KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU90. Masuk Lambe Julid (Bagian A)Aku langsung saja mencegat taksi offline yang suka sekali berkeliaran di wilayah ini. Hatiku rasanya puas, menikmati adegan tadi. Bahkan selama di perjalanan pulang pun aku hanya senyum-senyum sendiri jika mengingat ekspresi wajah Risa yang lucu tadi.Setelah membayar taksi, aku turun dan langsung masuk ke dalam rumah. Cukup lama ternyata aku keluar, memakan waktu hampir tiga jam. Padahal aku rasa, belum ada satu jam tadi bertemu dan mengobrol dengan Risa. Mungkin karena lokasi yang lumayan jauh dari rumah, sehingga membutuhkan waktu satu jam lebih hanya untuk pulang pergi. Belum lagi drama mobil yang kempes di pinggir jalan tadi. Ya sudahlah, aku juga belum mendapatkan kabar tentang kondisi mobilku. Apa aku salah memberikan nomor telepon pada mereka? Sialnya aku juga nggak tahu, di mana mobilku dibetulkan. Biarlah, nanti aku akan mencoba menghubungi call center lagi, untuk sekedar memastikan.Setidaknya, aku merasa
91. Masuk Lambe Julid (Bagian B)Aku langsung saja masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan tubuh lalu mengganti pakaian. Saat keluar dari kamar mandi, aku lihat Ibu sudah keluar dari kamar. Mungkin dia beristirahat.Aku berjalan menghampiri Mas Rengga yang sedang tertidur pulas. Aku menatap wajahnya, sembari berpikir.Apa mungkin, suamiku ini betul sudah mengkhianati ku di belakang? Apa alasannya kira-kira?Pikiran menari-nari di kepala. Tak bisa mencerna dengan jernih. Setelah tersadar, aku buru-buru mengembalikan ponsel Mas Rengga. Setelah menghapus seluruh percakapan bersama dengan Risa tadi, dan tak lupa memblokir nomor barunya serta. Jadi, setelah ini urusan Risa menjadi denganku, bukan dengan Mas Rengga lagi.Aku segera turun ke bawah, bersiap makan. Ku lihat Ibu ternyata masih berada di sofa sembari menikmati sepiring ubi rebus. "Bu, kenapa nggak istirahat aja? Ibu makan? Ini Keysa mau makan dulu, ya!" pamit ku yang langsung saja duduk di meja makan."Wes makan o dulu, Ibu ma
92. Masuk Lambe Julid (Bagian C)Ibu terlihat berpikir, lalu menghembuskan napas panjang. Hal itu malah membuatku semakin takut saja, aku takut Ibu marah dan jadi berbalik menyalahkan tindakanku yang gegabah."Nggak papa, Key!" Hanya itu yang keluar dari bibir Ibu, tapi tetap saja belum bisa membuatku merasa lega."Apa yang kamu lakukan itu sudah benar, kamu berhak untuk melakukannya, dan dia memang pantas untuk mendapatkannya," ujar Ibu seraya mengedikkan bahu.Kini, malah gantian aku yang melongo, hampir tak percaya dengan tanggapan yang diberikan oleh Ibu."Maksud Ibu? Jadi, Ibu nggak marah sama Keysa?" tanyaku tak yakin. Bahkan, aku sampai beberapa kali mengerjapkan mata."Iya, nggak papa. Itu bahkan belum seberapa. Perempuan itu harus tegas, diam bukan berarti lemah. Dan ndak selamanya diam itu akan dinilai sebagai emas. Sudah ndak zamannya. Ndak usah merasa bersalah. Itu sudah bagus, cukup untuk pembukaan, setidaknya dia tahu bahwa kamu sudah berusaha untuk memperingatkan dengan
93. Masuk Lambe Julid (Bagian D)Aku pun setuju, dengan begitu aku tidak perlu bolak-balik dan berkeliling di jalanan lagi hanya untuk memgambil mobil yang sudah selesai diperbaiki.Aku hanya tinggal menunggu di rumah, menanti mobilku datang dan membayar sesuai dengan tagihan yang sudah disepakati.Kulihat Mas Rengga masih saja terlelap, aku tak tahu dia sakit apa sebenarnya. Aku memutuskan, jika esok hari masih panas, maka aku akan segera membawanya ke Rumah Sakit saja. Aku juga merasa khawatir padanya.Setelah selesai melihat kondisi Mas Rengga, aku turun ke bawah untuk menemani Ibu dan mengobrol dengannya."Keysa hanya takut, Bu, jika nantinya kejadian ini akan merusak citra Keraton dan membawa identitas Keysa sebagai menantu. Sebenarnya juga Keysa nggak tahu, bagaimana jika berita ini viral nantinya. Tapi, selama belum ada bukti, ya, Keysa akan anggap saja Risa sebagai perempuan yang halu, begitu kan ya?" tanyaku meminta saran pada Ibu."Sudah, nggak usah terlalu kamu pikirkan. Su
