107. Klarifikasi (Bagian C)"Belum ada kabar, Miss. Mereka meminta mengirimkan email terakhir video itu dan tim akan segera menindaklanjuti untuk kesepakatan kerja sama kita nantinya. Tapi, semua ini nantinya akan membutuhkan banyak dana, Miss. Apa Miss merasa siap?" tanya Dewi yang kini menatap Risa dengan wajah penasaran."Apa kamu mulai meragukan kekayaan harta ku, Dewi?" tanyaku sembari menatapnya balik."Nggak, Miss. Bukan seperti itu sungguh. Hanya saja aku merasa sayang, hanya untuk masalah seperti ini saja, kamu hingga menggelontorkan uang hampir ratusan juta, Miss! Fantastis itu jumlahnya bagiku!" kata Dewi tampak bersemangat."Ya sudah, nggak usah banyak tanya. Cepat lakukan saja sesuai dengan perintah!" kataku sedikit tajam. Aku bertingkah laku seperti ini, bukan karena sombong, angkuh, dan segenap keburukan sifat-sifat lainnya. Tapi, semata-mata hanya untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. Aku terlalu rapuh dan lemah sebenarnya, tapi karena tuntutan hidup yang akhirny
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU108. Kejujuran Rengga (Bagian A)POV Keysa"Aku sudah membalas pesannya bahwa kita akan menghadiri semua skenario yang sudah dia buat. Untuk sementara, biarkan saja aku pura-pura untuk tidak tahu terkait hal ini. Biarkan Risa nyaman terlebih dahulu untuk menyangka bahwa kamu mencintainya," ujarku dengan tegas. Sebenarnya, aku sendiri juga belum sepenuhnya percaya. Aku membutuhkan beberapa orang untuk mendeteksi kebohongan yang dilakukan oleh Mas Rengga, aku tidak mau terjebak begitu saja dengan mudah. Walaupun di lain sisi aku juga paham sekali, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Mas Rengga sebenarnya orang yang cukup setia. Sebelum uang haram menyerang hingga membuatnya berubah seperti ini."Key, makasih banyak karena kamu sudah mau memberikan kesempatan lagi untukku. Aku nggak minta kamu buat melunasi hutang-hutangku, Key. Aku juga tidak peduli bahwa seandainya Risa nanti melaporkan aku dan hal itu membuat karirku hancur. Aku sungguh tak ped
109. Kejujuran Rengga (Bagian B)"Sudah berulang kali aku bilang, aku nggak masalah dengan dunia, aku nggak butuh tahta, jabatan dan lainnya. Yang aku butuhkan hanya Keysa, Keysa seorang!" kata Mas Rengga terdengar begitu nyaring di telinga."Nggak usah kita bahas tentang kita dulu. Yang penting sekarang, aku butuh jawaban. Bagaimana pertama kali kalian bisa bersama lalu terjerat hutang dengan jumlah fantastis dengannya?" tanyaku berusaha untuk mengorek segala informasi pada Mas Rengga."Awalnya, aku ingin mengikuti trading, seperti Yono, Kiswo dan lainnya. Memang membutuhkan deposit kecil awalnya. Sekitar lima juta. Dari situlah semua berawal. Deposit pertamaku kalah, sedangkan aku di dalam kapal butuh hiburan. Nggak mungkin kan dalam waktu dua puluh empat jam aku harus menghubungi kamu terus, melakukan video call denganmu terus, apa lagi kamu sibuk sekali dengan aneka pekerjaanmu di luaran sana. Aku memahami, awalnya. Tapi, semakin lama, aku semakin larut dengan dunia trading. Hingg
110. Kejujuran Rengga (Bagian C)Aku baru saja ingat, bahwa pertama kali Risa berani muncul untuk menginformasikan padaku, saat itu dirinya mengirimkan foto pergelangan tangan yang saling menggenggam. Dan itu cukup untuk membuat dadaku bergemuruh. Bagaimana bisa aku menganggap Mas Rengga dengan wanita sialan itu hanya sebatas berteman dan rekan, atau partner katanya? Mana ada partner saling menggenggam mesra seperti itu? Mana ada partner yang saling menguntungkan dalam kategori saling membahagiakan?Ah, kepalaku jadi berkunang-kunang sepertinya."Foto? Foto yang mana?" tanya Mas Rengga mengerutkan kening.Aku hanya menghela napas panjang, ku raih ponsel dan segera saja mencari kontak bernama Risa dalam aplikasi WhatsApp. Setelah menemukan, aku langsung mencari gambar pertama kali yang Risa kirimkan padaku.Setelah memperbesar ukurannya, langsung saja ku tunjukkan gambar dua tangan yang saling menggenggam itu pada suamiku yang dulu menjadi kecintaan. "Ini, apa kamu bisa menjelaskan,
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU111. Kegaduhan di rumah! (Bagian A)"Dia kenapa?" tanyaku tak sabar. Sungguh, menunggu Mas Rengga bercerita lengkap tentu membuatku gemas sekaligus ingin berkata kasar saja padanya."Iya, dia sempat mengancam. Mungkin terdengar seperti gurauan atau bahkan bisa jadi sebagai hal yang cukup membuat ku mencengkam saat itu. Aku kira dia berbohong. Jadi, ya, aku yang saat itu sedang sibuk berkumpul dengan teman-teman dan tak sengaja kehilangan sinyal di tengah lautan. Hanya menganggap ancaman Risa sebagai bualan belaka." Mas Rengga menjeda kalimatnya selama beberapa saat hingga kemudian dia meneruskannya kembali, setelah menghela napas panjang tentu saja."Sebenarnya aku juga tidak ada maksud untuk tidak merespon, apalagi berniat lari dan mengabaikan dia begitu saja. Toh, ya, aku juga tidak menghilang. Semua karena sinyal dan Risa nya saja yang terlalu berlebihan, menuntut agar aku selalu on time untuk membalas semua pesan-pesan singkat yang dia kirimkan.
