Batari telah berada di lobi sebuah hotel, tempat dirinya akan bertemu dengan Wisang. Ponselnya bergetar di dalam tas kecilnya.[Langsung ke restoran saja ya, Tari. Aku tidak menjemput kamu ke lobi.]Batari mengikuti pesan masuk dari Wisang. Ia bertanya lokasi restoran pada petugas hotel.Berpenampilan kasual dengan midi dress dipadu dengan sneakers membuat gerak Batari lebih leluasa. Rambut hitamnya dibiarkan terurai, tanpa ada aksesori. Batari menggunakan riasan sederhana yang tidak begitu mencolok.Orang-orang yang melihat postur dan pakaiannya pasti tahu kalau Batari adalah seorang perempuan yang sedang mengandung.Batari melihat ke sekeliling restoran, dia tidak menyangka kalau Wisang akan mengajaknya ke sebuah restoran yang makanannya pasti mahal. Di sudut dekat jendela menghadap ke taman seorang pria telah menunggunya. Ia melangkah ke sana dengan suasana hati yang sebenarnya kurang enak.Kalau bukan karena rasa penasarannya akan teman masa kecilnya itu, Batari pastinya akan meno
"Tidak, Mas. Tari tidak terpaksa menikah dengan Pak Xabier," ucapnya membela diri, berusaha sejernih mungkin untuk menjawab.Wisang mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kalau tidak terpaksa, berarti Tari mengkhianati hubungan kita? Mengingat kandungan Tari, Mas lihat sepertinya telah lebih dari enam bulan."Batari tercekat, dia merasa Wisang seperti ingin menggali fakta dengan pertanyaan-pertanyaan ringan nan menjebak. Batari menghadapi dilema jawaban. Rasa dingin ruangan restoran terasa menusuk kulitnya, meskipun berkeringat, Batari juga gemetar kedinginan."Maafkan Tari, Mas." Jawaban pendek dan menundukkan kepala, hanya itu yang bisa Batari lakukan untuk menyembunyikan perasaannya.Jawaban Batari tidak memuaskan bagi Wisang. Pria itu merasa kasihan pada perempuan di hadapannya. Dia tahu kalau tinggal sebatang kara bukanlah peristiwa mudah dalam hidup. Oleh karenanya, Wisang terdorong menelusuri kehidupan Batari."Kamu tidak perlu minta maaf, Tari. Seharusnya yang perlu dilakukan adalah
Sungguh, Wisang yang duduk di hadapannya kini sangat asing bagi Batari. Pria lembut dan suka membantunya di kala kesusahan berubah menjadi pribadi yang merencanakan kejahatan.Batari berada dalam persimpangan. Ia tidak ingin salah melangkah. Bertahan menjadi istri Xabier sebenarnya juga sama-sama mengerikannya dengan mengkhianati suaminya itu.Situasi lain menunjukkan kegembiraan keluarga kecil, yakni Andalaska, Xinda, dan Xabier. Mereka makan siang dengan tenang di sebuah ruangan privat yang diminta oleh Xabier. Andalaska sebagai ibu sangat bahagia bisa duduk semeja lagi dengan anak-anaknya. Semenjak Xabier menikah, putranya itu jarang sekali untuk bisa diajak makan bersama."Mama, senang kita bertiga bisa berkumpul seperti ini. Mama harap kalian selalu punya waktu setidaknya untuk makan bersama atau liburan bersama," ucap Andalaska usai makan siang mereka selesai."Aku berharap begitu juga, Ma. Tapi, pekerjaanku menumpuk. Saat ini aku juga ada masalah hukum, ada konflik kotak kemas
Wisang berdiri dan keluar dari bangkunya menghadap ke arah Xabier yang berdiri kaku dengan tatapan menusuk. Sama seperti Xabier, Wisang pun tidak menyukai Xabier setelah menelusuri kejanggalan demi kejanggalan yang ada pada Batari."Mas Wisang?" lirih Xinda yang juga terkejut akan kehadiran pria itu bersama istri kakaknya.Keadaan restoran tidak begitu ramai. Xabier menoleh pada Xinda yang memucat melihat orang yang dipanggilnya. Ada sesuatu yang tidak beres pada Xinda.Xabier menghampiri meja Wisang dan Batari, Andalaska dan Xinda mengikutinya dari belakang."Halo, Pak Xabier," sapa Wisang sembari mengulurkan tangannya. Xabier hanya melihat tanpa bersedia menjabat tangan Wisang."Batara Wisanggeni, tidak disangka pemuda desa Adiluhur mencoba melawan saya dengan memperkarakan kotak makanan saya," cemooh Xabier berusaha langsung menjatuhkan mental Wisang. Xabier seketika teringat dengan kasus yang sedang menimpa restorannya.Wisang menurunkan tangannya, dia tertawa mendengar nada suara
