Daniel menghabiskan sisa satu tegukan brandy dari dalam gelasnya, kemudian menjatuhkan kepalanya yang terasa berat dengan mata terpejam ke atas permukaan meja. Seharian dia belum makan, jadi dengan mudahnya minuman beralkohol itu membuatnya hangover.
“Daniel, tumben kamu di sini?” tanya seorang pria seusia dengan Daniel duduk di sebelahnya. Tangannya menepuk punggung hingga pria itu terpaksa menegakkan kepalanya dengan kepayahan karena merasa terganggu. Matanya pun menyipit seirama dengan gerakan memutar kepala menatap wajah pria itu.
“Eh, Reno. Kamu rupanya,” panggilnya pelan kemudian ambruk lagi, tertidur di meja bar.
“Oh astaga, Daniel! Sejak kapan kamu suka mabuk? Gila! Bahkan aku lihat kamu mabuk Cuma selama putus dari Shofia!” desis Reno merasa kesal. Pria itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena merasa bingung sendiri harus berbuat apa.
Daniel dan Reno bersahabat sejak zaman kuliah. Meskipun kini mereka tidak sering bertemu, tetapi hubungan kedua pria yang dulu sama-sama naksir Shofia itu berjalan baik, tanpa saling menikung walau pada akhirnya mereka berdua tidak ada yang berhasil mendapatkan perempuan itu sebagai istri.
“Bagaimana ini?” keluhnya kesal. Sambil mengembus napas, Reno segera merogoh ponsel dari dalam saku celana lalu menelepon seseorang.
Reno ingat, ada satu wanita yang selalu berada di samping Daniel selama dua puluh jam sehari dalam waktu lima hari kerja. Reno akan menghubunginya dan menyerahkan segala kerepotan ini kepada wanita itu–siapa lagi kalau bukan Jessica, sekretaris pribadi Daniel.
Reno tidak habis pikir, ada satu manusia yang betah bekerja dan bersinggungan langsung dengan sahabatnya itu. Hebatnya lagi, wanita berusia dua puluh tujuh tahun yang akrab dipanggil Jessie itu menjadi sekretaris terlama yang pernah bekerja untuk si temperamen aneh dan menyebalkan seperti Daniel.
“Kamu ke sini bisa? Bos kamu mabuk, nih.” Reno menyambar seketika panggilannya tersambung. Dia malas untuk mengurusi makhluk menyebalkan di sampingnya itu.
“Hari ini aku libur, Pak,” jawab Jessie dengan suara malas dari seberang.
“Aku tidak peduli! Aku tinggalin bos kamu di sini, nih. Aku kasih alamat lengkapnya lewat pesan teks. Terserah mau kamu jemput apa tidak,” sahut Reno menutup panggilan sambil tersenyum geli.
Reno yakin, pasti Jessie bisa diandalkan. Dalam keadaan genting apa pun, cewek itu selalu mampu tampil memukau layaknya ibu peri. Benar-benar sekretaris super yang selalu bisa diandalkan.
Reno mengetik alamat lalu mengirimkan pesan kepada Jessica, setelah itu ia menyingkir menjauh dan mengamati apakah Jessica akan setega itu membiarkan Daniel seperti orang gila tidur di Bar. Sambil sesekali meneguk minum di sofa yang berada di pinggiran Bar, dia terus mengawasi Daniel dari jauh.
“Ada masalah apa lagi dia sampai mabuk begitu,” gumamnya mengomentari Daniel.
Selang dua puluh menit kemudian datang seorang cewek yang kini memakai kemeja lengan panjang kotak-kotak dipadukan dengan celana jeans biru gelap beserta topi itu sedang celingukan dengan tangan memegang ponsel; melakukan panggilan. Reno menyunggingkan senyum kemenangan dan keluar dari persembunyiannya setelah melihat cewek yang ditunggu sudah datang.
“Aku kira kamu tidak datang,” sapanya mendekat sambil menerima panggilan dari Jessica.
“Ck! Mana Boss Daniel?” tanya Jessica dengan wajah kesal. Setelah melihat keberadaan Reno, Jessica langsung menutup panggilan.
“Itu, dia ada di meja bartender,” jawab Reno mengajak Jessica mendekati Daniel yang masih tertidur. Keadaan bar cukup lengang dan kondusif karena tidak banyak pengunjung yang nongkrong.