112. Kegaduhan di rumah! (Bagian B)Tapi, aku juga penasaran dan ingin tahu. Sejauh mana Risa akan menempel dan berambisi pada suamiku? Sampai di mana tingkah kampungannya itu untuk mencoba menggoda suamiku, aku ingin tahu!"Kapan kita bertemu dengannya?" tanya Mas Rengga lagi. Dia memang belum fit, baru saja merasa enakan tubuhnya. Tapi harus dipaksa untuk menghadapi hantaman cobaan ini. Biarlah, bukankah semua ini terjadi juga karena dirinya yang memulai terlebih dahulu?"Aku belum tahu, dia akan mengirimkan waktu dan lokasinya segera. Nanti, setelah dia membalas, aku akan memberitahumu. Sebaiknya, saat ini kamu buka saja blokiran pada semua sosial media nya. Biarkan dia mencari dan memghubungimu. Berterus teranglah padanya bahwa kamu sakit. Aku hanya ingin tahu, apa reaksinya nanti? Itu juga akan membantuku untuk menjauhkan dia dari kamu. Aku harus cukup mempunyai bukti-bukti jika ingin menghempaskannya dari rumah tangga kita. Aku juga nggak akan segan untuk mempermalukannya lagi.
113. Kegaduhan di rumah! (Bagian C)"Aku mau turun ke bawah, ada petugas sedang antar mobil. Kamu mau ikut ke bawah, atau tetap di sini saja?" tanyaku yang kini sudah siap dengan gamis instan dipadukan dengan jilbab senada. Mas Rengga tampak berpikir sejenak, sebelum kemudian mengangguk untuk mengiyakan ajakan ku."Aku ikut turun aja di bawah. Sudah bosan rasanya pemandangan yang dilihat cuma meja rias, lemari dan kamar mandi!" jawab Mas Rengga."Oke, ayo turun ke bawah! Kasihan mereka sudah menunggu lama!" ajakku yang langsung saja menggamit lengannya agar segera beranjak turun."Kenapa mobilmu sampai dibawa oleh Petugas? Kamu habis dari mana? Kampus? Tumben, nggak pamit dulu. Kamu nggak kenapa-kenapa kan?" tanya Mas Rengga bertubi-tubi."Alhamdulillah, aku nggak kenapa-napa kok. Tadi mobilku ban nya kempes, tapi aku udah telepon petugas buat tolong dan perbaiki. Baru selesai sekarang, itu diantar di bawah!" jawabku dengan jujur."Syukurlah kalau begitu. Terus kamu pulang naik apa? T
114. Kegaduhan di rumah! (Bagian D)Sudah keluar dari topik saja itu pembahasan! Membuatku salah tingkah, antara menuruti atau tidak nanti malam."Ya sudah, ayo kita makan malam dulu. Tadi Ibu mengolah sup dan goreng ayam, masak yang ada di dalam kulkas mu saja. Yang penting kenyang, makan seadanya!" ujar Ibu dengan wajah serius. "Tejo biarkan dia tiduran di sofa, capek dia habis menempuh perjalanan jauh!"Aku mengerutkan kening, jika makan sayur sup makaroni dengan ayam goreng dikatakan sebagai makan seadanya, lalu yang mewah bagaimana? Oh, jelas, aku paham betul. Mengingat Ibu mertuaku itu orang istimewa, alias bukan wanita sembarangan. Jadinya ya, sudah biasa menganggap seperti itu.Saat asyik makan, tiba-tiba saja ponsel Ibu berdering. Ibu yang fokus dengan suapan dalam mulutnya pun sontak langsung meletakkan sendoknya di atas piring, meminum segelas air putih dan beranjak ke kamar untuk mengambil ponselnya yang berbunyi. Sedangkan aku dan Mas Rengga kembali asyik menikmati santa