Semua keluarga menatap tajam dan tidak suka melihat Rizki yang menggandeng mertuanya yang lusuh.
"Pakdhe ini bagaimana toh, ini loh Pak Sugimin belum dikenali sama tamu kehormatannya, beliau juga ‘kan adiknya Pakdhe!" ucap Rizki dengan lantang dan membuat Sukirman salah tingkah di hadapan tamu itu. Di tatap lekatnya Rizki dari atas ke bawah berulang-ulang oleh tamu yang tak lain adalah kakak sepupunya yang bernama Linda. Ingin rasanya memeluk tetapi masih banyak orang, tiba-tiba Tante Nurma memegang tangan Linda agar tidak bereaksi terlalu kentara, bisa-bisa mereka yang hadir di sini semua akan tahu siapa sebenarnya Rizki. "Oh, maaf Bu saya lupa ada lagi keluarga saya juga, kenalkan namanya Bapak Sugimin adik kandung saya, itu istrinya dan ini yang muda ini menantu miskinnya eh maaf maksudnya menantu dari anak perempuannya Rahayu. "Maaf Bu, nama saya Sugimin ini istri saya Yati dan ini anak saya yang paling kecil namanya Rahayu dan itu menantu saya yang paling baik namanya Rizki," ucap Sugimin kepada tamu kehormatan itu. "Sudah-sudah perkenalannya sudah selesai biarkan Ibu Linda ini duduk, kasihan berdiri terus, mari silakan Bapak-bapak," ucap Pakdhe Sukirman dan mendorong tubuh Pak Sugimin agar bergeser ke belakang. "Tante Nurma yang melihat itu langsung menegur Pakdhe Sukirman. "Loh, kenapa Bapak dorong itu Pak Sugimin, bisa 'kan minta baik-baik, nggak boleh gitu dong Pak?" sewot Bu Nurma. "Memang situ siapa, Ibu itu hanya tamu undangan lagian saya nggak kenal ibu, ini pesta perkawinan anak saya, jadi suka-suka saya dong Bu, itu saja orangnya nggak keberatan kok di gituin," jawabnya tak kalah sewot. "Sekarang saya mau Bapak minta maaf sama Pak Sugimin walaupun Bapak lebih tua, tetapi tidak seharusnya seperti itu juga." "Memang siapa Ibu, sok ngatur saya?" "Eh Pak, kami juga lihat loh, Bapak mendorong Pak Sugimin jangan mentang-mentang kaya Bapak seenaknya, kita bisa lihat dengan jelas," sahut Ibu-ibu di sebelahnya. "Sudah Pak'e minta maaf saja, malu ini banyak orang, kalau ada masalah kita juga yang rugi," jawab Ibu Sri yang mulai malu melihat para tamu itu melihat mereka. "Uh.. dasar edan ya wes aku minta maaf, awas kamu Sugimin," ucapnya kesal. "Maaf ya Min, tadi nggak sengaja dorong, habis sudah tahu kita mau lewat, kamu tetap berdiri situ halangi saja," sahut Sukirman. "Nah gitu dong Pak, kan sama-sama enak," jawab Bu Nurma dengan tersenyum dan melirik Rizki yang tersenyum juga. Melihat itu hati Rahayu menjadi jengkel, dia tahu kalau wanita itu yang tadi memeluk suaminya, dari pakaiannya sudah terlihat jelas kalau dia orang kaya. "Huh ... pantas saja Bang Rizki suka sama tuh perempuan biar tante-tante masih kinclong beda sama aku yang lusuh dan kusam tidak terawat," gerutunya dalam hati. "Abang tahu Dek, pasti kamu lihat Abang sedang berpelukan dengan Tante Nurma, kelihatan banget kamu cemburu, tapi Abang suka kaya gini, godain lagi nggak