Share

Get Married, Daniel!

Daniel mengembus napas kasar. Bagaimana mungkin dia diminta menikah padahal jelas kekasih saja dia tidak jelas siapa. Ingin rasanya mendebat apa yang diamanatkan sang nenek. Namun, jelas dia tidak bisa melakukan itu karena nenek yang disayanginya telah tiada.

"Itu amanat dari nenek, Daniel. Kamu harus menikah atau kita semua tidak mendapatkan sepeser pun hasil kerja keras kami selama ini," tegas Rea, sepupu Daniel menyela.

"Kamu ini bicara apa?" Daniel meradang. Dia merasa kesal karena dijadikan obyek yang disalahkan dan menyebut diri sebagai korban dari surat wasiat neneknya itu.

"Please, Daniel. Lakukan sesuatu atau kita akan kehilangan semuanya. Menikahlah," bujuk Selly sepupunya dengan wajah memelas. "Aku tidak mau jadi miskin gara-gara kamu," lanjutnya sedih.

"What a hell ... ah, kenapa jadi aku!" Daniel mengerang kesal sendiri.

Daniel berjanji untuk tidak menikah sebelum sang mantan tunangan bernama Shofia menjadi janda dan membuat perempuan itu memohon untuk kembali bersamanya agar bisa membalas sakit hati dengan balas mencampakkan seperti apa yang diterimanya empat tahun yang lalu.

"Nyonya Airin Morgand akan menyerahkan sebanyak delapan puluh persen dari aset yang diwariskan kepada sebuah yayasan sosial apabila dalam tenggat waktu tiga bulan Tuan Daniel belum melengkapi persyaratan seperti apa yang diamanatkan di dalam surat wasiat, yaitu menyerahkan bukti akta pernikahan kepada notaris," lanjut pengacara itu membuat semua tatapan mengarah kepada Daniel yang memejamkan mata menghindari permohonan semua anggota keluarga melalui milik wajah dan sorot mata.

“Ada tambahan! Tuan Daniel Kavi Morgand harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai CEO Morgand Company terhitung empat bulan setelah dibacakan wasiat ini apabila tidak mampu memenuhi amanat. Beliau akan digantikan oleh penerus yang bukan bagian dari keluarga Morgand melalui rapat darurat untuk menunjuk CEO yang baru. Keluarga Morgand tidak boleh lagi mencampuri urusan perusahaan Morgand Company kecuali senilai total dua puluh persen dari aset setelah terbentuk direksi yang baru."

”Nenek benar-benar keterlaluan!“ rutuk Daniel kesal bukan main.

"Kumohon, menikahlah Daniel. Hanya itu satu-satunya jalan agar kami semua tidak jatuh miskin," bujuk Mia sepupu Daniel yang lain ikut bersuara.

"Aku tidak mau!" tegas Daniel mendengkus.

"Jadi, kamu tega menghancurkan bisnis keluarga kita yang sudah turun temurun ini hanya karena egomu!" hardik pamannya kesal pada tingkah Daniel. Dia sendiri memang tidak lagi diakui berpengaruh terhadap masa depan di keluarga Morgand setelah dua anaknya perempuan semua.

"Kenapa harus dengan syarat Daniel menikah? Wah, kalian pikir ini masuk akal? Tidak ada hubungan antara aku menikah dengan warisan, 'kan?" protesnya.

"Karena kalau kamu tidak menikah, keturunan dari Jeff Morgand tidak jelas!” lontar sang ibu membuat Daniel menoleh terkejut. "Hanya kamu cucu yang akan membawa nama belakang Morgand tetap berlanjut."

"Apa maksudmu, Mom?" tanya Daniel pelan, wajahnya pias.

Daniel tidak menyangka bahwa sang ibu mengucap kalimat yang tidak pernah dipikirkannya selama ini. Biasanya ibunya hanya akan diam saja dan tidak mencampuri masalah pribadinya.

"Ibu selama ini memang membiarkan kamu bergaul sesuka hati dengan harapan bisa melupakan dendam masa lalumu. Tapi, kalau ini sudah menyangkut apa yang menjadi harapan nenekmu, wanita yang sudah menerima dan memperlakukan ibumu ini dengan baik. Ibu memutuskan untuk mencarikan jodoh untukmu," ucapnya dengan suara tegas.

"Oh My God, Mom!" tolak Daniel dengan mimik wajah menegang.

"Apa di sini ada yang tidak setuju dengan keputusanku?" tanya Debby memandang semua anggota keluarganya yang menggeleng serempak.

"Kalau Daniel menolak, sedangkan posisiku di sini hanya sebagai menantu, orang luar dan Daniel sebagai ikatan yang membuatku masih bisa berada di dalam keluarga Morgand, maka aku putuskan untuk pergi dari sini dan kembali ke Pulau Dalam. Kembali ke tempat hidupku berasal," tegas Debby lagi membuat semua tercengang. Daniel orang yang paling syok mendengarnya.

"Kakak ipar," ucap Vero menatap simpati.

"Itu keputusanku. Maaf bila ternyata tidak hanya aku yang menyusahkan keluarga ini, tapi Daniel juga. Aku menyesal tidak mendidiknya dengan baik," ucap Debby menundukkan kepalanya.

"Mom?" protes Daniel.

"Keputusan ada di tanganmu, Daniel." Debby menoleh dengan kilat kemarahan pada sang putra.

Daniel menarik napas dalam-dalam. Ia menyadari bahwa ibunya teramat sulit diterima keluarga besarnya karena status sosial dari sang ibu yang berasal dari kalangan keluarga nelayan di pulau terpencil. Ia cukup tercengang dengan keputusan sang nenek menjadikan posisi ibu yang kini sudah janda menjadi sangat penting dalam pembagian warisan.

"Nenek, ternyata begitu besar cintamu untuk ibuku," batin Daniel memandang ibunya dengan pikiran gamang.

"Menikahlah, Daniel. Pilih siapa pun wanita yang kamu inginkan, ibu tidak akan mengganggumu dalam menentukan pilihan. Tapi, kalau kamu tetap menolak, ibu terpaksa mengambil alih kehidupan pribadimu untuk menyelamatkan kerajaan bisnis keluarga Morgand agar tidak runtuh di tangan seorang wanita kelas rendahan seperti ibu." Debby masih menundukkan kepalanya, meminta maaf melalui sikapnya kepada seluruh keluarga besar Morgand hingga membuat Daniel merasa tertekan.

"Aku pergi," pamit Daniel.

Dia tidak sanggup melihat ibunya begitu merendahkan diri di hadapan keluarga dari ayahnya itu. Daniel mengabaikan panggilan semua orang karena pembacaan wasiat belum sepenuhnya selesai.

"Aku benci direndahkan," gumamnya kesal.

Langkahnya lebar, memasuki mobil dan segera meninggalkan kediaman sang nenek. Ia butuh minuman yang bersifat kuat untuk menenangkan diri.

"Bagaimana mungkin aku menikah sebelum dendamku kepada Shofia terbalaskan," desisnya kesal.

Bersambung....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status