Gadis itu menggembungkan pipinya saat menatap Daniel yang memangku kepalanya di meja. Terlihat gadis itu menatap dengan mata menyipit menunjukkan kekesalan.
“Udah cukup! Aku bakal mengajukan resign mulai bulan depan kalau begini terus caranya!” sungut gadis itu seraya mengentak kaki.
“Kamu sudah ngomong kayak gitu yang ke seratus kali, Jess!” goda Reno sembari memberi tawa.
Reno mulai semakin akrab dengan sekretaris Daniel itu setelah dia menikah dengan sahabat Jessica. “Istriku bilang, kamu sudah pernah mengajukan surat pengunduran diri empat kali kalau tidak salah,” goda Reno mengomentari tentang keputusan Jessica yang mudah sekali goyah.
“Kali ini aku serius, Pak Reno. Bilang pada istrimu kalau minggu depan aku akan mengajukan surat pengunduran diri,” tegas Jessica sambil mendelik. Namun, lagi-lagi hanya ditanggapi tawa oleh Reno.
“Ok ... baiklah! Sekarang bawa Daniel pulang. Aku soalnya udah janji sama istri tercinta, mau mengantar dia belanja,” ucap Reno beralasan.
“Belanja apa belagu?” desis Jessica kesal karena pria itu melemparkan tanggung jawab padanya, tapi Reno hanya menanggapinya dengan terkekeh geli. “Mana ada belanja tengah malam.”
“Midnight sale, Jessica!” balas Reno gemas.
“Terserah! Terus ini Pak Bos mau dikemanain?” kesal Jessica dan bingung.
“Kamu antar pulang ke rumahnya. Aku bantuin angkat sampai mobil,” sahut Reno mengalihkan kemarahan Jessica.
Mau tidak mau Jessica segera membantu Reno untuk memindahkan Daniel ke luar Bar menuju mobil. Sengaja memilih menggunakan mobilnya dan meninggalkan mobil bosnya itu di sana. Masa bodoh, pokoknya yang penting bisa pulang, pikir Jessica.
“Rawat bos kamu dengan baik, ya. Titip,” ucap Reno ketika mereka berdua sudah berhasil menyeret tubuh berat Daniel dan menjatuhkannya di jok mobil bagian belakang.
“Sampai kapan aku harus repot macam baby sitter begini?” keluh Jessica dengan hati dongkol.
“Kenapa kalian berdua tidak nikah aja?” komentar Reno sambil tertawa. Dengan kesal Jessica segera menendang kaki bagian tulang kering pria itu hingga tawanya lenyap berganti meringis kesakitan.
“Astaga, Jess! Sakit,” keluh Reno berjingkat seraya mengelus kakinya sambil berjongkok.
“Gila kali ya, nikah sama orang ngeselin seperti dia? Fiuhhhhh!” Perempuan pemilik rambut cokelat panjang itu mengembuskan napas panjang, “kalau mobilku udah lunas, aku bakal berhenti dari jabatan sekretaris kacung menyedihkan pak Daniel,” rutuk Jessie sambil masuk ke dalam mobil dengan wajah bersungut-sungut.
Reno hanya bisa menahan tawa sambil sesekali mengelus kakinya yang berdenyut akibat ulah Jessie. Dia merasa Daniel dan Jessica pasangan sekretaris dan bos yang unik dan lucu.
“Hati-hati di jalan, Jessie!” ucap Reno sambil melambaikan tangan. Jessica hanya membalas lambaian tanpa suara.
Bersambung...