ya?" batin Rizki. "Kenapa senyam- senyum Bang, nggak sakit ‘kan?" ledek Ayu seketika. "Nggak cuma lihat Adek, mukanya cemberut melulu nanti cantiknya hilang loh," goda Rizki. "Nggak mempan, lagi bad mood alias bete alias kesal," bisiknya di telinga Rizki. "Nanti Abang jelas in deh, tapi nanti ya, Abang mohon," ucap Rizki dengan memainkan matanya dengan berkedip. Namun Ayu masih bergeming tidak menghiraukan suaminya itu. "Lin ... Mamah nggak suka sama orang ini, tingkat kepedeannya terlalu tinggi, itu siapa namanya yang nikah itu?" "Rangga, Mah." "Maaf Bu, jadi Ibu ini ibu kandungnya Bu Linda?" tanya Pak Sukirman dengan grogi. "Iya kenapa?" jawab Bu Nurma ketus. "Sekali lagi maaf Bu, saya minta maaf atas kejadian barusan, saya nggak tahu kalau Ibu adalah Ibu kandungnya Bu Linda ini," jawabnya dengan seramah mungkin. "Maaf ya Pak, saya nggak suka sikap Bapak seperti ini selalu merendahkan orang lain, jangan melihat luarnya saja tapi dalamnya, jangan mentang-mentang Bapak kaya seenaknya saja memperlakukan saudara seperti tadi, bagaimana dengan orang lain?" ucap Bu Nurma menjelaskan. "Satu lagi ubah sifat Bapak ini, siapa tahu Bapak ke depannya lebih syok jika tahu kenyataan kalau Pak Sugimin kembali kaya gimana, pasti Bapak elu-elukan lagi ‘kan?" Tante Nurma pergi begitu saja, karena merasa kecewa atas perilaku Pak Sukirman, dan dia menyuruh Linda untuk tidak berlama-lama di acara ini. Melihat kejadian seperti itu membuat Pak Sukirman dendam kepada saudaranya sendiri karena merasa gara-gara dia dirinya dipermalukan di depan para tamu undangan. Untuk menebus rasa bersalahnya Pak Sukirman memberikan pelayanan yang terbaik kepada Linda dan Ibunya itu, semua serba di ambilkan, namun Bu Nurma sudah terlanjur kecewa dengan sikap besannya itu. "Mah, benar itu keluarga dari istrinya Rizki, kok betah sih si Rizki dengan omongannya dia, kalau aku jadi Rizki nggak mau diinjak-injak harga diriku!" ucap Linda kesal. "Kamu kaya nggak tahu Rizki saja, dia itu katanya mau merasakan bagaimana sakitnya di hina, dicaci maki begituan serasa ada yang memperhatikannya, memang aneh itu anak dari dulu." "Kalau dia tahu menantunya Pak Sukirman itu hanya pegawai biasa nggak bisa ngomong apa-apa lagi dianya, atau kita kasih tahu aja kali kalau Rizki adalah pewaris tunggal Wiranata group, keren kali Mah!" sahutnya dengan semangat. "Hus ... jangan keras-keras nanti kedengaran, justru itu tadi Mamah sudah ketemu dengan Rizki, cuma dia bilang mau kasih pelajaran dulu ke mereka yang telah menghina dan merendahkan mereka terutama mulutnya Pak Sukirman." "Pokonya jangan bertindak yang aneh-aneh, biarkan Rizki sendiri yang melakukannya." "Aku kangen sama Rizki Mah, untung dia baik-baik saja, udah 5 tahun nggak ketemu, tapi Mamah sudah simpan nomor ponselnya 'kan?" tanya Linda dengan semangat. "Sudah dong, jadi kalau kita rindu dengar suaranya nanti tinggal menghubunginya." Linda hanya menatapnya