Share

Permintaan Mommy Boss

Jessica menggigit bibir bawah dengan perasaan gelisah. Dia sengaja datang lebih awal dan menunggu sudah hampir sepuluh menit, tapi sepertinya Debby belum juga datang. Jessica kemudian memesan minuman terlebih dahulu sembari membaca berita hari ini. Semalam Mommy Boss meminta bertemu di restoran ini untuk membicarakan sesuatu.

“Wah, Pak Bos tampil sebagai model cover majalah dan dinobatkan sebagai pria ter- hot and sexy urutan nomor lima versi majalah Women Zone. Keren,” puji Jessica sambil berdecak, senyumnya berubah mencibir.

Bagaimana ia tidak berdecak bila sehari-hari hanya disuguhi omelan dan suara ketus dari pria itu. Bahkan Jessica sama sekali tidak merasa kalau pria itu sexy melainkan hanya monster yang bersembunyi di balik wajahnya yang tampan.

Gadis yatim piatu yang kini tinggal bersama ibu tiri dan adiknya itu sudah menimang-nimang untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya bulan depan. Setidaknya saat merayakan ulang tahun yang ke dua puluh tujuh tahun, ia sudah bisa menikmati sisa masa muda dengan melakukan banyak hal seperti bertemu dengan teman-temannya, melakukan kencan buta, atau malah mendapatkan pasangan hidup. Jessica sudah lelah menghadapi Pak Boss Daniel 

“Lama ya, nunggunya? Maaf, tante terlambat,” ucap Debby dengan wajah menyesal.

“Tidak apa-apa, Tante. Ini Jessica juga baru aja sampai.” Jessica segera berdiri untuk menyambut kedatangan Debby.

“Baiklah, kita duduk dulu. Tante pingin ngobrol sama kamu sekaligus minta bantuan,” ucapnya membuat Jessica mengangguk dan duduk di kursinya kembali.

Tangan Debby melambai ke arah pramusaji. Sambil tersenyum penuh makna Debby melirik ke arah Jessica kemudian menyimak buku menu yang di sodorkan pramusaji kepadanya.

“Kamu pesan apa, Jessica?” tanyanya tanpa menoleh.

Sejenak Jessica menjadi ragu. Dia tidak pernah makan berdua bersama ibu dari pak bos sebelumnya. Kalau pun makan pasti selalu ada Daniel di antara mereka. Pria itu yang akan memilihkan menu untuknya tanpa menanyakan makanan apa dia mau. Sudah tentu, sebagai kacung dia tidak akan banyak protes dan menerima dengan senang hati.

“Sama seperti Tante Debby saja.” Jessica menjawab dengan ragu karena takut menyinggung kesopanan.

“Pasti Daniel membuatmu sangat kesulitan selama enam tahun ini, ya?” tanya Debby menampakkan wajah simpati kepada Jessica.

“Sudah menjadi tanggung jawab pekerjaan saya sebagai sekretaris pribadi pak Daniel, Tante,” jawab Jessica sembari tersenyum. Meskipun jelas di dalam batinnya, Jessica kini sedang asyik merutuki sikap Daniel yang selama ini semena-mena terhadap pekerjaannya.

Setelah Debby memberitahukan menu yang dipesan dan pramusaji itu sudah pergi kini pandangannya lurus ke arah Jessica yang menatapnya gelisah. Gadis itu semalaman berpikir; ada perlu apa hingga Debby sampai mengajaknya makan siang bersama. Padahal dia butuh piknik di hari Minggu yang sangat keramat baginya itu untuk mengurangi tekanan stres di tempat kerja menghadapi Daniel.

“Hari Minggu biasanya aktivitas kamu apa?” tanya Debby kembali mengajak bicara.

“Saya menghabiskan waktu untuk membersihkan rumah, Tante. Berkebun dan memasak. Karena hanya akhir pekan saya bebas tanpa ada gangguan pekerjaan dari kantor,” jawab Jessica jujur.

“Bagus sekali, aku menyukai ketekunanmu,” sahut Debby memuji.

“Biasa saja, Tante,” kilah Jessica wajahnya merona karena dipuji. Dia merasa sangat malu sekaligus cemas dengan alasan yang mendasari Debby ingin bertemu dengannya secara pribadi.

Sejenak keheningan tercipta antara keduanya, Debby menunggu hingga pramusaji selesai meletakkan pesanan ke atas meja dan pergi sambil menyiapkan bahasa sopan untuk diucapkan kepada sekretaris terbaik anaknya tersebut.

“Jessica, jadi tante mengajak kamu ketemuan karena tante ingin meminta bantuan sama kamu,” kata Debby hati-hati. Wajahnya mendekat dengan sikap tubuh condong ke depan. Dia berharap suaranya tidak terdengar sampai ke meja yang terletak di samping mereka berdua.

“Silakan Tante, semoga saya mampu membantu,” jawab Jessica sambil meneguk minumannya.

Batin gadis itu sebenarnya cukup penasaran dan juga gelisah. Hal apa yang membuat wanita cantik di hadapannya itu terlihat sangat canggung juga gelisah. Apa ada urusannya dengan Daniel, si Bos perfeksionis itu? Jessica hanya bisa menduga-duga.

“Jadi gini, tapi tolong rahasiakan ini dari semua orang kantor, ya? Tante akan memberikan komisi besar soal ini,” ucap Debby dengan sebuah tekad menyelesaikan masalah anaknya.