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU94. Rengga Ragu (Bagian A)Aku bingung, sama sekali nggak menyangka akan se-dahsyat ini postingan yang dibagikan oleh seseorang.Aku sudah mengira, bahkan sudah memperhitungkan apa saja kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, andai video tadi tersebar. Tapi, sungguh aku tidak akan pernah mengerti, bahwa respon dari netizen bakal seantusias ini.Tanpa sadar, aku berjalan melangkah perlahan menghampiri Ibu, lalu duduk di sampingnya. Mataku masih menatap layar ponsel dan membaca semua komentar yang bertubi-tubi membanjiri postingan tersebut. Hampir sembilan puluh persen, mereka pro padaku, mendukung dan bahkan hingga mengumpat dan menandai akun Risa. Tapi, lima persen lagi seperti membela Risa, yang malah berujung diserang oleh netizen dan menuduh sebagai pendukung pelakor. Dan yang lima persen sisanya lagi, tampak netral dan mendoakan agar semua terselesaikan dengan cara baik-baik. Jujur, saat ini pun tanganku gemeteran. Aku juga tidak menyangka,
95. Rengga Ragu (Bagian B)Masalahnya, mereka mengundangku untuk datang bersama dengan Risa. Agensiku pun bilang, bahwa aku harus segera meluruskan masalah ini, satu-satunya ya, dengan datang dan muncul langsung bersama dengan Risa. Tak ada pilihan lain, itu pun jika aku masih menginginkan karirku di sosial media aman dan kembali tenang seperti semula. Jika tidak, atau menunggu berita meredup. Mungkin akan semakin banyak netizen yang bertanya-tanya dan merasa tidak puas. Lalu mereka mulai meninggalkan ku dan akhirnya akunku akan sepi dari tawaran atau job-job lainnya."Kenapa lagi? Memang susah jika harus berurusan dengan publik. Apalagi kamu seorang wanita penebar inovatif di kalangan perempuan lain. Mau atau tidak, cepat atau lambat, ya harus mau muncul. Atau kalau tidak, kamu bisa datang bersama dengan Rengga. Tapi, itu nanti. Setelah Rengga pulih, kasihan dia jika tertekan dan menjadi jatuh sakit. Sepertinya, Ibu rasa kalian memang harus segera bertemu bertiga. Untuk meluruskan
96. Rengga Ragu (Bagian C)Aku tercekat, rupanya dada ini masih saja berdegup dengan cepat saat dia memperlakukan ku sehangat ini. Namun, dengan perlahan, aku mulai menarik tanganku kembali.Mas Rengga malah semakin mengeratkan genggaman tangannya."Di sini saja, Key. Jangan pergi!" ujar Mas Rengga dengan suara lirih.Aku kembali terdiam, dan akhirnya berujung pasrah merelakan tanganku dalam dekapannya.Menjelang Magrib, Mas Rengga terbangun. Sehingga mau tak mau membuatku terbangun pula. "Bisa jalan, Mas? Mau mandi?" tanyaku saat melihat dirinya mulai menurunkan kedua kaki dari tempat tidur. Gerakannya lemah sekali hingga membutuhkan waktu sedikit lama hanya untuk menapakkan kaki di atas lantai."Sudah, kamu istirahat saja. Kasihan kamu capek! Aku cuma mau buang air kecil," pamitnya dengan seulas senyum. Wajahnya masih terlihat sedikit pucat. "Biar aku bantu!" Aku langsung beranjak turun dan memapahnya secara perlahan. Tangan Mas Rengga cukup berat berada di leher ku, namun dengan
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU 97. Obrolan (Bagian A) "Bagaimana bisa kamu menyiram suamimu sendiri seperti tadi, Key? Apa yang sudah dilakukan Rengga padamu?" tanya Ibu yang kini melirik ke arahku dengan pandangan menyelidik. Lalu, beralih menatap Mas Rengga. Tangannya dengan gesit membantu mengusap dada dan sebagian tubuh Mas Rengga yang terkena siraman air, Ibu juga yang sudah membantu suamiku melepaskan pakaiannya. Aku hanya mendengus kasar. Dadaku bergemuruh dan napasku mulai naik turun tidak stabil. Aku tahu, Ibu pasti tidak terima melihat aku bersikap seperti itu, dia akan mengira aku sudah berani kurang ajar kepada suami sendiri. Apalagi, Ibu tidak tahu, apa penyebabnya sehingga aku bertindak senekat itu. "Lebih baik Ibu tanyakan sendiri pada anak semata wayang Ibu! Maaf ya, Bu, Keysa sama sekali nggak bermaksud untuk kurang ajar pada Ibu, apalagi suami sendiri. Tapi, perkataan dan sikap Mas Rengga sudah berlebihan, dia keterlaluan!" ujarku dengan mata menatap tajam k