dari jauh dan tersenyum kepada Rizki, namun lagi-lagi Ayu melihat mereka berinteraksi dengan mata mereka. "Ih aneh deh Bang Rizki, kok dia senyam-senyum dengan wanita itu, tadi dengan tante-tante sekarang dengan yang muda, malah cantik, putih, pimpinan perusahaan lagi, ada apa sih, tapi kok Bang Rizki kelihatan sedih gitu?" "Apa yang kamu sembunyikan Bang, sampai-sampai kamu belum siap mengatakan kepadaku, tapi aku yakin Bang kamu tidak akan mengkhianatiku seperti yang mereka katakan," lirih Ayu dalam hati. Tak lama kemudian mereka pulang, karena Bu Nurma enggan berlama-lama di acara itu. Tak terasa hampir selesai acara resepsi pernikahan itu, semua tampak bahagia, dan sedikit demi sedikit tamu undangan sudah mulai berkurang. Pada jam tiga sore acaranya pun selesai, para petugas lalu membongkar semua pajangan dan membersihkannya. Terlihat Pak Sugimin dan istrinya ikut membantu membersihkan gedung aula tersebut, sedangkan yang lain pergi kembali ke rumah masing-masing. Di sela-sela Pak Sugimin membersihkan dengan menyapu gedung aula, tiba-tiba datang Pak Sukirman yang masih tidak terima di permalukan di depan orang banyak tadi. "Min," teriaknya dari ujung. "Iya Mas, ada apa?" "Ada apa, ada apa, kamu itu gara-gara kamu tadi aku tadi dipermalukan sama kamu yang rendahan ini, kamu nggak terima lihat keberhasilan aku mendidik anakku untuk mencari menantu yang kaya raya, tidak seperti Ayu yang menikahi laki-laki gembel penjaga warung." "Terus kenapa Mas, sampean marah-marah ke saya, tadi saja kalian tidak memperkenalkan aku yang miskin ini ke tamu undangan aku saudara kamu juga, tapi tak apalah, aku malas berdebat sama kamu, ayo Bu, Ki kita pulang, buat apa kita di sini toh nggak di anggap juga!" "Huh dasar, makanya Allah membuat kamu miskin itu gara-gara kamu sendiri bukan karena anak-anakmu, Min ... dengar nggak?" "Jangan pura-pura budek, nanti benaran budek loh, hahaha ...."Mendengar perkataan pedas itu Rizki berbalik badan dan menegur Pakdhe Sukirman."Pakdhe, nggak usah menyalahkan takdir, itu rahasia Allah. Hidup itu seperti roda yang berputar kadang di bawah kadang di atas, siapa tahu nanti mertuaku yang baik ini kaya lagi, pasti Pakdhe iri, terus minta maaf terus ujung-ujungnya minta gratisan 'kan?" goda Rizki sambil tertawa."Mana mungkin kalian kaya mendadak kalau bukan hasil maling atau pakai pesugihan.""Kamu itu orang susah sok banget jadi orang, lihat tampang mu gini, kucel, lusuh, jangan sok bijak, urus saja dirimu sendiri jangan ngurusin orang lain," jawabnya dengan emosi."Lah Pakdhe sendiri ngurusin kami yang miskin ini sampai menghina, udah Pakdhe jangan emosi melulu, nggak baik buat kesehatan," ucap Rizki dengan sopan."Dasar gendeng, pergi sana tak sudi melihat muka kalian nanti ketularan miskinnya kaya kalian.""Iya Pakdhe Sukirman yang terhormat, kami mau pergi juga kok, nggak betah juga lama-lama di sini toh acaranya udah selesai.""
