Share

Mata Duitan

“Bapak duluan saja,” ucap Jessica tersenyum sopan, mempersilakan Daniel untuk mengutarakan lebih dulu apa yang ingin disampaikan padanya.

“Ok, ini soal malam itu. Saat aku mabuk. Astaga! Katanya Reno mengalihkan tanggung jawabnya padamu untuk mengantarku pulang, ya? Bedebah itu sangat kurang ajar,” rutuk Daniel seraya berdiri dari tempat duduk dengan dua telapak tangan mulai menelusup ke dalam saku celananya lalu berjalan mendekati meja Jessica yang kini menatapnya penuh minat.

Sama seperti biasanya, Bos Daniel selalu menciptakan atensi kuat dan tidak menyukai pengabaian. Semua yang berhadapan dengannya harus fokus menyimak karena pria itu tidak akan pernah mengulang apa yang disampaikan apabila kurang jelas. Jessica hafal sifat itu bahkan sampai di luar kepala.

“Jadi ... apa kamu benar-benar serius ingin mengundurkan diri?”

Jessica mencelus, membulatkan bola mata tidak percaya pada apa yang ditanyakan bosnya. Kasus mabuk dan berhasil mengantarkan pulang yang seharusnya mendapat apresiasi, kenapa malah menanyakan hal yang berada di luar konteks pembicaraan awal? Perempuan itu merasa bingung sendiri. Baginya ini merupakan sikap Daniel di luar kebiasaan.

“Soal pengunduran diri, saya serius lebih dari sekadar serius, Pak,” jawab Jessica dengan wajah dibuat setenang mungkin.

Daniel membaca kekuatan di mata sang sekretaris seolah tak akan tergoyahkan. Pria itu berdiri persis di tengah ruangan, menghadap meja Jessica yang masih setia menunggu kelanjutan apa yang ingin dia sampaikan. Daniel pun mengangguk tidak yakin.

“Kenaikan gaji pasti tidak akan membuatmu memikirkan ulang keinginan itu, 'kan?” ucapnya seolah mengkonfirmasi.

“Tidak, maaf. Segala cicilan utang saya sudah hampir lunas jadi—”

“Apa aku boleh tahu, alasanmu apa kali ini? Yah, setidaknya aku punya gambaran penyelesaian selain uang. Padahal selama ini aku tidak membebani kamu dengan pekerjaan sulit.”

“Tidak sulit, Bos ... tapi merepotkan,” batin Jessica mengerutkan bibir.

Jessica mengalihkan pandangannya dari Daniel. Sungguh, intimidasi sang bos yang biasa dirasakan selama ini. Namun, seolah mendapatkan secercah angin segar, dia akan memanfaatkan momen ini.

“Karena saya ingin merasakan uang jerih payah saya selama ini dengan jalan-jalan dan mencari jodoh,” jawab Jessica sedikit kikuk saat kata jodoh malah meluncur tanpa perencanaan lebih dulu.

“Oh, jodoh!” komentar Daniel sambil tertawa kecil. “Astaga!”

Entah kenapa, kata jodoh malah membuat Daniel memikirkan kembali masalah yang membebaninya hingga mabuk kemarin malam. Rasanya sangat memalukan bila mengingat bagaimana ibunya murka dan menyiramnya dengan air dingin karena sudah bicara melantur ke mana-mana sepanjang malam. 

Setelah mengembus napas pria itu kembali ke mejanya tanpa mengatakan apa pun lagi. Jessica hanya bisa melongo dibuatnya, tapi tidak bisa berkata apa-apa.

“Gila, kupikir dia akan memberiku ucapan terima kasih dan bonus. Huh, ternyata,” lirih Jessica menggerutu seraya lagi-lagi menatap ke arah ponsel yang kini mengeluarkan notifikasi pesan masuk. Nama Mommy Boss yang terpampang membuat gadis itu mendadak lemas.

Jessica mendengkus, rasanya sangat bingung bagaimana cara menjalankan rencana membawa Daniel pergi ke acara kencan itu tanpa dimaki-maki. Villa mewah begitu menggoda imannya. Bila sampai bisa memiliki hunian itu, alangkah sempurnanya hidup setelah resign nanti, pikirnya senang. Wajah Jessica bersemu merah membayangkannya.

