35. Apa yang Ibu bicarakan? (Bagian B)Kalimat dan tatanan bahasa yang dia ucapkan sungguh tidak dapat ku mengerti, karena mungkin saja dia sedang salah tingkah. Karena saat ini sedang dipandang begitu lekat oleh cinta pertamaku."Sudah-sudah, kenapa jadi membahas dan berdebat hal yang tidak penting begini? Ya sudah, ayo, Pak! Kita pamit pulang. Bukannya tadi Bapak bilang orangnya sudah dalam perjalanan, ya? Ndak enak nanti kalau orang yang udah janjian ketemu sama kita, malah menunggu lebih lama. Biasakan untuk tepat waktu jika sudah mempunyai janji dengan seseorang!" timpal Ibu seraya beranjak dari tempatnya duduk. Ibuku itu pun bergegas mengambil piring-piring kotor yang sudah terkumpul untuk dibawa ke wastafel, sehingga tiba-tiba saja ibu mertuaku pun melarangnya."Sudah, Besan. Taruh saja itu ke atas wastafel. Ndak usah dicuci, biar nanti saya yang akan menyelesaikan. Lagipula saya juga tidak capek dan tidak ada keperluan apa-apa. Sudah, cepat sana temui orangnya. Bener kata Bes
KUBELI KESOMBONGAN, GUNDIK SUAMIKU36. Ancaman! (Bagian A)"Tolong matikan dulu ponsel mu itu, Rengga! Karena ucapan Ibu ini nanti begitu serius, sehingga kalian berdua harus menyimak dengan baik-baik! Ini juga akan menyangkut harga diri Ibu sebagai penerus dari generasi ningrat yang sudah disematkan oleh nenek moyang. Jadi, tidak bisa kalian abaikan begitu saja!" kata Ibu mertua seraya melotot ke arah Mas Rengga. Tumben! Biasanya Ibu selalu memanggil suamiku dengan sebutan 'Le' atau kadang Raden Mas. Namun, sungguh berbeda dengan kali ini karena Ibu hanya memanggil dengan sebutan Rengga saja. Hal itu malah membuatku penasaran sekaligus ketar-ketir karena tak biasanya."Nggeh, Bu!" sahut Mas Rangga dengan tegas. Dia pun memasukkan ponselnya ke dalam saku celana yang dia kenakan. Aku hanya meliriknya sekilas, biasanya dia akan menyuruhku untuk meletakkan ponsel itu di atas meja atau di mana saja sesukaku menyimpannya. Namun, berbeda dengan kedatangannya kali ini. Dia lebih suka memeg
37. Ancaman! (Bagian B)"Loh, kok Ibu malah nyambung ke halal dan haram? Memangnya makanan hehe!" celetuk Mas Rengga seraya cengengesan, seolah Ibu tengah mempertontonkan sebuah dagelan. Aku pun mengernyitkan kening, merasa heran dengan sikap Mas Rangga. Karena memang tidak ada hal yang lucu di pembicaraan kami kali ini, bahkan menurutku ... Ibu sedang serius membicarakan sesuatu, terlihat dari wajahnya yang tegang!"Kenapa kamu tertawa? Apa ada yang lucu?" tanya Ibu seraya menaikkan satu alis. Dia menatap suamiku dengan tajam."Eh, nggak, Bu. Maaf, Rengga pikir ya, kan, kita sedang bahas bahagia. Kok rasanya aneh, tiba-tiba nyambung ke barang haram dan halal!" sahut Mas Rengga sembari tersenyum. Sempat-sempatnya, dia memamerkan barisan gigi di saat kondisi serius begini. Aku tak habis pikir."Karena semuanya ini nanti akan saling berkesinambungan. Sekarang Ibu mau tanya, tolong kalian pikirkan baik-baik! Apa bedanya seseorang yang mengatakan daging babi haram untuk dimakan, tapi mal
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU38. Telepon di saat yang tak tepat! (Bagian A)“Apa bagaimana maksud kamu, Key? Jangan ngada-ngada, deh, kamu! Suka sembarangan kalau ngomong!" ujar Mas Rengga yang malah melotot kan bola matanya ke arahku. Aku pun hanya tersenyum miring, sedangkan Ibu kini seakan minta jawaban atas seruanku baru saja."Apa maksudnya, Key?" tanya Ibu ikut-ikutan kaget. Hampir saja Ibu terlonjak karena kaget."Ada niatan mungkin, Bu. Maksud aku!" sahutku dengan wajah tenang. Belum, aku rasa belum saatnya membongkar dan memberitahu Ibu. Karena aku sendiri pun tidak bisa menjamin, apa yang akan terjadi pada kehidupan ku selanjutnya. Lagi pula, aku sendiri juga belum mendapatkan bukti yang valid atas kedekatan Mas Rengga dengan Risa. Sejauh ini hanya bukti pesan singkat yang dikirimkan Risa kepada Mas Rengga, juga pengakuan darinya secara terang-terangan. Untuk bukti dari Mas Rengga sendiri pun, aku belum menemukan apa-apa. Jadi, setidaknya aku harus sabar dan menunggu
