Share

02. Sindiran

"Kenapa Dek, kok senyam-senyum begitu, ada yang salah dengan Abang?" tanyanya seketika.

"Ayu, senang Abang mau ceramahi mereka, sekali-kali mereka harus tahu juga posisinya, jangan mentang-mentang kaya mau seenaknya saja," gerutu Ayu sambil melihat suaminya dengan bahagia.

 

Ayu memberikan hadiah pernikahan itu yang sudah dipercantik dengan kertas kado yang murah di beli dari warung tempat sebelah rumahnya.

 

Semua memandang ke arah mereka yang hanya datang dengan pakaian yang sederhana, tak ada perhiasan yang dikenakan istrinya, bahkan alas kaki pun tidak sebagus yang mereka pakai dalam acara pernikahan keluarga.

 

Keluarga besar Ayu dan besannya sepakat memakai baju yang sama dari anak-anak sampai orang dewasa semuanya dapat, sehingga waktu di foto terlihat sangatlah indah.

 

Namun tidak bagi Rahayu dan suaminya, beserta Orang tua Rahayu tidak mendapatkan baju seragam, mereka beralasan lupa menjahitnya, maka mereka hanya memakai pakaian yang menurutnya pantas untuk dipakai.

 

Entah sengaja atau tidak Pak Sugimin dan istrinya dijauhi oleh keluarga besarnya lantaran memberikan izin dan restu kepada Rizki untuk mempersunting Ayu kala itu.

 

Semua tidak setuju bahkan kakak-kakak kandung Ayu tidak ada yang setuju kecuali kakaknya yang nomor dua, Bang Ridho.

 

Bang Ridho sangat memahami adik perempuan satu-satunya ini menikahi Rizki penjaga warung nasi padang itu.

 

Sayangnya Bang Ridho tidak bisa hadir dalam acara ini karena masih tugas di luar kota.

 

Entah firasat apa Orang tua Rahayu dan Bang Ridho yakin akan ketulusan cinta Rizki dan nasib adiknya akan berubah.

Mereka berjalan menyalami sang mempelai, tiba saat giliran menyalami mereka terlihat sangat risih dan enggan bersalaman dengan Ayu padahal dia adalah sepupunya sendiri.

 

Sikap Lia sangat berubah setelah mempunyai pacar orang kaya terlebih lagi hari ini mereka menikah seakan-akan Lia jijik mempunyai saudara sepupu seperti Ayu.

 

"Ya elah, kamu juga datang ke pernikahanku, aku sih nggak berharap kamu dan suamimu yang miskin ini datang, merusak pemandangan saja, tapi ya sudah lah karena ini hari pernikahanku nggak apalah, terima kasih ya kadonya walaupun murahan sih," ucapnya ketus.

 

"Iya nggak apa-apa murahan barangnya daripada jadi wanita murahan hanya untuk mendapatkan suami yang kaya harus jual diri dulu," sahut Ayu dengan santai.

 

Seketika Pakde Sukirman meradang atas perkataan Ayu barusan, bagaimana tidak tamu undangan yang datang bersalaman sedikit terperangah mendengar ucapan Rahayu tadi.

 

Lia hanya diam membisu, ingin marah tetapi itu kenyataannya, ingin berbohong tetapi Rahayu pernah memergoki mereka sedang berduaan di tempat yang sepi.

 

"Apa maksud dari perkataanmu, kamu itu jangan menghasut anak saya, bilang saja kamu iri dengan anak saya yang mendapatkan suami kaya raya."

 

"Kamu tahu nggak suaminya ini lulusan terbaik seorang insinyur teladan, bentar lagi dia akan membangun mall terbesar di Indonesia, kurang apa coba, kalau suamimu nganggur lebih baik jadi tukang bangunan aja di proyek menantuku nanti , hahaha ..." sahut Pakde Sukirman yang membanggakan menantunya itu.

 

Saat ingin membalas perkataan Pakdenya, Rizki menahan istrinya agar tidak usah meladeni maupun melawan yang punya hajatan.

 

"Sudah dong Dek, nggak usah diperpanjang, lebih baik kita makan, kata Pakde mumpung gratis biar aja dia tambah sebel sama kita," jawabnya dengan tersenyum.

 

"Kamu itu aneh loh Bang, kita ini lagi di malu-malu in, dihina bahkan direndahkan sama keluargaku sendiri, eh malah kamu suka aneh banget deh!" gerutu Ayu sedikit berbisik di telinga suaminya itu.

 

Tiba Ayu mengambil makanan yang di hidangkan, banyak beraneka ragam sehingga dia bingung memilih makanan yang ia mau makan, karena sangat berbeda waktu mereka menikah hanya di hadiri beberapa kerabat saja dan terbilang sangat sederhana hanya satu menu makanan saja yaitu soto ayam.

 

Namun para tetangga banyak yang membantu sehingga yang tadi hanya soto ayam berkembang menjadi tiga menu makanan yang dihidangkan.

 

Para tetangga pun memang memaklumi keadaan seperti ini, namun Pak Sugimin dan Bu Yati sangatlah baik dan dermawan saat masih jayanya, maka mereka tak segan-segan membantu ala kadarnya sesuai kemampuan mereka, tetapi tidak dengan keluarga Ayu yang bersifat angkuh dan sombong.

 

"Bang, Ayu bingung mau makan apa?" tanyanya yang masih sibuk melihat makanan yang menggugah selera.

"Kalau Abang mau apa?" tanyanya lagi.