Daniel tanpa sadar menoleh pada Jessica yang menerawang sambil senyum-senyum tidak jelas hanya bisa menggelengkan kepala aneh. Sungguh, kegilaan yang dianggap sama dengannya. Tanpa pikir panjang dia pun membuat bola-bola kertas dari berkas yang membuatnya kesal lalu melemparkannya ke arah sang sekretaris hingga membuat dia terkejut bukan kepalang. Jessica buru-buru menoleh pada Daniel dengan mata membelalak dan wajahnya gelagapan.

“Kamu melamunkan apa?” tanya Daniel dengan suara tidak menyenangkan, seperti biasa.

“Ah, maaf. Tidak ada,” balas Jessica merapikan diri seraya menarik bola-bola kertas yang mengenai keningnya lalu menggelinding ke lantai di bawahnya. Dia agak kesusahan karena roknya yang sepan cukup mengganggu pergerakan.

“Kalau kira-kira aku memberikan bonus untuk apresiasi malam itu, kamu mau minta apa?” tanya Daniel seraya mengalihkan pandangannya dari Jessica. Entahlah, dia merasa hari ini sekretarisnya terlihat sangat anggun dan cantik. Ya, untuk pertama kalinya dia melihat salah satu tangan kanannya itu sebagai perempuan, bukan karyawan.

Jessica langsung mendongak. Sebagai perempuan yang mata duitan tentu kata bonus terasa dahsyat menyentuh debar jantungnya. Dia merasa sangat antusias sekali. Setelah memperbaiki posisi duduk, gadis berusia dua puluh tujuh tahun itu pun menatap Daniel dengan wajah berseri-seri.

“Maksud Bapak bonus bagaimana, ya?” pancingnya pura-pura tidak jelas.

“Ya, kamu tinggal bilang mau bonus apa? Bentuk uang atau barang?” jelas Daniel duduk santai dalam posisi bersandar pada punggung kursi kerja. Mata pria itu lurus menatap Jessica penuh perhitungan.

Jessica meneguk ludah. Sangat menyenangkan bila posisinya sedang di atas angin seperti ini. Lagi-lagi ancaman pengunduran diri yang membawa ketakutan dalam diri sang bos. Huh, hati Jessica seolah sedang diinginkan dan itu cukup membuatnya percaya diri.

Jessica memilah-milah apa yang harus dia kemukakan. Daniel tipe pria yang akan melakukan apa yang dia ucapkan seberat apapun itu. Sifat yang membawa kecemasan dalam beberapa hal tentunya bila berurusan dengan pria itu dalam arti permusuhan. 

'Jes, jadi gimana? Kamu bisa bawa Daniel ke restoran yang sudah aku share tadi alamatnya? Bonus uang sebesar tiga juta akan aku transfer segera, ini di luar kesepakatan awal. Bagaimana? Kalau Daniel berhasil datang, akan aku tambah dua juta lagi.'

Jessica meneguk ludah saat mengamati pesan dari Mommy Boss yang baru masuk dan membacanya dengan seksama. Dia pun mulai menyusun rencana. Setelah membalas tatapan Daniel, Jessica pun berdeham untuk menetralkan ketegangan yang sempat tercipta.

“Jadi, bonus yang akan saya sebutkan ini tidak akan ditolak Pak Daniel, 'kan?” tanya Jessica memastikan nasibnya aman. Bonus dobel harus didapatnya demi kehidupan pasca resign yang sempurna.

“Tentu saja. Kamu pikir aku akan main tarik-ulur janji, apa?” balas Daniel setengah mendengus.

Jessica langsung memasang wajah malu. Sifat mudah tersinggung itu salah satu kelemahan Daniel hingga beberapa kali berurusan dengan lawan bisnisnya.

“Ok, Jessie. Saatnya dobel missi,” batin gadis itu seraya meletakkan ponselnya ke atas meja lagi.

“Ehm, bisakah Bapak temani saya makan malam di restoran ....” Gadis itu mengecek nama restoran yang dikirimkan Mommy Boss sebelum akhirnya memandang wajah sang bos yang cukup terkejut dengan permintaannya, Jessica dibuat menahan napas.

“Kamu yakin hanya minta ditemani makan malam dan bukan permintaan yang lain? Bonus uang misalnya?” tanya Daniel berjingkat dari posisi santainya. “Kamu itu mata duitan, lho,” tambahnya membuat wajah Jessica merah padam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status