Beberapa hari ini, Batari merasa senang tinggal di desa, walaupun kesedihan masih menghinggapi hatinya.Setiap pagi ia menyempatkan diri pergi ke makam untuk berziarah lalu pulang mengerjakan apa saja yang bisa dilakukan. Pagi ini pun, Batari akan mengunjungi makam dengan seseorang."Tari...," panggil seseorang dari luar rumahnya. Suara itu terdengar tidak sabar dengan beberapa kali memanggil nama Batari."Mas Wisang?" sebut Batari saat pintu telah terbuka sempurna. "Sendirian? Mana Ibu?" tanyanya lagi sambil melirik ke belakang tubuh Wisang."E... Ibu tidak bisa menemani kamu karena ada keperluan. Mas menggantikan," ucapnya menjelaskan."Ooh." Batari merasa gundah dan tidak pantas untuk jalan berdua dengan pria yang bukan suaminya. "Mas... saya pergi sendirian, tidak apa-apa juga," tolak Batari secara halus tanpa menyakiti.Wisang tersenyum, ia telah menebak balasan dari Batari. Pria itu mengenal Batari sebagai perempuan yang tidak mudah dekat dengan orang lain terutama lawan jenis.B
Wisang tidak memaksa Batari untuk mengatakan alasan mengapa begitu cepat perempuan itu mengubah haluan hatinya. Ia menyeruput kopi panas yang dipesannya secara perlahan.Rasa pahit melewati lidah dan menjalar ke kerongkongannya. Ya, dia memesan kopi pahit, tetapi rasanya tidak seberapa dibandingkan kenyataan bahwa kekasihnya telah menjadi milik orang lain.Suara dengkusan keras terdengar di telinga Batari. Perempuan itu masih menunduk, ia merasa bersalah. Namun, hal lain yang lebih dominan adalah perasaannya yang belum pupus untuk pria desa itu. Ia takut, bila mengangkat kepala lalu menatap bola mata Wisang, pertahanannya akan runtuh kemudian menceritakan yang sebenarnya."Tari...," panggil Wisang. Pria itu memajukan tubuhnya mendekati meja. Ia berbisik, "Bila kamu disia-siakan oleh pria itu... Mas siap menerima kamu kembali."Wisang berdiri lalu melangkah keluar kedai minuman. Ia meninggalkan Batari seorang diri. Batari mengangkat kepalanya perla
Jadwal pemotretan Xabier untuk perusahaan Djadikusumo Grup dilaksanakan pagi hari. Perusahaan itu bekerjasama dengan majalah fashion pria ternama untuk memperkenalkan produk parfum barunya.Serafina duduk sembari memandangi gerak-gerik Xabier dalam photoshoot. Perlahan hubungan mereka mengalami kemajuan, meskipun bukan pertanda ke tingkat yang serius. "Hasilnya bagus, kamu sangat berbakat," puji Serafina melihat hasil jepretan fotografer setelah pemotretan selesai."Terima kasih pujiannya," jawab Xabier biasa. "Aku harus segera pergi. Ada kunjungan ke restoran cabang," ungkap Xabier sambil mengemasi barang-barangnya."Tunggu sebentar. Mama kamu sedang dalam perjalanan ke sini," ujar Serafina menghambat jalan Xabier.Tidak lama hentakan hak sepatu perempuan semakin dekat dengan mereka."Xabi, anak mama," sapa Andalaska melempar tubuhnya ke dalam pelukan Xabier. "Mama khawatir berat sama kamu, hampir seminggu tidak beri mama kabar
Siang ini, setelah makan siang, Xabier mengundang konsultan interior ke restoran pusat. Ia ingin mendiskusikan rencana untuk mengubah interior design restorannya dengan nuansa alam yang lebih kental.Sebelumnya Xabier telah mengajukan permintaan desain untuk kebutuhan natural interior. Pria itu menyukai desain pertama yang ditawarkan oleh pihak konsultan.Pertemuan berlangsung selama kurang lebih dua jam. Jadwal perawatan restoran memang telah memasuki waktunya. Oleh karena itu, saat Xabier pergi ke desa Adiluhur ide mengubah desain restorannya begitu kuat di kepala pria itu."Baik Pak Xabier. Kita akan membuat restoran pusat terlebih dahulu dengan konsep yang natural," ucap konsultan interior bernama Geovani. "Tanaman hijau, air terjun, kolam ikan, serta warna dinding restoran akan kita sesuaikan agar mendapat nuansa yang Pak Xabier inginkan. Semakin dekat pula konsep ini dengan nama restoran Pohon Rindang," sambungnya sambil tersenyum memuji.Xabier senang buah pikirannya bisa dimak