"Alhamdulillah nggak apa-apa, tapi terima kasih ya sudah bantuin Bapak selama ini.""Bapak memang nggak salah merestui kalian menikah dulu, Bapak bangga sama kalian terlebih sama kamu Ki, dari kamu juga Bapak bisa belajar tidak semua kita berdebat panjang lebar pakai mulut tetapi dengan perbuatan langsung kita bisa.""Sama-sama, Pak.""Boleh kita diam tetapi kita harus memainkan strategi, bolehlah sedikit kasih pelajaran," ucapnya."Betul juga kamu Ki, tapi ngomong-ngomong dari gaya bicaramu dan cara penyampaianmu, kalau boleh Bapak tebak sepertinya kamu orang berada bukan seperti orang susah?" selidik Pak Sugimin."Ah, Bapak bisa saja, tapi Aamiin ada yang mendoakan orang kaya.""Memang sih banyak yang bilang kalau Riski ini tampangnya nggak bosanin, enak buat curhat," ucapnya dengan bangga."Sudah ah ngomong melulu, terus gimana ini Bapak ban sepedanya kempes, atau begini saja Bang Riski antar dulu Bapak ke bengkel, biar Ayu tunggu di sini sampai Abang balik jemput Ayu, bagaimana B
"Adek apa-apaan sih, buat Pakdhemu marah dosa tahu," ucap Riski sambil melaju dengan motor kesayangannya."Biarin aja, mulut nggak bisa direm, menceramahi orang nomor satu tapi nggak mau di kritik, aneh 'kan Bang?" teriaknya dari belakang."Memang si Lia kenapa, memang dia ada buat salah sama kamu Dek?" "Kalau Abang tahu apa yang terjadi sama Lia, Huuuf bisa mengomel sepanjang jalan kenanga, Bang!""Nantilah Ayu cerita kalau sudah sampai di rumah aja, diatas motor bising, nggak dengar suaranya Abang kaya liliput," sahutnya dengan tertawa renyah."Oke dah kalau begitu."Tak lama kemudian sampailah mereka di rumah mereka, satu-satunya rumah pemberian Pak Sugimin walaupun tidak luas."Assalamualaikum!""Walaikumsalam!""Maaf Pak agak lama, biasa Pakdhe ada aja yang dipermasalahkan," jawab Ayu yang baru datang."Bapak santai dulu di sini, Ayu buatkan pisang goreng kesukaan Bapak," ucap Ayu yang bergegas ke dapur."Nggak usah repot-repot Yu, Bapak hanya sebentar cuma mau baikkin sepeda te
Dan terbukti hasilnya tidak mengecewakan, Ridho berhasil menggapai cita-cita menjadi koki handal.Sebenarnya Ridho selalu mengirimi uang setiap bulan dua juta rupiah kepada Pak Sugimin, karena gaji Ridho kurang lebih bisa mencapai enam jutaan di kota.Namun Pak Sugimin masih sungkan memakai uang hasil jerih payah anaknya, uang itu hanya digunakan saat keperluan mendadak saja, sehingga Pak Sugimin tidak ingin mengutak-atik uang itu, begitu juga dengan Bu Yati beliau sepemikiran dengan suaminya.Tidak ada yang tahu kalau Ridho mengirimi uang kecuali Riski dan Ayu. Pak Sugimin memang selalu menceritakan semua masalah paling banyak bercerita dengan Rizki menantu kesayangan, karena ketiga anaknya yang laki-laki sibuk bekerja sehingga membuat mereka sombong dan angkuh kepada orang tuanya sendiri.Ketiga anaknya hidup dengan bercukupan dengan keluarga barunya itu. Mereka tidak pernah mau membantu Bu Yati atau Pak Sugimin yang sudah berusia senja yang masih aktif bekerja keras.Kecuali Mbak N