Selama dalam perjalanan pulang, Jessica merutuk. Kekesalannya mencapai ke ubun-ubun karena di saat akhir pekan pun ternyata dirinya belum bisa bebas urusan dari pak bos. Ia merasa kesabarannya sudah habis, bulan depan ia akan mengajukan surat pengunduran diri dan refreshing selama beberapa bulan sebelum akan melamar kerja lagi di perusahaan lain.“Dua bulan lagi mobilku lunas, cicilan utang ibu juga tinggal bulan ini saja. Tabunganku lumayan buat nanti cari rumah yang lebih kecil biar tidak tinggal serumah sama nenek sihir itu. Sepertinya ini sudah saatnya aku berhenti jadi kacung Anda deh, pak Daniel yang super merepotkan,” geram Jessica.Beberapa kali Jessica menghentikan mobil saat melewati jalur perempatan. Beberapa kali pula ia menoleh ke arah belakang untuk memastikan bosnya itu tidak sampai jatuh terguling.“Pak Daniel kalau sedang tidur kelihatan ganteng juga,” gumam Jessica seraya menggeleng pelan merutuki bibirnya yang kelewat jujur. “Tapi kalau pas sadar, pengen aku ... huh
Jessica menggigit bibir bawah dengan perasaan gelisah. Dia sengaja datang lebih awal dan menunggu sudah hampir sepuluh menit, tapi sepertinya Debby belum juga datang. Jessica kemudian memesan minuman terlebih dahulu sembari membaca berita hari ini. Semalam Mommy Boss meminta bertemu di restoran ini untuk membicarakan sesuatu.“Wah, Pak Bos tampil sebagai model cover majalah dan dinobatkan sebagai pria ter- hot and sexy urutan nomor lima versi majalah Women Zone. Keren,” puji Jessica sambil berdecak, senyumnya berubah mencibir.Bagaimana ia tidak berdecak bila sehari-hari hanya disuguhi omelan dan suara ketus dari pria itu. Bahkan Jessica sama sekali tidak merasa kalau pria itu sexy melainkan hanya monster yang bersembunyi di balik wajahnya yang tampan.Gadis yatim piatu yang kini tinggal bersama ibu tiri dan adiknya itu sudah menimang-nimang untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya bulan depan. Setidaknya saat merayakan ulang tahun yang ke dua puluh tujuh tahun, ia sudah bisa menikma
Lama Jessica mencerna apa yang menjadi permintaan Mommy Bos, sebutan dari beberapa rekan kerja apabila bertemu dengan perempuan cantik dan elegan itu pada acara kantor.“Jadi, kamu mau ‘kan bantuin tante, Jess?” tanya perempuan yang menjadi idola karyawan di antara putri-putri keluarga Morgand karena pembawaannya yang ramah itu dengan tatapan penuh permohonan pada Jessica.“Ah, i-iya. Jessica akan pikir-pikir lagi, Tante,” sahut Jessica sambil meringis canggung.“Jessika bisa cerita-cerita kebaikan hati dan sikap Daniel, pasti akan banyak yang percaya. Bukankah Jessica sudah bekerja selama hampir enam tahun, ‘kan? Pasti itu menambah penilaian terhadap Daniel menjadi lebih positif di mata perempuan.” Debby memandang Jessica penuh harap.“Tapi, Tante. Apa pak Daniel setuju? Kalau dia memaki-maki saya bagaimana?” tanya Jessica memasang wajah cemas, seketika pikirannya berubah menjadi takut dengan reaksi pria itu terhadap rencana sang Mommy Boss.“Tante bakal bayar mahal jasa kamu, Jessic
"Pagi, Jessie!“ sapa rekan kantor sesama sekretaris beda atasan pada Jessica yang baru datang.Gadis itu melirik sekilas jam tangan sambil menempelkan kartu karyawan ke sebuah mesin door access control hingga kunci pintu palang yang menjadi area pemisah—yang hanya bisa diakses karyawan dari Morgan Company bisa masuk, pun terbuka. Waktunya sempit, Bos Perfeksionis itu akan mengomel panjang lebar bila dia terlambat.”Hai, Chintya. Pagi juga,“ sapa balik Jessica sambil melangkah masuk melewati portal diikuti perempuan bernama Chintya itu dari mesin sebelahnya.”Aku dengar selentingan kabar kalau kamu bakal mengajukan surat permohonan resign lagi, ya?“ tanya Chintya sambil tersenyum tipis.Merek saat ini berdiri bersandingan, menunggu lift yang akan membawa ke lantai atas tempat berkantor. Jessica hanya membalas senyuman malas tanpa bersedia menjawab. Sudah bisa ditebak kalau perempuan yang sangat ingin menggantikan posisinya itu penasaran dengan kenaikan gaji yang akan diterimanya setela
