Sepanjang perjalanan pulang, pandangan kosong Batari menembus kaca hitam mobil milik Xabier. Kendaraan melaju dengan kecepatan sedang."Bu Tari, kita sudah sampai." Lamunan Batari buyar begitu mendengar suara Jaka memanggilnya.Batari mengucapkan terima kasih pada Jaka. Dia memesankan agar kendaraan dalam kondisi standby.Dengan langkah gontai Batari masuk ke kamar Xabier. Dirinya merapikan kasur suaminya yang berantakan.Ia beralih ke lemari pakaian milik Xabier untuk memilih kaos yang diinginkan oleh suaminya. Ada benda terjatuh saat Batari menarik celana panjang dari lemari.Sebuah kalung dengan liontin tergeletak di lantai. Setelah menaruh kembali pakaian Xabier di tempatnya, Batari memungut kalung itu dengan kesusahan.Saat meraih dan memperhatikan liontin yang menggantung, mendadak tangan Batari gemetaran. Benda di genggamannya serasa familiar di ingatannya.Batari membuka liontin bulat warna perak, seketika air matanya jatuh membasahi pipi. Dia bahkan perlu berpegangan pada lem
Xabier menunggu Batari kembali, sayangnya sampai malam tiba perempuan hamil itu tidak kunjung menampakkan diri. Serafina telah pulang sedari tadi.Xabier mencoba menghubungi Batari melalui pesan singkat dan panggilan suara, tetapi tidak ada balasan sama sekali. Entah bagaimana, kejadian tadi seperti mengganggu pikirannya.Apakah Batari marah padanya? Atau Batari tidak ingin menganggu mereka berdua? Namun, Xabier tidak yakin Batari marah karena melihatnya berciuman dengan Serafina. Kalaupun Batari tidak datang, mungkin dia lelah.Begitu banyak dugaan di dalam pikiran Xabier. Hingga larut malam, Xabier tidak berhasil menghubungi Batari. Pria itu menghabiskan malamnya di rumah sakit seorang diri.Sepulang dari rumah sakit mengunjungi Xabier, Serafina menyempatkan diri berkunjung ke sebuah rumah mewah. Dia tahu orang yang dicarinya ada di dalam rumah itu.Dengan terpaksa Serafina menunggu di teras menanti penghuni rumah membukakan pintu. Hal yang tidak pernah dilakukannya. Namun, demi mem
Hingga siang tiba, Xabier diperbolehkan kembali pulang. Sebenarnya, ia masih disarankan untuk melakukan rawat inap. Namun, ia meminta dipulangkan saja dengan melakukan rawat jalan.Xabier beberapa kali melakukan panggilan ke nomor ponsel Batari, tetapi perempuan itu tetap tidak menunjukkan reaksi membalas pesan atau panggilannya. Jadi, ia pun langsung meminta Jaka yang menjemput ke rumah sakit."Ibu Batari ke mana, Pak Jaka?" tanya Xabier di perjalanan menuju ke rumah. Xabier tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, meskipun akhirnya ia menyesal menanyakannya."Ibu bekerja, Pak."Rahang Xabier mengetat begitu mendengar jawaban Jaka. Entah mengapa ia merasa Batari marah dan ngambek padanya karena peristiwa tempo hari di rumah sakit. Kenyataannya, perempuan itu bekerja hari ini dan tidak menanyakan kabar dirinya sama sekali."Kita ke restoran, Pak," perintah Xabier begitu saja."Tapi, Pak, maaf... Bapak baru saja keluar dari rumah sakit," ingat Jaka melalui spion dalam. Ia khawatir
Xabier mengigau tidak jelas, Batari menegakkan tubuhnya hingga berlutut."Jangan pergi," igau Xabier sesekali."Pak Xabier, Pak...." Batari mengguncang pelan tubuh Xabier. Igauannya semakin terdengar kencang, Batari menepuk-nepuk pipi Xabier sembari memanggil namanya. Xabier sepertinya kesulitan bangun, bahkan pria itu tanpa sadar mencengkram lengan Batari erat, sampai-sampai wajah Batari mengenai wajah Xabier.Perempuan hamil itu bisa merasakan deru nafas Xabier. Ia berusaha meronta melepaskan diri."Pak Xabier, sadar...," ujarnya ketakutan.Tidak lama kemudian, igauan Xabier terhenti, deru nafasnya perlahan normal kembali, cengkramannya mengendur. Hanya saja, Xabier tetap dalam kondisi terlelap.Batari bisa bernafas lega, ia menarik lengannya. Terduduk di karpet dengan punggung menyender ke meja sofa yang berbahan kayu."Pak Xabier hampir membuat jantung saya copot," ucap Batari menyentuh dadanya, Xabier yang terlelap tidak mendengarnya.Siapa yang Pak Xabier minta jangan pergi? bat