 

"Kalau Abang pingin makan sate ayam saja, kalau adik terserah mau makan mumpung gratis," godanya.

Bang Rizki ternyata mengambil makanan itu cuma tiga tusuk sate dengan lontong 5 biji ditambah kerupuk tiga biji.

 

Sedangkan Rahayu mengambil satu roti canai beserta karinya yang sudah dituangkan oleh penjaga makanan itu.

 

Mereka mencari tempat duduk yang kosong, tetapi tidak ada semua terpakai terpaksa mereka berdiri dulu menunggu giliran tamu yang sudah selesai makan.

 

Namun tidak ada yang memedulikan Ayu dan suaminya itu, bahkan keluarga Ayu tidak juga merespons hanya membuang muka, tetapi tidak dengan Pak Sugimin yang melihat anak dan menantunya seperti itu, lalu beliau mendatangi mereka dan menyuruh duduk di pojok gedung tempat Pak Sugimin dan Bu Yati duduk.

 

"Maafkan sikap mereka ya Nak, nggak apa-apakan duduk di sini saja daripada kalian makan berdiri?" tanyanya.

 

"Iya Pak, nggak apa-apa, terima kasih ya Pak, Bapak masih peduli sama kita," ucap Rizki kepada mertuanya itu.

"Saya justru yang minta maaf atas perlakuan keluarga saya, ya begini nasib, dulu waktu Bapak kaya semua keluarga sangat peduli sama kami, sering berkunjung ke rumah kami, tetapi setelah saya jatuh miskin begini dan mempunyai menantu seperti kamu, mereka menjauhi Bapak," jawabnya lesu.

 

"Namun Bapak nggak merasa kecewa dengan pilihan Rahayu, karena kamu memang laki-laki bertanggung jawab, sabar dan baik, yang penting kita mau berusaha dan ikhtiar dan berdoa pasti ada jalannya, yang penting sabar dan berusaha," nasehat Pak Sugimin untuk menantu baiknya itu.

 

"Iya Pak, saya janji suatu saat nanti jika kami ada rezeki, kami akan membahagiakan kalian berdua," ucap Rizki dengan tersenyum dan terharu dengan perkataan Pak Sugimin.

 

"Bapak sama Ibu ini sudah cukup bahagia melihat kalian anak-anak Bapak sudah menikah semua dan mempunyai tanggung jawab sendiri, yang penting kalian tetap akur biar bagaimanapun juga mereka adalah saudara -saudara kandung Ayu, beri mereka pelajaran yang dapat menyadarkan hati dan pikirannya karena rata-rata mereka silau dengan harta dan kedudukan," terang Pak Sugimin kepada menantu dan anaknya.

 

"Oh ternyata kalian di sini toh, bagus juga sih di sini jadi nggak ngerusak pemandangan," ucap Bang Lukman anak ketiga Pak Sugimin.

 

"Bang Lukman apa sih, kok ikut-ikutan benci Bapak sama Ibu sih?" tanya Ayu.

"Karena Bapak dan Ibu sudah mengizinkan dan merestui kamu menikah sama penjaga warung makan ini, kamu itu di sekolahkan tinggi-tinggi sampai kuliah gelar sarjana tapi kok nikahnya sama orang ini yang nggak jelas statusnya," ejek Bang Lukman dengan tatapan sinis.

 

"Namanya juga jodoh Bang?" sahut Ayu santai.

"Iya jodoh yang dipaksakan, padahal banyak teman kuliah mu atau teman Abang si Reno."

 

"Sekarang kami tahu nggak, si Reno sudah sukses punya perusahaan sendiri, coba kamu dulu nikah sama dia, hidupmu pasti enak," sindir Bang Lukman sambil menatap Rizki yang masih kelihatan tenang dan santai.

 

Namun tiba-tiba datang kakak Ayu yang ke empat Bang Reza membawa kabar bahwa akan ada kedatangan tamu istimewa dari keluarga Wiranata pemilik perusahaan yang mempunyai cabang di mana-mana.

 

Mendengar nama Wiranata disebut, Rizki pun terbatuk dan hampir tersedak dengan lontong yang ia makan.

 

Segera Ayu memberikan segelas air putih kepada suaminya.

"Abang kenapa kok tersedak gitu?" tanyanya khawatir.

 

"Nggak apa-apa kok," jawabnya sedikit gugup.

 

"Hahaha ... kenapa lu, baru dengar nama Wiranata saja sudah keringat dingin kaya gitu apalagi bertemu dengan orangnya, dasar udik!" hardik Bang Lukman mengejek.

 

"Sudah-sudah tinggalin mereka di sini ngapain ngurusin mereka, lebih baik kita persiapkan diri harus tampil menawan nih, kalau bisa kita minta foto sama penerus pewaris tunggal kerajaan Wiranata itu siapa tahu bisa jadi asistennya atau kerja di salah satu perusahaannya itu jadi pimpinan," sahut Bang Reza.

Mereka pun pergi meninggalkan mereka yang masih duduk dipojokkan dengan santai.

 

Namun tidak dengan Rizki yang masih gugup, siapakah utusan yang di kirim papahnya untuk menghadiri acara beginian?

 

"Kenapa kamu Bang, kaya gelisah gitu?"

"Maaf Dek, Abang kepingin ke toilet, di mana toiletnya ya?"

"Oh itu belok kanan lalu lurus saja nanti ketemu di ujung sana," ucap Pak Sugimin.

 

"Terima kasih Pak, saya pergi dulu ..."

 

 

 

 

 

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status