“Bapak duluan saja,” ucap Jessica tersenyum sopan, mempersilakan Daniel untuk mengutarakan lebih dulu apa yang ingin disampaikan padanya.“Ok, ini soal malam itu. Saat aku mabuk. Astaga! Katanya Reno mengalihkan tanggung jawabnya padamu untuk mengantarku pulang, ya? Bedebah itu sangat kurang ajar,” rutuk Daniel seraya berdiri dari tempat duduk dengan dua telapak tangan mulai menelusup ke dalam saku celananya lalu berjalan mendekati meja Jessica yang kini menatapnya penuh minat.Sama seperti biasanya, Bos Daniel selalu menciptakan atensi kuat dan tidak menyukai pengabaian. Semua yang berhadapan dengannya harus fokus menyimak karena pria itu tidak akan pernah mengulang apa yang disampaikan apabila kurang jelas. Jessica hafal sifat itu bahkan sampai di luar kepala.“Jadi ... apa kamu benar-benar serius ingin mengundurkan diri?”Jessica mencelus, membulatkan bola mata tidak percaya pada apa yang ditanyakan bosnya. Kasus mabuk dan berhasil mengantarkan pulang yang seharusnya mendapat apres
“Tentu saja saya mata duitan.” Jessica tersipu, sama sekali tidak tersinggung karena memang dia tipe perempuan yang rela kerja lembur demi segepok uang dari bonus loyalitas di luar insentif gaji pokok.Namun, reputasinya sebagai perempuan yang sulit digoda, tentu saja tidak ada celah sedikitpun baginya dianggap sebagai sekretaris murahan. Gadis itu termasuk karyawan tahan godaan menjadi wanita simpanan yang sering terjadi di lingkungan perusahaan.Jessica bekerja siang dan malam untuk menebus sebagian besar utang yang dilakukan ayahnya semasa hidup bersama istri barunya untuk berfoya-foya. Semua orang yang mengenalnya pasti akan memberikan simpati pada perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu.Kini, ayahnya telah tiada. Namun, beban itu tidak juga menjadi ringan karena ibu tirinya masih saja bergaya hidup sosialita dengan berbagai alasan. Dia tidak mungkin langsung meninggalkan rumah itu karena masih ada adik tirinya yang harus diurus. Hubungan dengan Kim sangat baik sebagai saudar
Jessica membulatkan bola matanya, cukup kaget dengan analisa yang diberikan bosnya karena jelas itu tidak salah. Namun, Jessica tidak mungkin bicara jujur. Ia pun segera tertawa kecil sambil mengibaskan tangannya ke arah udara demi bisa menepis dugaan sang bos.“Ah, Bapak bisa saja. Saya merencanakan apa?” balasnya seraya terus berjalan mengikuti langkah Daniel agar tidak ketinggalan.“Makan malam seperti apa yang kamu impikan? Sepertinya kamu kecewa kalau tidak dilakukan malam ini,” tukas Daniel sedikit melirik ekspresi sekretaris andalannya selama enam tahun ini sambil terus saja melangkah.“Yang berkesan, mungkin,” jawab Jessica malam kikuk sendiri.Dia sedang merencanakan kencan buta antara Daniel dan seorang wanita cantik pilihan Mommy Boss, tapi kenapa rasanya malah seperti sedang merancang kencan sendiri? Membayangkan saja Jessica sudah merinding sendiri. Dia tidak berharap Daniel berpikir itu kencan antara mereka berdua, huh ... Bos dan Sekretaris? Tidak mungkin bagi Jessica
Sepanjang perjalanan Jessica hanya diam. Menatap wajah bosnya saja tidak berani. Benar 'kan apa yang dia diduga sebelumnya, bos Daniel akan memaki-makinya karena telah lancang. Tidak, bukan memaki—pikir Jessica, tetapi marah dalam diam atau menggunakan nada sarkas saat berbicara. Bukan lagi sebuah rahasia bila kisah perjalanan cinta bos Daniel tidak semulus kulit tubuhnya yang begitu terawat. Daniel ditinggalkan sang kekasih hati padahal rencana pernikahan telah mulai disusun. Perempuan cantik bernama Shofia bahkan mengumumkan pernikahan dengan pengusaha kaya raya dari Perancis setelah tiga bulan memutuskan hubungan pertunangan secara sepihak dengan Daniel. Sebagai sekretaris yang telah bekerja untuk Daniel selama enam tahun, kisah empat tahun yang lalu itu masih segar dalam ingatan Jessica. Keterpurukan yang sulit membaik—mungkin hingga saat ini. Kenyataannya Daniel masih betah hidup sendiri tanpa kekasih. Jessica mengikuti langkah Daniel, mengekor di antara para staf yang mengiku