Rahayu kembali masuk ke dalam, dia menunggu Rizki, tetapi orang yang di tunggu tidak menampakkan batang hidungnya juga.
Terpaksa Ayu kembali keluar dan memastikan apakah mereka masih di sana atau tidak, namun nihil sudah tidak ada lagi bahkan sepi. "Apa aku salah lihat ya?" "Ah tidak, pakaiannya sama, tapi kalau betul itu abang, berarti dia selingkuh dengan wanita lain?" "Masa selingkuhannya tante-tante sih, kaya nggak ada cewek lain. Bang-bang, kalau selingkuh ya kira-kira juga kali sudah tua diembat juga, atau mungkin tante itu kaya," gerutunya. Karena kesal Ayu tidak dapat mencari keberadaan Rizki, lalu dia memutuskan kembali ke tempat semula."Loh Dek dari mana?""Habis dari toilet, Bang!""Kok kita nggak ketemu?""Ya iyalah nggak ketemu Abang lagi mojok!""Maksudnya!""Pikir saja sendiri!""Loh mau ke mana lagi?""Mau lihat siapa tamu kehormatan yang datang, siapa tahu bisa kenalan dengan yang punya perusahaan itu," jawab Ayu yang masih ketus. "Abang ikut, tunggu dong Dek, jangan tinggalin Abang?" Rizki menghampiri Ayu yang masih marah, tetapi Rizki tidak tahu kesalahannya sampai-sampai Rizki kepentok meja gara-gara mengejar Ayu yang berjalan dengan cepat. "Aduh Dek, sakit ... Augh!" "Kenapa sih buru-buru ke luar, Abang susah nih mengejar kamu, bantuin dong Adek sayang!""Iih abang, nggak peka amat jadi laki, istrinya lagi ngambek malah dibiarin," jawabnya dalam hati.Namun melihat suaminya kesakitan kakinya, Ayu merasa nggak tega, pikirnya belum tentu benar apa yang dilihatnya tadi, karena menurutnya Bang Rizki orang paling setia dan baik hati, cuma yaitu ketampanannya walau dijelek-jelekin tetap saja kelihatan. Ayu mendengkus kesal, dan berbalik kearah suaminya lalu menghampiri dan merangkul Rizki. Suaminya pun melihat istrinya dengan muka cemberut."Adek kenapa kok cemberut gitu?""Nggak apa-apa, Bang."Kemudian Rizki menghentikan langkahnya dan kemudian menatap wajah cantik istrinya yang cemberut itu."Adek percaya sama Abang ‘kan?""Maksud Abang apa, Ayu nggak ngerti!""Pokoknya apa yang Adek dengar dan lihat belum tentu itu betul, ada sesuatu harus Adek pahami dari Abang, kalau abang ini tidak pernah dan tidak akan mengkhianati istri Abang yang cantik ini, Abang ini setia lahir batin dan apa pun yang terjadi maukah Adek selalu mendampingi Abang ini baik duka maupun senang, sampai maut memisahkan kita?" tanya suaminya menatap lekat wajah istrinya itu."Dek, kenapa kamu nangis, maafkan Abang Dek, bukan maksud Abang buat Adek nangis, cuma mau bilang Adek itu ibarat bunga mawar Abang durinya, ibarat Adek siang Abang malamnya, sudah jangan nangis, sini Abang peluk." "Bukan itu, Bang?""Jadi apa Dek, kasih tahu Abang!""Abang memang nggak peka sama istrinya sendiri tuh lihat ke bawah, Abang injak kaki Ayu, sakit tahu Bang?""Astagfirullahaladzim.""Maaf Dek, nggak sengaja," jawabnya cengengesan."Bang, ingatkan sebelum kita menikah ada yang Ayu minta sama Abang?""Apa itu Dek?""Ih Abang, lagi-lagi lupa gimana sih Abang ini, belum juga umur empat puluhan sudah pikun," ucap Ayu kembali cemberut."Iya Abang tahu, kalau sebuah pernikahan itu harus di dasari oleh kepercayaan dan kejujuran, itu 'kan yang mau Adek bilang?""Nah itu tahu, terus Ayu mau tanya adakah yang Abang sembunyikan dari Ayu?""Hufh ... sebenarnya ada Dek, cuma untuk saat ini belum saatnya, suatu saat kita akan memberi mereka pelajaran terhadap semua orang yang merendahkan Adek." "Loh bukan Ayu yang direndahkan, tetapi Abang yang selalu dihina, dicaci maki, dibanding-bandingkan, bahkan direndahkan, memangnya Abang nggak marah?" "Abang itu malah kasihan sama keluarga Adek, masih memandang status lebih berpengaruh, memang siapa sih yang nggak perlu uang, sekarang lihat