"Kenapa si Rizki, Nduk, kok kaya panik gitu, ada apa toh?" tanya Ibu disela-sela melayani pembeli."Ayu juga nggak tahu Bu, cuma tadi pulang mau pergi sebentar ke kota ada perlu, nanti di hubungi lagi, ada apa ya Bu?" tanya balik Ayu yang sempat bingung."Ada apa toh Bu, nanti saja ngomongnya tuh masih banyak yang belum dilayani!" ucap Pak Sugimin yang ikut membantu Bu Yati membuatkan minuman.Nisa kakak ipar Ayu juga membantu di sana, namun tiba-tiba Lukman dan Reza datang ke warung Bu Yati bersama anak dan istrinya masing-masing.Mereka memang tidak tahu malu sudah tidak membayar malah seenaknya mengambil makan sendiri.Beberapa orang yang melihatnya sangat geram dengan tingkah laku mereka, di saat banyak pembeli dengan mudahnya mereka membaur mengambil makanan sendiri dalam porsi yang tak sewajarnya pula."Eh, jangan gitu dong kamu nggak lihat Ibumu lagi melayani saya, ini malah kamu grasak-grusuk di situ, hargai dong pembeli," ucap Bu Nani sewot."Kok situ yang marah, suka-suka
"Coba kamu telepon dia, sudah di mana, memang dia ngomong apa sih sama kamu Nduk?""Tadi Ayu nggak terlalu memperhatikan Bang Rizki ngomong apa, soalnya tadi 'kan banyak orang jadi nggak konsen.""Sebentar deh Bu, Ayu coba telepon Bang Rizki dulu.""Gimana Yu, nyambung nggak?""Nggak Bu, malah nggak aktif HP-nya Bu.""Ya udah nanti kamu coba saja lagi, siapa tahu sudah bisa nyambung, mungkin baterainya habis kali belum di cas."Namun tiba-tiba terdengar suara Pak Sugimin yang tergesa-gesa masuk ke dalam rumah dan langsung menyalakan televisi yang ada di ruang tamu."Ada apa toh Pak, grasah-grusuh gitu?""Bapak mau nyalakan televisi Bu, ada berita tentang kecelakaan itu loh Bu pengusaha Wiranata Group keluarganya ada yang kecelakaan Bu, tadi pagi!""Innalilahi wainalillahi roji’un ...""Terus siapa yang kecelakaannya, kok bisa sih Pak, di mana Pak?" "Walah Bu, Bapak saja masih cari beritanya di TV nih, apa sudah lewat ya sekilas infonya," tanya Pak Sugimin yang masih kebingungan."Nah
Azan berkumandang dengan syahdu, setiap lantunannya menyiratkan penuh makna, udara yang masih dingin dikala subuh tak membuat Ayu menarik selimutnya kembali.Ayu bergegas ke luar kamar menemui ibunya yang sedang sibuk di dapur sebelum subuh."Bu, maaf Ayu kesiangan bangun!" ucapnya yang masih menguap karena baru bangun."Nggak apa-apa Nduk, ada Bapak yang bantuin, hari ini Bapakmu nggak ke pasar katanya nggak enak badan, ayo kita salat dulu baru nyambung lagi kerjanya," sahut Bu Yati langsung mematikan semua kompornya dan bergegas masuk ke kamar mandi mengambil air wudu.Ayu pun mengikuti ibunya dari belakang."Bapak mana Bu, katanya nggak enak badan?""Biasalah Bapakmu bilang nggak enak badan tapi yaitu pergi ke masjid salat di sana," jawab Ibu tersenyum.Setelah selesai salat subuh mereka langsung kembali melakukan rutinitas seperti biasanya.Memang tidak terlalu banyak menyita waktu karena bahan-bahan dan bumbu sudah dipersiapkan oleh Ayu dari tadi sore, sehingga tinggal mencampurk
Ayu menghampiri dua wanita yang berpakaian lusuh itu. Yang satu wanita itu terlihat sangat tua mungkin berkisaran 50 tahunan dengan jilbab hitam instan yang sudah pudar warnanya, memakai baju gamis hijau tosca namun banyak tambalan di mana-mana.Sedangkan yang satunya lagi kelihatan lebih muda sekitaran umur tiga puluhan, dengan memakai jilbab instan berwarna merah marun dengan gamis celana panjang hitam dan kaos panjang yang kedodoran."Maaf Bu, mau pesan apa makan sini atau dibungkus?" tanya Ayu dengan ramah kepa5da kedua wanita pemulung itu."B-boleh saya menumpang duduk di sini Mbak, sebentar saja Ibu saya kecapean berjalan kaki dari ujung kesini," jawab wanita muda itu mungkin dia adalah anaknya ibu tua itu."Boleh silakan duduk Mbak, Ibu, sebentar saya ambilkan air minum dulu," ucap Ayu sambil berlari kecil mengambil minum untuk kedua wanita itu.Tak lama kemudian Ayu membawakan dua gelas air putih untuk kedua wanita itu."Silakan di minum dulu Mbak, Ibu!" "Te-terima kasih Mba