“Iya, Tante,” sahut Jessica mendadak bahagia.

Kata ‘komisi besar’ sudah tentu sangat menggoda bagi Jessica. Ia masih butuh uang extra guna segera melunasi cicilan utang dan mobilnya. Akan sangat menyenangkan bila lunas bulan depan sekaligus resign dari pekerjaannya dengan perasaan tenang.

“Kemarin peringatan meninggalnya nenek Daniel dan saat itu juga pembacaan surat wasiat dilakukan.” Wajah Debby berubah serius, tetapi murung.

Jeda dari ucapan Debby membuat Jessica menahan napas, otaknya bahkan sempat ‘traveling’ dan menduga bahwa dirinya masuk ke dalam daftar penerima warisan. Namun, kemudian dengan gigi gemeretuk gadis itu menyadarkan diri bahwa pikiran itu hanya bentuk kebodohan. Mana mungkin, batinnya kesal sendiri.

”Tante tidak menyangka kalau syarat untuk mendapatkan warisan itu dengan menyertakan bukti akta pernikahan Daniel.” Debby memandang Jessica dengan wajah sedih.

Mendengarkan penuturan Debby, tentu saja Jessica membelalakkan mata dengan tegukan ludah yang terasa kering. Dia tidak menyangka Daniel akan tertimpa masalah seperti itu.

“Mana ada yang mau menikah sama pak Daniel, Tante,” lontarnya tanpa sadar.

“Hah?” sahut Debby kaget.

“Maksud saya ... hahaha,” Jessica mengibaskan jemari tangannya, mendadak kesal pada mulutnya yang kelepasan kontrol. “Ehm, jadi maksud saya gini, Tante. Sejak saya menjadi sekretaris pak Daniel, beliau tidak pernah berkencan dengan wanita mana pun, Tante Debby,” ralat Jessica sambil menundukkan kepala, tidak berani memandang sama sekali ibu dari bosnya itu. Ia merutuki mulutnya yang kelewat menceplos. Dalam hati ia berdoa agar ibu pak bos itu tidak tersinggung. 

“Nah, ‘kan bener. Bukan Cuma tante aja yang mikir kalau sifat Daniel itu terlalu arogan, dingin, dan ketus. Hemm ... tante pusing mikirin masalah ini seharian.” 

Jessica melongo, tidak menyangka ternyata Debby tidak marah dan malah memiliki pemikiran yang sama dengannya. Sambil masih menunduk dan sesekali melirik Debby, Jessica meneguk air putih di hadapannya.

“Kita makan sambil bicara,” ajak Debby mulai menyendok makanannya. “Kita berdua harus memikirkan jalan keluar ini bersama-sama.”

Jessica mengangguk canggung kemudian ikut menikmati hidangan yang menurutnya enak. Sayang sekali, porsinya terlalu kecil untuk jiwa makannya yang besar. Untuk menjaga agar mulutnya tidak lagi salah bicara, dia memutuskan untuk bicara kalau diberi pertanyaan saja.

“Jadi, Daniel selama ini tidak pernah berkencan?” tanya Debby setelah menelan makanannya.

“Sejak putus dari tunangannya, Pak Daniel tidak lagi berkencan dengan siapa pun, Tante,” jawab Jessica dengan wajah serius, mengamati wajah Debby yang semakin muram.

“Aku tidak menyangka Daniel akan terluka begitu dalam. Padahal dari awal tante sudah memperingatkan Daniel kalau wanita itu hanya akan mencampakkannya seperti ini. Dia perempuan materialistis,” ucapnya sendu.

“Pak Daniel terlalu sempurna untuk menerima perlakuan seperti itu, Tante,” sahut Jessica yang sangat berlainan dengan hatinya. Dalam hati, Jessica sendiri juga bakal meninggalkan pria yang dingin dan tidak berperasaan seperti Daniel. Dia sendiri kuat bekerja dengan Daniel juga demi uang.

“Iya, aku sebagai ibu rasanya sedih. Di saat usianya sudah tiga puluh lima tahun, kenapa pula dia belum menikah. Kalau aku tiba-tiba mati tanpa pernah merasakan menimang cucu bagaimana?” keluh Debby sedih, wanita yang kini sudah berusia enam puluh tahun itu mengesah kasar. Mau tak mau Jessica hanya bisa diam seraya menghela napas dalam.

“Jadi, Tante meminta bantuan apa sama Jessica?” tanya Jessica hati-hati.

Dia tidak bisa terlalu lama duduk, makan porsi kecil sementara mendengarkan curhat seorang ibu mengenai anak seperti Daniel baginya cukup menguras emosi dan tenaga. Perutnya masih lapar.

“Oh, iya sampai lupa. Tante minta bantuan kamu untuk mencarikan jodoh untuk Daniel. Pasangan yang cocok untuk putra satu-satunya tante,” jawab Debby penuh harap.

“Hah? Mencarikan jodoh?” ulang Jessica membelalak. Dia berharap sudah salah dengar.

Jessica menggerutu dalam hati. Kalau dia saja merasa pak bosnya seorang monster, mana mungkin dia bisa mencarikan istri, atau setidaknya merekomendasikan kepada seorang wanita jomlo yang bersedia menikah. Jessica merasa kesal bukan main.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status