Alhamdulillah Abang dari pelayan warung makan sedikit demi sedikit Abang bisa buka bengkel dengan tabungan Abang sendiri." "Sudahlah Dek, yang penting sekarang Adek harus bersiap-siap jika suatu hari nanti kita bisa kaya mendadak tetapi kita harus tetap menunduk seperti padi semakin banyak isinya semakin menunduk ke bawah," jawabnya dengan santai. "Puitis banget deh Abang, ya sudah Ayu percaya sama Abang, mungkin Abang belum bisa cerita, tetapi ingat Bang jika menurut Abang berbohong untuk suatu kebaikan okelah," sahut Ayu yang masih belum puas atas jawaban dari suaminya itu. "Sekarang senyum dong, senyum itu ibadah loh," ucapnya lagi. "Iya Bang, nih udah senyum," sahutnya. "Ikhlas nggak?" "Ya Allah ikhlas lahir dan batin." Namun Ayu, masih bisa belum puas dengan penjelasan suaminya itu dan akan mencari tahu siapa wanita itu. Sampai di gedung utama sudah ramai dengan kedatangan tamu yang dielu-elukan. Tak jarang ada yang meminta foto Selfi kepada tamu undangan maklumlah jika didaerah tempat Ayu tinggal setiap ada orang yang menikah di gedung berarti tamu yang diundang adalah tamu istimewa mengalahkan artis ibukota. "Eh si kismin nongol juga dianya, ke mana aja dari tadi malu ya, tuh lihat baru kali ini di keluarga kita ada yang menikah semewah ini, pasti uang di kotak itu banyak," ucapnya sambil melirik dua kotak besar di samping ke dua mempelai itu duduk. Ayu melihatnya hampir tertawa terbahak-bahak melihat kotak besar itu bertengger dengan mewah dihiasi banyak bunga, bagaimana tidak katanya orang kaya tetapi masih meminta orang menyumbang di kotak itu. Rizki menahan Ayu agar tidak tertawa, dengan bangganya Pakdhe Sukirman mengenalkan satu persatu keluarga besarnya, namun tidak dengan Pak Sugimin yang merupakan adek kandungnya sendiri, seakan-akan beliau diasingkan oleh keluarganya sendiri. Namun dulu sewaktu Pak Sugimin kaya, mereka selalu memuji dan menyanjung Pak Sugimin yang terkenal baik dan tidak tegaan sama saudara, tetapi setelah bangkrut mereka semua menjauhi karena sudah miskin, apalagi ketiga anaknya yang laki-laki tidak mau mengurusi orang tuanya lagi. Beruntung anak ke dua Pak Sugimin yang laki-laki bernama Ridho masih menganggap Pak Sugimin dan Bu Yati adalah orang tuanya, tanpa sepengetahuan mereka, Ridho selalu mengirim uang melalui Ayu adik perempuan satu-satunya. Ridho tidak tahu kalau dia bekerja di kota sebagai manajer marketing di salah satu perusahaan Rizki sendiri, itu juga atas arahan Rizki yang merasa kasihan dengan Ridho karena dulu juga dicemooh juga karena fisiknya. "Kenapa Bapak sama Ibu berdiri di sini, ayuk kita maju juga siapa tahu dapat Ampow?" ledek Rizki agar mertuanya tidak bersedih. "Nggak usah kami nggak enak berdiri di depan, lihat pakaian kami tidak sebagus mereka yang berdasi ataupun batik," ucapnya pelan namun tetap bersahaja. "Ah nggak usah malu, memang kita buat salah sama mereka, kita itu malu sama Allah bukan sama orang, ayuk Rizki nemanin," sahutnya dengan menarik tangan mertuanya agar maju untuk diperkenalkan juga. "Pakdhe Sukirman!" teriak Rizki. Semua orang menoleh ke arah Rizki terutama orang yang dia kenal.Semua keluarga menatap tajam dan tidak suka melihat Rizki yang menggandeng mertuanya yang lusuh."Pakdhe ini bagaimana toh, ini loh Pak Sugimin belum dikenali sama tamu kehormatannya, beliau juga ‘kan adiknya Pakdhe!" ucap Rizki dengan lantang dan membuat Sukirman salah tingkah di hadapan tamu itu.Di tatap lekatnya Rizki dari atas ke bawah berulang-ulang oleh tamu yang tak lain adalah kakak sepupunya yang bernama Linda.Ingin rasanya memeluk tetapi masih banyak orang, tiba-tiba Tante Nurma memegang tangan Linda agar tidak bereaksi terlalu kentara, bisa-bisa mereka yang hadir di sini semua akan tahu siapa sebenarnya Rizki."Oh, maaf Bu saya lupa ada lagi keluarga saya juga, kenalkan namanya Bapak Sugimin adik kandung saya, itu istrinya dan ini yang muda ini menantu miskinnya eh maaf maksudnya menantu dari anak perempuannya Rahayu."Maaf Bu, nama saya Sugimin ini istri saya Yati dan ini anak saya yang paling kecil namanya Rahayu dan itu menantu saya yang paling baik namanya Rizki," uca
