi akan menjadi seorang ibu. Dia akan berusaha menjaga kacang kecilnya dengan baik sampai lahir ke dunia.Setelah memeriksakan kandungan, Aeris mampir ke minimarket untuk membeli susu khusus ibu hamil dan kebutuhan dapur yang lain. Aeris biasanya selalu membeli susu rasa vanila, tapi entah kenapa dia sekarang melilih susu rasa pisang. Mungkin calon buah hatinya sedang ingin minum susu favorit ayahnya. "Ah ...." Aeris mendesah panjang karena lagi-lagi memikirkan Leon. Dia harus membiasakan diri hidup tanpa Leon mulai sekarang. Dia harus bisa.Ponsel Aeris yang berada di dalam tas tiba-tiba sjaa bergetar saat dia sedang asyik memilih buah. Aeris pun segera mengambil ponselnya.Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat pesan dari Alea.Aeris hanya memberi tahu nomor ponsel yang baru dan tempat tinggalnya yang
Aeris meringis sambil memegangi perut bagian bawahnya yang terasa sangat sakit. Cairan anyir berwarna merah kental keluar dari tubuh bagian bawahnya, menggenang mengotori lantai. Aeris ingin memanggil Leon agar berhenti memarahi Alea, tapi perut bagian bawahnya semakin terasa sakit. Aeris takut terjadi sesuatu yang buruk pada kedua kacang kecilnya.'Tuhan, selamatkan bayiku.'Leon begitu terkejut melihat darah yang merembes di kaki Aeris. Wajah Aeris terlihat sangat pucat, keringat dingin pun keluar membasahi tubuhnya."Bangsat! Aku bersumpah akan membunuhmu jika terjadi sesuatu pada Aeris dan calon buah hati kami, Alea!" Leon mendorong Alea dengan cukup keras hingga mundur beberapa langkah.Wajah Alea pun tidak kalah pucat.Buah hati kami? Apa Aeris sedang hamil? Anak Leon?"Bertahanlah, Sayang. Aku akan membawamu ke rumah sakit." Leon meletakkan kedua tangannya di antara punggung dan lutut Aeris."Erngh ...." Aeris kembali merintih. "Le-Leon, sakit.""Bertahanlah, Sayang ...." Air m
Bunyi berisik yang berasal dari dapur memaksa Leon untuk membuka mata. Dia meraba-raba samping tempat tidur dengan wajah mengantuk. Aeris sudah tidak ada di sampingnya. Istrinya itu pasti sedang sibuk memasak di dapur sekarang.Leon tidak pernah menyangka keajaiban itu nyata dan benar adanya. Beberapa bulan yang lalu dia nyaris kehilangan Aeris untuk selama-lamanya. Namun, Aeris ternyata wanita yang benar-benar kuat. Dia berjuang sangat keras agar tetap hidup demi mempertahankan buah hatinya.Leon pun beranjak lantas bersandar di daun pintu dapur sambil memperhatikan Aeris yang sedang membuat omelete sambil bersenandung kecil. Rambut hitam Aeris diikat asal, menyisakan beberapa helai anak rambut yang menutupi leher jenjangnya. Perut yang sudah besar tidak menyulitkan Aeris untuk menyiapkan sarapan. Padahal dia sudah berulang kali melarang Aeris memasak, apa lagi mengerjakan pekerjaan rumah. Namun, Aeris sangat keras kepala. Istrinya itu selalu saja membantah perintahnya.Sepasang tang
Alea mengangkat kepala perlahan, menatap seorang wanita yang sedang tersenyum hangat kepada dirinya. Entah kenapa senyum wanita itu begitu melukai hatinya. Rasanya seperti ada pisau tumpul yang menyayat hatinya, sakit karena penyesalan yang begitu dalam."Hari ini kakak masak kari ayam dan sambal goreng tempe, semoga kamu suka, ya?" Aeris sering datang mejenguk Alea dan membawa makanan. Namun, Alea selalu menolak makanan yang dia bawa, bahkan tidak mau menanggapi ucapannya.Aela tertegun, di antara semua orang yang pergi menjauh hanya Aeris satu-satunya yang masih peduli pada dirinya. Padahal dia sudah menyakiti Aeris begitu dalam, bahkan pernah menyuruh Aeris untuk pergi meninggalkan Leon. Ternyata Aeris bukan wanita bodoh seperti yang dia pikirkan. Aeris wanita yang amat sangat baik. Dia bahkan rela menghancurkan kebahagiaanya sendiri demi kebahagian orang lain. Terbuat dari apa hati Aeris sebenarnya?"Hari ini papa pergi ke kantor seperti biasa, mama Azura selalu sibuk dengan teman
Tidak ada hal lain yang bisa membuat Leon bahagia selain memiliki pendamping hidup wanita sebaik Aeris. Sekarang, wajah Aerislah yang akan selalu dia lihat saat pertama kali membuka mata, pun sebelum tidur. Tidak ada hal lain yang lebih membahagiakan bagi Leon dari pada hal itu. Apa lagi si kembar akan lahir ke dunia. Tangis mereka akan menambah ramai suasana keluarga kecilnya.Leon mengerjabkan kedua matanya perlahan karena sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Aeris masih tertidur lelap di sampingnya. Wajah istrinya itu terlihat sangat menggemaskan dan polos saat tidur.Aeris biasanya sudah sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka di dapur sekarang. Akan tetapi wanita itu malah masih tidur. Aeris mungkin lelah karena kandungannya yang sudah semakin membesar. Leon pun jadi tidak tega untuk membangunkannya.Leon mengecup kening Aeris sekilas sebelum turun dari atas tempat tidur. Dia turun dengan hati-hati karena takut membangun