Pada hari pertama bekerja, setelah cuti kemalangan, Batari melaluinya dengan sepenuh hati. Mulai bangun di waktu subuh, menyediakan sarapan sendiri, menggunakan kereta api menuju restoran, hingga menjalankan fungsinya sebagai pelayan. "Selamat datang kembali Nyonya Bos," ledek Sekarita. Mereka berdua kini berada di ruang ganti pakaian karyawan.Senyum miring dihadiahi Batari pada Sekarita. "Nyonya dari Hongkong," timpalnya."Aku turut berdukacita atas berpulangnya Bude kamu ya," ingat Sekarita setelah duduk di bangku panjang."Terima kasih, Sekar. Bude sudah bahagia di surga," sahutnya, turut duduk di samping Sekarita. "Tari, ada yang ingin aku sampaikan padamu," ucap Sekarita berhati-hati. Ia mengarahkan tubuhnya 45 derajat ke arah Batari, sebaliknya Sekarita mendapat perhatian."Tempo hari sebelum aku tahu kamu kemalangan, aku pikir kamu mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai pelayan, kamu tidak memberi kabar apa-apa. Jadi, aku tanya status kamu pada Domarita sebab aku ditanyai
Batari tetap tinggal sampai malam di restoran untuk melayani pelanggan, seolah tidak ada rasa capek dalam dirinya. Pengganti Sekarita, Danang Pati, di shift malam tidak bisa bicara apa-apa sebab yang meminta adalah istri dari bos mereka. Berhubung jam terakhir kereta api pukul sembilan malam, Batari undur diri setengah jam sebelumnya.Danang hanya bisa menganggukkan kepala, tadi ia telah berkomunikasi pada Sekarita agar perempuan itu cepat menanyakan pada Domarita mengenai permintaan istri bos mereka.Pria itu tidak mau bermasalah karena mengabulkan keinginan Batari untuk memperpanjang jam kerja sebagai pelayan restoran.Batari menaiki angkutan umum untuk sampai ke stasiun. Namun, sebelum sampai stasiun ia berhenti di sebuah apotik untuk membeli stok vitamin yang akan dikonsumsi di bulan mendatang.Perempuan itu berjalan kaki menuju stasiun. Tinggal waktu 10 menit lagi untuk perjalanan kereta api terakhir. Xabier turun dari mobil mewahnya, ia membukakan pintu untuk Serafina. Pria it
Sudah beberapa menit perjalanan kereta api, tidak ada yang bersuara di antara pasangan suami istri itu. Batari melempar pandangan lurus menembus kaca jendela transparan.Xabier menyibukkan dirinya dengan mengecek ponselnya bolak-balik. Dia pun tidak berminat untuk mengeluarkan suara.Setelah separuh perjalanan dilalui, tidak disangka-sangka kepala Batari rebah ke bahu Xabier. Pria itu terkejut, lantas bergerak. Namun, Batari malah mencari kenyamanan, ia makin mendekatkan tubuhnya pada Xabier dengan mata tertutup.Xabier diam tidak bergerak, mendadak diselimuti ketegangan. "Tari," bisiknya sembari melirik ke kanan dan kiri. Pria tampan itu bukanlah tipe orang yang nyaman dekat secara fisik dengan perempuan di wilayah publik.Tari yang lelah hanya diam dalam tidurnya. Nafas teratur menandakan dirinya cukup lelah setelah bekerja seharian.Xabier menghela nafas dalam. Ia sampai pada pemikiran, bagaimana bila Batari hanya pulang sendiri ke rumah? Perempuan itu berpotensi menjadi korban ke
Batari tahu dirinya hanyalah seorang karyawan sang suami. Namun, ia tidak ingin mendapat ketidakadilan. Dia merasa Xabier memperalatnya dengan sengaja meminta uangnya untuk membayar taksi.Perempuan itu memutuskan bekerja sampai malam agar dari restoran tempatnya bekerja bisa mendapat penghasilan lebih yang akan digunakannya kelak untuk dirinya sendiri dan anaknya. Walaupun dirinya belum mendapat restu, tetapi dengan kegigihannya ia percaya izin akan keluar melalui Sekarita atau Danang Pati. Wajah Batari memerah dengan pelototan tajam pada Xabier. Pria itu merasa uang seratus ribu tidak layak dijadikan alasan untuk memarahinya.Pria itu berdiri berkacak pinggang. "Kamu lupa saya bos di tempat kerja? Semua uang yang kamu peroleh dari restoran saya, bukan?" ucapnya, kepalanya sedikit meninggi. Ia balas menantang perempuan hamil itu."Jangan hanya karena uang seratus ribu, kamu merendahkan aku," sambung Xabier menunjuk dirinya sendiri.Batari tidak menyangka mendapat perkataan tajam dar