39. Telepon di saat yang tak tepat! (Bagian B)"Eh, nggak, Bu. Keysa lanjut menyimak!" tugasku cepat."Iya, sekali lagi Ibu tekankan ... bahwa nikmat kepuasan yang sesungguhnya itu adalah, nikmat milik mereka yang halal. Karena yang halal, dalam pemenuhannya akan mendapat ridho dan pahala dari Allah subhanahu wa ta'ala. Jangan salah, lho! Di dalam kemaluan kalian masing-masing itu ada sedekah dan juga pahala. Jadi, jangan ragu, untuk menempuh ibadah dengan niat mencari pahala sebanyak-banyaknya!" kata Ibu seraya menyeringai."Iya, Bu!" sahut Mas Rengga seraya menggigit bibir bawahnya."Tapi, Bu ... jika di dalam kemaluan istri sah, isinya pahala? Lalu, di dalam kemaluan pelakor isinya apa?" tanyaku yang kini memasang wajah polos."Keysa! Ada-ada saja kamu ini yang ditanyakan!" seru Mas Rengga berusaha menegurku."Lah, apa, sih? Aku kan hanya bertanya karena memang nggak tahu!" balasku sembari mengedikkan bahu."Di dalam istri sah, isinya pahala. Kalau di dalam kemaluan pelakor ... t
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU40. Tangisan Ibu! (Bagian A)"Kenapa malah bengong begitu? Ayo, cepat angkat! Keburu nanti temanmu itu tidak sabar, loh!" kata Ibu seraya mengacungkan tangannya ke wajah Mas Rengga. Matanya menyorot dengan tajam, dia terlihat memicingkan mata beberapa kali, untuk memastikan bahwa Mas Rengga mau menuruti perintahnya dengan segera."Nggak kok, Bu. Nggak apa-apa. Nanti jika memang dia perlu sesuatu, atau mungkin ada keperluan yang mendesak juga dia akan menelepon kembali!" sahut Mas Rengga sembari menutupi kegugupannya. Sebagai seorang istri yang sudah menemaninya beberapa tahun belakangan ini, membuatku paham bahwa suamiku itu kini tengah terlihat khawatir. Wajahnya yang terlihat gugup, matanya yang seakan memandang dengan tatapan kosong, hidungnya yang kembang kempis seolah sedang menunggu satu kabar dari seseorang. Serta bibirnya yang terkadang dia gigit dengan singkat, dan berkomat-kamit seperti mengucapkan kalimat tertentu. Mas Rengga benar-benar
41. Tangisan Ibu! (Bagian B)"Atau mungkin saja aturan dan juga ketetapan terbaru untuk abdi negara itu berubah? Sehingga Ibu belum mengikuti perkembangannya?" tanya Ibu dengan wajah yang begitu penasaran. Dan Mas Rengga pun hanya menjawab dengan senyuman yang begitu tipis."Please, Ibu. Rengga mohon, hargailah privasi dan juga keputusan Rengga kali ini, karena ini semua menyangkut perihal pekerjaan. Jadi Rengga mohon maaf, kalau harus menerima panggilan telepon di luar. Siapa tahu ada sesuatu hal yang penting, yang memang tidak boleh diberikan atau dibocorkan kepada orang lain tentang informasi tersebut. Karena memang, biasanya pun, jika ada pemberitahuan mendadak seperti ini. Maka itu tandanya ada beberapa informasi yang begitu penting dan bisa jadi ... perlu untuk dilindungi!" kata suamiku dengan nada tegas. Sembari berlari kecil, Mas Rengga pun meninggalkan kami dengan segudang pertanyaan. Ibu pun mendelik, baru saja dia hendak berdiri karena menyusul Mas Rengga. Namun, dengan c
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU42. Rencana Keysa (Bagian A)Setelah mengantarkan Ibu ke kamar agar dirinya bisa beristirahat, aku bergegas masuk ke dalam kamarku sendiri. Ruangan dengan wallpaper batu-bata berwarna terracotta ini cukup membuatku merasa sedikit tenang. Aku memikirkan kembali semua kata-kata Ibu. Memang, jika dilihat dari gaya bicara dan juga gerak-geriknya beberapa waktu ini, Ibu sepertinya sedang mencoba menutupi sesuatu. Tapi, entahlah. Aku sendiri tidak ingin menerka-nerka. Ku ambil infused water di atas meja riasku. Aku memang rutin mengonsumsi minuman sehat dan menyegarkan itu, setidaknya dua kali dalam sehari. Agar tidak lupa, aku selalu mempersiapkan nya setiap pagi, lalu meletakkan sebagian di atas meja rias. Segera saja kutenggak hingga hampir setengah. Aku memilih duduk di sisi ranjang, sembari menghabiskan air resapan buah lemon dan jeruk nipis yang kini tinggal sedikit. Semenjak aku mendonorkan satu ginjal sebelah kiri untuk Mas Rengga, aku diwajibk