Mendengar perkataan pedas itu Rizki berbalik badan dan menegur Pakdhe Sukirman."Pakdhe, nggak usah menyalahkan takdir, itu rahasia Allah. Hidup itu seperti roda yang berputar kadang di bawah kadang di atas, siapa tahu nanti mertuaku yang baik ini kaya lagi, pasti Pakdhe iri, terus minta maaf terus ujung-ujungnya minta gratisan 'kan?" goda Rizki sambil tertawa."Mana mungkin kalian kaya mendadak kalau bukan hasil maling atau pakai pesugihan.""Kamu itu orang susah sok banget jadi orang, lihat tampang mu gini, kucel, lusuh, jangan sok bijak, urus saja dirimu sendiri jangan ngurusin orang lain," jawabnya dengan emosi."Lah Pakdhe sendiri ngurusin kami yang miskin ini sampai menghina, udah Pakdhe jangan emosi melulu, nggak baik buat kesehatan," ucap Rizki dengan sopan."Dasar gendeng, pergi sana tak sudi melihat muka kalian nanti ketularan miskinnya kaya kalian.""Iya Pakdhe Sukirman yang terhormat, kami mau pergi juga kok, nggak betah juga lama-lama di sini toh acaranya udah selesai.""
"Alhamdulillah nggak apa-apa, tapi terima kasih ya sudah bantuin Bapak selama ini.""Bapak memang nggak salah merestui kalian menikah dulu, Bapak bangga sama kalian terlebih sama kamu Ki, dari kamu juga Bapak bisa belajar tidak semua kita berdebat panjang lebar pakai mulut tetapi dengan perbuatan langsung kita bisa.""Sama-sama, Pak.""Boleh kita diam tetapi kita harus memainkan strategi, bolehlah sedikit kasih pelajaran," ucapnya."Betul juga kamu Ki, tapi ngomong-ngomong dari gaya bicaramu dan cara penyampaianmu, kalau boleh Bapak tebak sepertinya kamu orang berada bukan seperti orang susah?" selidik Pak Sugimin."Ah, Bapak bisa saja, tapi Aamiin ada yang mendoakan orang kaya.""Memang sih banyak yang bilang kalau Riski ini tampangnya nggak bosanin, enak buat curhat," ucapnya dengan bangga."Sudah ah ngomong melulu, terus gimana ini Bapak ban sepedanya kempes, atau begini saja Bang Riski antar dulu Bapak ke bengkel, biar Ayu tunggu di sini sampai Abang balik jemput Ayu, bagaimana B
"Adek apa-apaan sih, buat Pakdhemu marah dosa tahu," ucap Riski sambil melaju dengan motor kesayangannya."Biarin aja, mulut nggak bisa direm, menceramahi orang nomor satu tapi nggak mau di kritik, aneh 'kan Bang?" teriaknya dari belakang."Memang si Lia kenapa, memang dia ada buat salah sama kamu Dek?" "Kalau Abang tahu apa yang terjadi sama Lia, Huuuf bisa mengomel sepanjang jalan kenanga, Bang!""Nantilah Ayu cerita kalau sudah sampai di rumah aja, diatas motor bising, nggak dengar suaranya Abang kaya liliput," sahutnya dengan tertawa renyah."Oke dah kalau begitu."Tak lama kemudian sampailah mereka di rumah mereka, satu-satunya rumah pemberian Pak Sugimin walaupun tidak luas."Assalamualaikum!""Walaikumsalam!""Maaf Pak agak lama, biasa Pakdhe ada aja yang dipermasalahkan," jawab Ayu yang baru datang."Bapak santai dulu di sini, Ayu buatkan pisang goreng kesukaan Bapak," ucap Ayu yang bergegas ke dapur."Nggak usah repot-repot Yu, Bapak hanya sebentar cuma mau baikkin sepeda te