Serafina telah mengadukan perbuatan Batari pada Andalaska. Ibu kandung Xabier itu menunggu waktu yang tepat untuk melaporkannya pada putranya.Batari dinilai telah lancang mendorong Serafina saat mengunjungi rumah kekasihnya. Andalaska yakin begitu mendengar ceritanya, Xabier akan marah besar dan bisa jadi menceraikan Batari."Kenapa ponsel Xabier tidak aktif?" gerutu Andalaska saat menghubungi ponsel putranya."Xinda, coba kamu hubungi nomor kakakmu, sedari tadi mama tidak berhasil menghubunginya," perintah Andalaska pada putrinya yang sedang asyik membaca tugas kuliahnya melalui komputer jinjing miliknya. Xinda mencobanya, benar saja, nomor Xabier tidak aktif."Coba mama hubungi istrinya," saran Xinda.Andalaska berdecak keras. "Mana mau mama menyimpan nomor kontak pelayan restoran itu.""Ya sudah, mama tunggu saja nomor kakak sampai aktif," timpal Xinda, kembali menekuni tugas kampusnya.Andalaska sewot terhadap jawaban Xinda. Namun, ia tidak pernah bisa marah berlebihan pada putri
Setiba di rumah, baik Batari maupun Xabier masuk ke kamar masing-masing. Xabier memeriksa ponselnya yang sudah mati karena kehabisan baterai. Segera pria itu memuat daya ponselnya di dalam kamar.Sementara itu, setelah membasuh tubuhnya Batari keluar kamar untuk memeriksa bahan makanan untuk sarapan pagi. Jaka tadi sempat menyampaikan kalau asisten rumah tangga akan tiba besok siang di kediaman mereka.Setelah menyediakan bahan makanan, Batari ingin masuk ke kamar untuk beristirahat. Dirinya teringat akan obat yang tadi belum sempat diminum oleh suaminya.Apakah Pak Xabier telah meminumnya? tanya Batari dalam hati.Perempuan itu mengabaikan dorongan hatinya untuk peduli pada Xabier. Ia berjalan melewati kamar Xabier, setelah menutup semua pintu rumah.Di waktu yang bersamaan, Xabier keluar dari kamarnya. Mereka berdua beridir dalam keadaan sama-sama canggung."Eeee... Bapak apa sudah minum obat?" tanya Batari. Hanya itu yang bisa menyelamatkannya dari ketegangan yang meliputi mereka b
Hari Minggu pagi, Batari menyediakan sarapan seperti biasa. Selama mereka menempati rumah bersama, jam sarapan Batari dan Xabier berbeda.Mereka tidak duduk bersama di ruang makan, Batari lebih sering duluan barulah Xabier menyusul. Begitu pula pagi ini, Batari telah menyelesaikan sarapannya saat Xabier masuk ke ruang makan."Tunggu, duduk di sini," ucap Xabier melihat istrinya akan keluar setelah merapikan kembali perlengkapan makannya.Batari menuruti apa yang diperintahkan Xabier. Meja makan mereka berbentuk bulat, Batari mengambil posisi tepat di seberang Xabier.Xabier menyuapkan sesendok demi sesendok makanan. Batari merasa sungkan duduk tanpa diajak berbicara."Pak Xabier, saya duduk di sini, untuk apa?" tanya Batari setelah bermenit-menit tidak diajak bicara."Temani saya sampai selesai makan.""Tapi --"Tatapan Xabier mengurungkan niat Batari untuk menyanggah ucapan suaminya. Namun, tidak melakukan apa-apa bukannya membuat Batari tenang, malahan dirinya dilanda grogi.Tidak mu
Batari telah berada di lobi sebuah hotel, tempat dirinya akan bertemu dengan Wisang. Ponselnya bergetar di dalam tas kecilnya.[Langsung ke restoran saja ya, Tari. Aku tidak menjemput kamu ke lobi.]Batari mengikuti pesan masuk dari Wisang. Ia bertanya lokasi restoran pada petugas hotel.Berpenampilan kasual dengan midi dress dipadu dengan sneakers membuat gerak Batari lebih leluasa. Rambut hitamnya dibiarkan terurai, tanpa ada aksesori. Batari menggunakan riasan sederhana yang tidak begitu mencolok.Orang-orang yang melihat postur dan pakaiannya pasti tahu kalau Batari adalah seorang perempuan yang sedang mengandung.Batari melihat ke sekeliling restoran, dia tidak menyangka kalau Wisang akan mengajaknya ke sebuah restoran yang makanannya pasti mahal. Di sudut dekat jendela menghadap ke taman seorang pria telah menunggunya. Ia melangkah ke sana dengan suasana hati yang sebenarnya kurang enak.Kalau bukan karena rasa penasarannya akan teman masa kecilnya itu, Batari pastinya akan meno