Xabier gegas keluar dari kendaraannya dan masuk ke rumah Andalaska mamanya."Ma, Xinda di mana?" tanya Xabier begitu melihat mamanya."Ada di kamarnya, sepanjang jalan menangis tiada henti. Mama peringatkan tadi agar tidak berhubungan lagi dengan pemuda desa yang pekerjaannya tidak jelas itu," ucap Andalaska dengan rasa kesal yang membuncah.Xabier pergi menuju kamar adiknya. Ia mengetuk pintu berkali-kali, sayangnya Xinda seperti mengabaikan Xabier."Xinda, bolehkah kakak masuk?"Hening tanpa ada respon dari dalam kamar. Xabier menghela nafas dalam, ia paham kalau tidak bisa memaksakan Xinda untuk terbuka padanya.Sewaktu Xabier akan membalik tubuhnya meninggalkan pintu kamar, gagang bergerak sampai pintu terbuka memperlihatkan Xinda yang berurai air mata.Xinda memeluk kakaknya dengan erat, isakan keluar dari bibirnya yang bergetar. Xabier mengusap punggung adik kecilnya, kerapuhan Xinda terasa menyentuh hatinya. Hanya itu cara Xabier menenangkan adiknya."Maafkan Xinda kak, selama
Xabier terbangun di pagi hari, tersadar kalau dirinya berada di rumah mamanya. Pria itu bangkit menuju kamar kecil untuk membasuh tubuhnya.Pakaiannya masih ada yang tersimpan di lemari, tidak semua dibawa ke rumah yang kini ditempati oleh Batari. Selesai berpakaian, Xabier memeriksa ponselnya.Rentetan notifikasi panggilan suara dan pesan singkat dari Batari masuk, Xabier sengaja menonaktifkan ponselnya agar tidur malamnya tidak terganggu.Tidak ada niatnya untuk merespon Batari, dia masih begitu marah pada Batari yang berani membohongi dirinya, bahkan mendatangi pihak yang jelas-jelas bersengketa dengannya.Xabier turun menuju ruang makan, di sana ada Xinda dan Andalaska yang sedang menikmati sarapan bersama."Xabi, sudah bangun? Mama senang kamu menginap di rumah mama semalam," sambut Andalaska menarik kursi tempat biasa Xabier duduk."Terima kasih, Ma," ucap Xabier atas sikap baik mamanya."Mari kita sarapan dulu," ujar Andalaska di saat Xabier ingin menyapa dan menanyakan keadaan
Suara nampan jatuh disertai piring dan gelas pecah mengejutkan Xabier dan teman perempuannya yang tengah berpelukan erat. Pelukan mereka terurai begitu saja. Tatapan Xabier mengunci manik Batari yang berdiri memucat."Maa... maaf," ujar Batari yang gugup dan gemetar. Ia mencoba berjongkok untuk membersihkan pecahan kaca dan tumpahan makanan, tetapi perut besarnya menghalangi untuk sampai ke lantai."Sa... saya akan panggil te... teman untuk membersihkannya," ucap Batari lantas berbalik dan meninggalkan ruangan dengan cepat.Batari mencari teman pelayannya yang tadi ingin mengantar makanan ke ruangan Xabier."To... tolong kamu bersihkan tumpahan makanan dan pecahan piring di ruang kerja Pak Xa... Xabier. Tadi, saya tersandung. Tolong juga... minta ke dapur untuk diganti makanannya," kata Batari masih dengan gugup dan cepat-cepat.Belum pelayan itu menanyakan sesuatu, Batari meninggalkannya dan pergi ke bilik ganti karyawan. Ruangan kosong itu menjadi tempat bagi Batari untuk meluapkan
Siang harinya, tim penasihat hukum yang menangani kasus sengketa kotak kemasan mendatangi restoran milik Xabier."Nilai gugatannya mencapai 50 Milyar Pak Xabier dan mereka meminta agar kita tidak menggunakan lagi kotak kemasan seperti itu, dan permohonan ke lembaga terkait untuk melakukan pembatalan merek tulisan kemasan 'Di Bawah Pohon Rindang' dari Daftar Umum Merek," ungkap penasihat hukum membacakan petitum penggugat dalam hal ini Batara Wisanggeni.Xabier menarik nafas panjang, Wisang serius untuk memperkarakan kasus kotak kemasan yang sudah digunakan restoran milik Xabier bertahun-tahun. Wisang mengklaim kalau PT-nya telah lebih dulu menggunakan merek serupa dengan Xabier dan sayangnya itu terbukti dokumentasinya."Jadwal persidangan akan menyusul dan diharapkan Pak Xabier bisa hadir tiap kali sidang," sambung penasihat hukum. Usai perbincangan mengenai kasus hukum, Xabier mulai berpikir untuk mencari ide lain terkait kotak kemasan restorannya. Meskipun bila nanti dirinya kalah