Dan terbukti hasilnya tidak mengecewakan, Ridho berhasil menggapai cita-cita menjadi koki handal.Sebenarnya Ridho selalu mengirimi uang setiap bulan dua juta rupiah kepada Pak Sugimin, karena gaji Ridho kurang lebih bisa mencapai enam jutaan di kota.Namun Pak Sugimin masih sungkan memakai uang hasil jerih payah anaknya, uang itu hanya digunakan saat keperluan mendadak saja, sehingga Pak Sugimin tidak ingin mengutak-atik uang itu, begitu juga dengan Bu Yati beliau sepemikiran dengan suaminya.Tidak ada yang tahu kalau Ridho mengirimi uang kecuali Riski dan Ayu. Pak Sugimin memang selalu menceritakan semua masalah paling banyak bercerita dengan Rizki menantu kesayangan, karena ketiga anaknya yang laki-laki sibuk bekerja sehingga membuat mereka sombong dan angkuh kepada orang tuanya sendiri.Ketiga anaknya hidup dengan bercukupan dengan keluarga barunya itu. Mereka tidak pernah mau membantu Bu Yati atau Pak Sugimin yang sudah berusia senja yang masih aktif bekerja keras.Kecuali Mbak N
"Kenapa si Rizki, Nduk, kok kaya panik gitu, ada apa toh?" tanya Ibu disela-sela melayani pembeli."Ayu juga nggak tahu Bu, cuma tadi pulang mau pergi sebentar ke kota ada perlu, nanti di hubungi lagi, ada apa ya Bu?" tanya balik Ayu yang sempat bingung."Ada apa toh Bu, nanti saja ngomongnya tuh masih banyak yang belum dilayani!" ucap Pak Sugimin yang ikut membantu Bu Yati membuatkan minuman.Nisa kakak ipar Ayu juga membantu di sana, namun tiba-tiba Lukman dan Reza datang ke warung Bu Yati bersama anak dan istrinya masing-masing.Mereka memang tidak tahu malu sudah tidak membayar malah seenaknya mengambil makan sendiri.Beberapa orang yang melihatnya sangat geram dengan tingkah laku mereka, di saat banyak pembeli dengan mudahnya mereka membaur mengambil makanan sendiri dalam porsi yang tak sewajarnya pula."Eh, jangan gitu dong kamu nggak lihat Ibumu lagi melayani saya, ini malah kamu grasak-grusuk di situ, hargai dong pembeli," ucap Bu Nani sewot."Kok situ yang marah, suka-suka
"Coba kamu telepon dia, sudah di mana, memang dia ngomong apa sih sama kamu Nduk?""Tadi Ayu nggak terlalu memperhatikan Bang Rizki ngomong apa, soalnya tadi 'kan banyak orang jadi nggak konsen.""Sebentar deh Bu, Ayu coba telepon Bang Rizki dulu.""Gimana Yu, nyambung nggak?""Nggak Bu, malah nggak aktif HP-nya Bu.""Ya udah nanti kamu coba saja lagi, siapa tahu sudah bisa nyambung, mungkin baterainya habis kali belum di cas."Namun tiba-tiba terdengar suara Pak Sugimin yang tergesa-gesa masuk ke dalam rumah dan langsung menyalakan televisi yang ada di ruang tamu."Ada apa toh Pak, grasah-grusuh gitu?""Bapak mau nyalakan televisi Bu, ada berita tentang kecelakaan itu loh Bu pengusaha Wiranata Group keluarganya ada yang kecelakaan Bu, tadi pagi!""Innalilahi wainalillahi roji’un ...""Terus siapa yang kecelakaannya, kok bisa sih Pak, di mana Pak?" "Walah Bu, Bapak saja masih cari beritanya di TV nih, apa sudah lewat ya sekilas infonya," tanya Pak Sugimin yang masih kebingungan."Nah
Azan berkumandang dengan syahdu, setiap lantunannya menyiratkan penuh makna, udara yang masih dingin dikala subuh tak membuat Ayu menarik selimutnya kembali.Ayu bergegas ke luar kamar menemui ibunya yang sedang sibuk di dapur sebelum subuh."Bu, maaf Ayu kesiangan bangun!" ucapnya yang masih menguap karena baru bangun."Nggak apa-apa Nduk, ada Bapak yang bantuin, hari ini Bapakmu nggak ke pasar katanya nggak enak badan, ayo kita salat dulu baru nyambung lagi kerjanya," sahut Bu Yati langsung mematikan semua kompornya dan bergegas masuk ke kamar mandi mengambil air wudu.Ayu pun mengikuti ibunya dari belakang."Bapak mana Bu, katanya nggak enak badan?""Biasalah Bapakmu bilang nggak enak badan tapi yaitu pergi ke masjid salat di sana," jawab Ibu tersenyum.Setelah selesai salat subuh mereka langsung kembali melakukan rutinitas seperti biasanya.Memang tidak terlalu banyak menyita waktu karena bahan-bahan dan bumbu sudah dipersiapkan oleh Ayu dari tadi sore, sehingga tinggal mencampurk